Hidup sebagai mahasiswa tukang rebahan ternyata penuh liku-liku tak terduga. Sempat bersemangat mencari kerja part time harian untuk mengisi waktu luang dan mendapatkan tambahan uang saku, tapi apa daya, nasib membawa aku ke dalam perjalanan yang tak terlupakan di dunia gudang pabrik frozen food. Sebuah kisah derita yang mengajarkan aku arti sebenarnya dari pekerjaan keras dan keputusan sulit yang harus diambil.
Semua dimulai ketika keinginan untuk menambah penghasilan mendorongku untuk mencari kerja part time. Aku, yang lebih dikenal sebagai mahasiswa yang doyan rebahan daripada bekerja keras, ingin mencoba sesuatu yang baru. Pekerjaan harian terdengar seperti pilihan yang tepat, memberi kebebasan untuk memilih kapan bekerja tanpa harus terikat kontrak panjang.
Namun, nasib memutuskan bahwa pekerjaan harian yang kudapatkan adalah menjadi bagian dari gudang pabrik frozen food. Aku yang semula berharap untuk bekerja di tempat yang santai dan mungkin sedikit berkelas, seperti kafe atau toko buku, malah terdampar di dunia yang penuh dengan suhu dingin dan aroma beku yang menyengat.
8 jam di dalam kulkas
Pada hari itu aku kebagian shift sore jam 16.00 dan itu 8 jam kerja. Bisa dibayangkan 8 jam kerja part time di tempat dingin dan bau. Aku merasa seolah-olah masuk ke dalam lemari es raksasa. Udara yang begitu dingin membuat tulang-tulangku gemetar tanpa ampun. Aku menolak diberi jaket tebal, karena pegawai yang lainnya pun tidak memakainya. Berasa sekali, es batu seakan mengalir dalam darahku. Dan belum lagi aroma berbagai makanan beku yang memenuhi udara, membuatku merasa seperti terjebak di dalam freezer yang hidup.
Pekerjaan di gudang ini bukanlah pekerjaan biasa. Aku harus mengangkat karung-karung berisi makanan beku yang tak terhitung jumlahnya. Mungkin saat itu aku menganggap diriku seperti superhero yang sedang berusaha mengangkat beban dunia. Tapi pada akhirnya, aku menyadari bahwa yang aku angkat adalah lebih dari sekadar beban dunia, tapi juga beban penuh makanan yang dingin membeku.
Setelah satu hari kerja yang begitu melelahkan, aku pulang dengan badan yang terasa seperti hancur lebur. Bagian tubuhku yang sebelumnya jarang digunakan, seperti punggung dan otot-otot di kaki, kini berteriak kesakitan. Aku tidak pernah membayangkan bahwa kerja part time harian bisa menyiksa tubuh sehebat ini. Tidurku yang biasanya nyenyak pun terganggu oleh pegal-pegal yang tak kunjung hilang.
Menggunakan waktu lebih banyak di gudang daripada di kamar seperti biasanya, aku mulai merenung tentang keputusan ini. Mungkin inilah yang disebut sebagai “mendapatkan pengalaman kerja”. Tapi benarkah ini yang aku cari? Aku yang sejak awal hanya ingin mencari penghasilan tambahan dan sedikit pengalaman, kini harus merelakan tubuhku bekerja ekstra keras setiap harinya.
Baca halaman selanjutnya
Kerja part time ternyata mengerikan