Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Politik

Demokrasi Saja Tidak Cukup

Puthut EA oleh Puthut EA
27 September 2019
A A
Mari Bersepakat, 5 Oktober Adalah Hari Pengkhianatan Nasional terminal mojok.co RUU Ciptaker Omnibus Law

Mari Bersepakat, 5 Oktober Adalah Hari Pengkhianatan Nasional terminal mojok.co RUU Ciptaker Omnibus Law

Share on FacebookShare on Twitter

Di saat seperti ini, saya rindu tulisan para intelektual kita yang bisa menjelaskan kenapa ‘demokrasi’ saja tidak cukup menjaga kemanusiaan kita.

Para cendekiawan dan aktivis kita terdahulu, sudah mengingatkan bahaya dari ‘demokrasi formal’ itu, ketika tidak dijaga oleh sistem lain. Karena apa yang tampak demokratis diletakkan di atas meja, tertata, rapi. Anggota DPR sampai DPRD dipilih dengan demokratis, Presiden sampai Bupati dipilih secara demokratis.

Sebab oligarki bukan hanya terbiasa bermain di tempat gelap. Mereka juga sangat terlatih bermain di ruang terang, termasuk ruang terang demokrasi.

Itu yang bisa menjelaskan kenapa hutan-hutan masih rusak, kenapa koruptor masih bisa terus gentayangan bahkan ketika mereka sudah masuk bui. Itu yang bisa menjelaskan kenapa sumberdaya alam kita terus diperas. Itu pula yang bisa menjelaskan kenapa petani yang menanam benihnya sendiri bahkan bisa dihukum.

Demokrasi bisa dibajak siapa saja yang punya banyak kuasa. Sekaligus demokrasi bisa menjadi cara efektif bagi oligarki untuk berbagi kekuasaan. Demokrasi macam itu yang sering disebut sebagai ‘demokrasi formal’. Substansi aspirasi rakyat, serta rasa keadilan dilucuti, diganti dengan sejenis aturan formal yang disahkan. Aturan yang seolah demokratis.

Saya percaya betul, apa yang terjadi belakangan ini bukan semata soal KPK. Ada kemuakan yang akumulatif dari berbagai sektor. Kita saksikan itu terus-menerus dengan gamblang. Cuma dibatin. Cuma dimaklumi. Diberi waktu. Dibiarkan dengan dengan memendam rasa marah. Tapi tumpukan ingatan atas ketidakadilan yang diterima dengan segala bungkusan rapi bernama demokrasi di atas meja itu, tak akan pernah mati.

Tugas para intelektual-lah yang mestinya menjelaskan itu secara mudah kepada publik. Merumuskan apa yang terjadi. Tugas para seniman untuk membantu mengekspresikan apa yang mereka rasakan. Tugas sosial para jurnalis yang bukan sekadar mewartakan formalitas 5W+1H.

Hingga kita semua bisa berkata kepada diri sendiri, sebagaimana rentetan kalimat Roy (Brad Pitt) di film AD ASTRA: “Aku tidak tahu masa depan, tapi tidak mengkhawatirkannya. Karena aku membagi bebanku dengan mereka, dan mereka membagi beban denganku. Aku hidup. Dan aku mencintai.”

Baca Juga:

Bapak Saya Firaun, tapi Nggak Mengobrak-abrik Sistem agar Saya Bisa Dapet Pekerjaan

Mantan Narapidana Korupsi Jadi Ketum Parpol Adalah Bukti Bobroknya Sistem Demokrasi Indonesia

O ya, film itu keren sekali. Saya barusan menontonnya. Bukan tentang antariksa dan planet-planet sebagaimana film fiksi-sains lain. Saya tidak suka gagrak film seperti itu, tapi film ini berbeda. Tontonlah kalau punya waktu.

Dan ini sedikit dari ekspresi anak muda Indonesia, dengan bahasa khasnya. Kalau berpijak pada demokrasi formal, anak muda ini tidak berhak marah. Karena apa yang diprotesnya, tidak melanggar apa-apa. Mereka juga dipilih secara ‘demokratis’. Bersidang dengan ‘demokratis’. Dan seterusnya yang serba ‘demokratis’.

BACA JUGA Indonesia Lagi Lucu-lucunya… atau tulisan Puthut EA lainnya. Follow Facebook Puthut EA.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 14 Februari 2022 oleh

Tags: Demokrasidemokrasi formaloligarki
Puthut EA

Puthut EA

Anak Kesayangan Tuhan

ArtikelTerkait

Kenapa Kita Selalu Lupa Caleg yang Kita Pilih?

Emangnya Kenapa kalau Artis Jadi Caleg?

22 Mei 2023
dewan perwakilan

DPR Tuh Singkatan dari Dewan Perwakilan Ramashook Kan, Ya?

28 September 2019
calon kepala desa

Negosiasi dengan Calon Kepala Desa Waktu Sosialisasi Visi dan Misi

10 Juni 2019
Ironi Populisme, Demokrasi, dan Gerakan Relawan yang Menghambat Kaum Muda Melek Politik

Ironi Populisme, Demokrasi, dan Gerakan Relawan yang Menghambat Kaum Muda Melek Politik

2 Oktober 2022
oligarki

Saat Oligarki Media Mainstream Dihadang oleh Kekuatan Media Sosial Bersama Hashtagnya

2 Oktober 2019
Bapak Saya Firaun, tapi Nggak Mengobrak-abrik Sistem agar Saya Bisa Dapet Pekerjaan

Bapak Saya Firaun, tapi Nggak Mengobrak-abrik Sistem agar Saya Bisa Dapet Pekerjaan

24 Agustus 2024
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Tidak seperti Dahulu, Jalanan di Solo Kini Menyebalkan karena Semakin Banyak Pengendara Nggak Peka Mojok.co

Tidak seperti Dahulu, Jalanan di Solo Kini Menyebalkan karena Semakin Banyak Pengendara Nggak Peka

1 Desember 2025
Jalur Pansela Kebumen, Jalur Maut Perenggut Nyawa Tanpa Aba-aba

Jalur Pansela Kebumen, Jalur Maut Perenggut Nyawa Tanpa Aba-aba

2 Desember 2025
Nasi Goreng Palembang Nggak Cocok di Lidah Orang Jogja: Hambar!

Nasi Goreng Palembang Nggak Cocok di Lidah Orang Jogja: Hambar!

1 Desember 2025
Kuliah Jurusan Ekonomi Pembangunan Bikin Saya Tidak Bisa Enjoy Shopping Lagi

Kuliah Jurusan Ekonomi Pembangunan Bikin Saya Tidak Bisa Enjoy Shopping Lagi

30 November 2025
8 Alasan Kebumen Pantas Jadi Kiblat Slow Living di Jawa Tengah (Unsplash)

8 Alasan Kebumen Pantas Jadi Kiblat Slow Living di Jawa Tengah

3 Desember 2025
Alasan Saya Bertahan dengan Mesin Cuci 2 Tabung di Tengah Gempuran Mesin Cuci yang Lebih Modern Mojok.co

Alasan Saya Bertahan dengan Mesin Cuci 2 Tabung di Tengah Gempuran Mesin Cuci yang Lebih Modern 

5 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.