Demi Menjaga Lingkungan, Apa Sebaiknya Kita Mandi Sehari Sekali Saja?

Demi Menjaga Lingkungan, Apa Sebaiknya Kita Mandi Sehari Sehari Saja? teminal mojok.co

Demi Menjaga Lingkungan, Apa Sebaiknya Kita Mandi Sehari Sehari Saja? teminal mojok.co

 Saya sebenarnya cukup minder menggunakan kata “menjaga lingkungan” dalam tulisan ini. Buka apa-apa, level saya masih terlalu pemula buat ngomongan isu tersebut. Namun saya rasa itu yang tepat. 

Ide tulisan ini bermuara dari sebuah vlog dari akun Londokampung yang membahas sebuah keluarga Australia setelah 30 tahun di Indonesia. Dalam video itu, Dave si “londo kampung” bertanya kepada orangtuanya, “Dalam sehari, mandi sekali sehari atau dua, tiga, empat kali?” Bu Heda, ibunya Dave, menjawab bahwa ia selalu mandi dua kali sehari di Indonesia, tapi ia hanya mandi sekali sehari di Australia.

Yang menarik dari video tersebut justru adalah alasan Bu Heda. Dengan heroik, patriotik, dan cinta lingkungan, ia mengatakan bahwa selain karena kebudayaan mandi di Australia dan Indonesia yang berbeda, Australia juga kekurangan air. Makanya orang Australia akan marah jika ada orang yang menghambur-hamburkan air dengan mandi dua kali sehari. Ada sebuah misi menjaga lingkungan yang diselipkan dalam kebiasaan mandi.

Di level permukaan, saya sering kali secara serampangan dan gegabah menuduh bahwa negara-negara yang mempunyai budaya mandi sehari sekali seperti Australia, Prancis, China, Meksiko, Rusia, Inggris, Swedia, Jerman, dan Amerika Serikat adalah orang-orang pemalas dan jorok. Mungkin sebagiannya iya tapi nggak sepenuhnya asumsi tersebut tepat. Alasan Bu Heda tadi misalnya, cukup membuat saya yang belum pernah ke Aussie tertohok. Ternyata tujuannya buat menjaga lingkungan dengan tidak boros pasokan air.

Ada dua catatan dalam benak saya bakda menonton video tersebut. Pertama, secara kultural, klaim bahwa orang Indonesia mandi dua kali sehari juga tidak sepenuhnya benar. Tidak semua kawasan di Indonesia subur dan berair melimpah. Provinsi NTT adalah contohnya.

Bandingkan saja Australia dan pulau-pulau di provinsi NTT misalnya. Keduanya sama-sama tandus dan langka airnya. Masyarakat di NTT bahkan ketika mereka ingin mandi pun tak jarang hanya menggunakan air hujan yang ditampung. Masih ingat, istilah “sekarang sumber air su dekat” di iklan air mineral kemasan yang masyhur itu? Tidak semua daerah itu tongkat kayu dan batunya jadi tanaman.

Kedua, sebaiknya kita juga nggak usah congkak karena swasembada air bersih dengan mandi dua kali sehari. Sesurplus apa sih memangnya kita dengan air bersih? Kita hanya beruntung. Beruntung karena masih ada orang yang menanam dan merawat pohon meskipun yang merusak dan menebang lebih terstruktur, sistematis, dan masif.

Hari ini kita kebanjiran karena pohon-pohon di hulu aliran sungai ditebang secara tidak berkala. Esok lusa, bukan tidak mungkin kita senasib sepenanggungan seperti orang-orang Australia. Tidak bisa mandi dua kali sehari karena airnya limited. Seperti sebuah adagium, “hanya ketika pohon terakhir sudah kita tebang, ketika sungai terakhir sudah tercemar, dan ketika ikan yang terakhir sudah ditangkap, pada saat itu kita baru akan sadar bahwa uang tak bisa kita makan.”

Kita tidak usah jauh-jauh melihat hutan Sumatera, Kalimantan, dan Papua yang semakin kecil luasnya. Di Yogyakarta saja, film dokumenter yang berjudul Belakang Hotel produksi Watchdoc Documentary sudah secara jelas menggambarkan bagaimana krisis air bersih terjadi akibat hegemoni pembangunan dan menipisnya sumber-sumber resapan air.

Melihat masyarakat Australia hari ini yang tidak bisa menikmati mandi dua kali sehari karena sumber daya alam mereka yang terbatas, seharusnya menjadi alarm bagaimana kita mensyukuri kemegahan sumber daya alam yang melimpah di Indonesia dengan perilaku-perilaku yang lebih eco-friendly.

Lantas jangan mandi dua kali sehari? Saya akan mengatakan, mungkin iya. Mungkin iya, kamu jangan mandi dua kali sehari jika kesibukanmu hanya rebahan from home atau di kos. Mungkin iya, jika musim sedang kemarau. Mungkin iya, jangan mandi dua kali sehari tapi itu bukan key point-nya.

Jaga keberlanjutan ekosistem hijau di hutan dan lingkungan terdekat kita. Gunakan air secukupnya, bijaklah jika harus menebang pohon, jangan cemari aliran sungai, dan budayakan kesadaran pentingnya menjaga lingkungan seperti orang Australia. Bila perlu, marahlah seperti masyarakat Australia jika ada orang yang membuang-buang air sakarepe dewe. 

BACA JUGA Alasan Mahasiswa Seni Jarang Mandi dan artikel Terminal Mojok lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version