Membicarakan tentang rokok di Indonesia selalu menarik, terlebih iklan rokok yang bersliweran di TV. Petani tembakau melimpah. Begitupun dengan pabrik-pabrik yang mengolahnya menjadi rokok. Lucunya, meskipun pabrik-pabrik besar ini begitu berjasa bagi Indonesia, tetap saja dimusuhi oleh beberapa pihak. Beberapa waktu lalu, bahkan sempat mencuat isu diharamkan.
Kita berhutang budi yang keterlaluan dengan pabrik-pabrik rokok itu. Tidak bisa dipungkiri, pabrik-pabrik tersebut telah memberi salam damai dalam ranah yang luas. Beasiswa pendidikan formal dari rokok. Beasiswa olahraga dari rokok. Pentas-pentas musik dari rokok. Kegiatan-kegiatan kebudayaan dari rokok. Baru-baru ini, penyedia jasa kesehatan pun disokong oleh rokok. Mau mangkir ke alasan mana lagi?
Pabrik-pabrik rokok tersebut memang seolah tidak pernah kehilangan akal. Ketika gadang-gadang pelarangan rokok digaungkan karena merusak kesehatan, pabrik-pabrik tersebut tampil dermawan di depan BPJS. Siasat yang cerdas, bukan? Perokok akhirnya semakin banyak alasan untuk tetap merokok. Setidaknya, ketika membeli rokok, perokok telah memberi sumbangsih kepada BPJS.
Saya sendiri, meskipun bukan perokok, tidak merasa terganggu oleh rokok. Malahan, saya kagum dengan cara cerdas orang-orang di balik industri rokok. Kekaguman saya bertambah setelah mengetahui kalau dalam iklan rokok banyak sekali larangannya. PP 109 Tahun 2012 pasal 39 menyebutkan seperti berikut ini.
“Setiap orang dilarang menyiarkan dan menggambarkan dalam bentuk gambar atau foto, menayangkan, menampilkan atau menampakkan orang sedang merokok, memperlihatkan batang Rokok, asap Rokok, bungkus Rokok atau yang berhubungan dengan Produk Tembakau serta segala bentuk informasi Produk Tembakau di media cetak, media penyiaran, dan media teknologi informasi yang berhubungan dengan kegiatan komersial/iklan atau membuat orang ingin merokok.”
Tidak hanya itu sih, masih banyak lagi. Saya tidak akan menyantumkan semuanya. Lagipula, di mesin pencarian seperti Google, telah menyimpan semuanya. Kamu dengan mudah dapat membacanya sendiri. Saya hanya ingin menambahkan kalau penayangan iklan tersebut pun masih dibatasi waktu. Sesuai dengan pasal 29 di PP yang sama, penayangan iklan rokok hanya boleh dilakukan dari pukul 21.30 sampai pukul 05.00 waktu setempat.
Dengan sebegitunya peraturan terhadap iklan rokok, pekerja kreatif di baliknya patut diacungi jempol. Saya menaruh hati pada beberapa iklan rokok. Salah satunya dengan iklan rokok U-Mild, terutama versi Cowo Tau.
Versi tersebut ditayangkan beberapa kali dengan narasi yang berbeda-beda. Setidaknya, saya mencatat empat narasi pilihan. Narasi-narasi ini, kalau dilihat dan dibaca-baca lagi, ternyata bisa jadi definisi “cowo” versinya rokok U-Mild. Mari kita cermati berdua bersama.
- Cowo Tau: Peluk Boleh, Lama Jangan
Dua cewek berpegangan tangan atau berpelukan, wajar. Sementara itu, dua cowok berpegangan tangan atau berpelukan, Homo. Entah mengapa saya begitu yakin, kalau stigma tersebut pernah mampir di pikiranmu.
Dunia kita memang punya banyak stigma-stigma. Itulah yang terkadang, secara tidak sadar, menyitir dan menyetir pola pikir seseorang. Pikiran menjadi dikotak-kotakkan—dikandangkan pada tempatnya masing-masing. Tidak boleh saling menyeberang dan akhirnya berselisih.
Visual dari iklan ini adalah dua orang cowok anggota geng motor yang berpelukan sebentar, lalu saling melepaskan dengan cepat. Kemudian, keduanya memilih untuk berjabat tangan dengan citraan yang lebih macho.
Mencermati narasi yang dibangun rokok U-Mild di atas, cowok baginya, mesti paham stigma tersebut. Cowok tetap boleh berpelukan, asalkan tahu batasan. Batasan-batasan tersebut tidak lain adalah hasil dari stigma-stigma yang dibangun masyarakat.
- Cowo Tau: Kalo Cinta Gak Pandang Bulu
Visual dari iklan versi ini cukup menarik. Seorang cowok yang baru tiba di rumah dan langsung mencopot jaket. Cowok ini kemudian membuka kulkas, mengambil sebotol susu, dan membukanya. Alih-alih ditenggak habis, susu tersebut malah dituangkan ke dalam mangkuk minum kucing peliharaannya. Kemudian, kucing-kucing ras dengan bulu-bulu panjangnya mendekat.
Pemilihan kucing ras seolah mengarahkan pada keterwakilannya subjek cewek. Kucing ras identik dengan tubuh yang terjaga, bulu-bulu halus, mata bening, dan suara manja. Hal-hal tersebut melekat pada cewek cantik dalam konstruksi masyarakat.
Pada akhir scene, rokok U-Mild menyampaikan narasinya tentang cowok. Baginya, kalau sudah terlanjur cinta, cowok tidak akan pandang bulu. Artinya, tidak akan peduli bulumu sepanjang apa dengan visual subyek yang dicintainya tersebut.
- Cowo Tau: Tau Kapan Harus Bohong
Iklan ini ditampilkan dengan visual seorang cowok yang kencan dengan seorang cewek. Cewek tersebut kemudian menyuguhkan makanan yang dimasaknya sendiri. Ketika diminta memberi tanggapan atas makanan tersebut, si cowok mengacungkan tangan kirinya. Ibu jari dan telunjuknya membentuk lingkaran, sedang tiga jari lainnya tegak. Ini isyarat kalau masakannya enak.
Cewek tersebut menampakkan ekspresi bahagia dan pergi meninggalkan meja. Pada saat bersamaan, si cowok kemudian menoleh ke belakang dan menampakkan ekspresi tidak suka. Ini isyarat kalau sebenarnya masakan itu tidak enak.
Rokok U-Mild menutup iklannya dengan narasi, cowo tau kapan harus bohong. Narasi ini seolah mengamini stigma di masyarakat kalau cowok banyak bohongnya. Stigma lain menyatakan kalau cowok lebih pandai berbohong daripada cewek. Hal itu dikuatkan dengan dalih, cowo lebih memakai pikiran daripada perasaan.
Apapun stigma yang diamini rokok U-Mild, narasi tersebut jelas arahnya. Rokok U-Mild ingin membangun pola pikir masyarakat, bahwa cowok mesti pandai menyiasati kebohongan. Hal itu berimbas pada stigma baru, bohong itu perlu.
- Cowo Tau: Harus Pinter Bagi Waktu
Versi yang terakhir ini, masih memvisualkan hubungan cowok dengan cewek. Keduanya sedang makan di sebuah tempat. Si cowok hendak menyuapkan sesendok makanan untuk si cewek. Menariknya, suapan tersebut digeser ke arah kiri dan si cewek mengikutinya. Ternyata, hal tersebut dilakukan agar si cowok bisa melihat televisi yang ada di belakang si cewek.
Layar televisi tersebut menampakkan papan skor sebuah pentandingan. Artinya, perlakuan si cowok kepada si cewek bertujuan agar dirinya bisa melakukan dua hal sekaligus. Kata orang, sambil menyelam minum air, kembung deh. Menurut rokok U-Mild, cowo itu harus pinter bagi waktu.
Narasi rokok U-Mild tersebut seolah-olah menunjukkan hanya cowok yang harus pintar membagi waktu. Antara waktu untuk bekerja, waktu untuk kekasih tercinta, waktu untuk hobi semata, bahkan waktu untuk membuat kebohongan tepat guna.
Kalau dicermati kembali, narasi-narasi yang dibangun oleh iklan rokok U-Mild memang cenderung maskulin. Barangkali, hal ini pun terkait pada pembangunan stigma bahwa perokok itu laki-laki. Pernah nggak sih, mendengar kampanye ini, lanang kok ora ngerokok—jan ra lanang blas! Padahal, nenek buyut saya itu perokok berat. Mau bagaimana lagi kalau iklan rokok sampai hari ini masih terus dibatasi? Ya sudahlah yhaaa~