Begini-begini, saya sering banget bosen sama satu tongkrongan. Akhirnya, saya memilih untuk memutari kota untuk nyari tempat tongkrongan baru. Nah, setelah dapat, biasanya saya nongkrong di tempat baru itu agak lama dan memperhatikan kondisi di sekitarnya. Saya biasa nyari tempat yang ada banyak orang. Selain untuk lihatin mbak-mbak gemes, saya juga sering dapet insight menulis dari tempat yang baru saya kunjungi.
Seperti di tulisan ini, saya dapat pengetahuan baru. Kalau ternyata, masih ada tongkrongan yang kalau dilihat dari banyaknya pelanggan yang datang, dalam satu malam bisa meraup cuan satu juta lebih. Kalau satu bulan, ya berarti hampir tiga puluh jutaan. Kalaupun dihitung laba bersihnya, paling, ya, hanya dipotong setengahnya.
Di balik kemegahan itu, saya melihat adanya keganjilan. Yakni saat saya ke kamar mandi yang berada di dekat dapur tempat tongkrongan tersebut. Walaupun hanya sekilas, saya sangat yakin bahwa di tempat nongkrong tersebut, dalam memasak, masih menggunakan tabung gas 3 kg. Saya melihat ini, dari ciri khas tabung tersebut, yang berwarna hijau dan ada semacam stempel bertuliskan, “Hanya untuk masyarakat miskin”.
Lantas, apa yang salah kalau sebuah kafe besar menggunakan tabung gas 3 kg? Begini, setelah saya melihat itu, saya pun penasaran. Apakah sebuah kafe yang penghasilan per malamnya hampir sama dengan gaji ASN yang baru diterima, itu boleh atau tidak menggunakannya?
Setelah saya cari-cari, saya nemu artikel. Dalam artikel tersebut, dicantumkan beberapa peraturan yang dibikin oleh pemerintah. Salah satunya mengatakan, “Penyediaan dan pendistribusian LPG tabung gas 3 kg, hanya diperuntukkan bagi rumah tangga dan usaha mikro.” Kalau nggak percaya, cek aja pasal tiga ayat satu peraturan presiden nomor 104 tahun 2007 tentang penyediaan, pendistribusian, dan penetapan harga LPG.
Di situ sudah jelas tercantum, tabung gas 3 kg tersebut hanya boleh digunakan untuk keperluan rumah tangga dan juga usaha mikro. Di sini, baca baik-baik. Usaha mikro. Bukan yang udah gede dengan penghasilan hampir satu juta semalam yang merupakan perolehan minimal kalau dilihat dari ramainya pengunjung. Jujur, saya memang bukan anak hukum, pemerhati hukum, atau apalah yang pokoknya ada hubungannya sama sukum. Namun, kan, saya warga negara yang di dalamnya sudah ada peraturan yang dibuat dan diberlakukan. Jadi, ya, nggak salah dong kalau saya ngambil dari kacamata hukum?
Walaupun tanpa didasari oleh peraturan, sebenarnya, kejadian begini juga bisa dilihat dengan kacamata orang biasa. Soalnya begini. Saya sering banget kumpul sama orang-orang di desa. Kalau lagi kumpul, rasanya kurang nikmat jika nggak ada obrolan. Nah, obrolan itu, biasanya bertemakan masalah kecil sehari-hari. Mulai dari naiknya harga beras sampai gosip tentang tetangga paling baru.
Salah satu yang sering juga dibicarakan, biasanya perkara kelangkaan tabung gas 3 kg ini. Nggak sedikit loh, orang-orang di kampung saya yang tiba-tiba memakai tungku tradisional untuk memasak. Ya, mereka harus mencari kayu dulu, atau jika memang sudah ada, mereka langsung mengambilnya dari lumbung tempat kayu-kayu tersebut berada.
Setelahnya, kayu tersebut diangkut menuju tungku. Dimasukkan lewat bawahnya. Kemudian, mereka cari bensin, plastik, atau apa pun yang ketika dibakar aapinya nggak cepat mati. Setelah nemu bensin atau barang-barang tadi, baru mereka meletakkan sedikit demi sedikit bahan untuk dibakar. Nggak bisa langsung ditumpuk lalu dibakar. Apinya rawan mati kalau dilakukan sekaligus. Itu masih harus ditunggu beberapa lama, baru bisa digunakan. Ya, mereka membutuhkan waktu yang panjang untuk menanak nasi.
Orang-orang di desa saya ini, melakukan hal tersebut hanya gara-gara sepele, kehabisan stok tabung gas 3 kg. Kalau dipikir-pikir, kelangkaan atas suatu barang itu bisa saja terjadi karena barang yang ditawarkan nggak cukup untuk memenuhi permintaan. Dalam hal ini, kalau pemilik kafe besar juga menggunakan tabung gas 3 kg, permintaan atas barang tersebut bakal tambah banyak.
Tahu sendiri, kan, kalau kafe-kafe besar dan rame bakal sering-sering ngidupin kompor untuk memasak. Penggunaan gas juga tambah banyak. Kalau yang dipakai adalah tabung gas 3 kg, dalam semalam palingan langsung ganti lagi. Walhasil, kafe tersebut bakal menyedot persediaan tabung gas yang seharusnya digunakan hanya untuk keperluan rumah tangga dan usaha mikro. Dan ya, kalau berlanjut, tabung gas 3 kg yang ada di pasaran bakal cepat habis.
Sasaran utama yang harusnya mendapatkan tabung gas 3 kg itu, bakal sering nggak kebagian dan harus menunggu waktu lama agar bisa membelinya kembali. Itu barang, yang subsidi pemerintah. Tujuannya juga sudah jelas. Bahwa pemerintah mensubsidi hanya untuk sasaran tertentu. Bukan siapa saja dan boleh digunakan untuk apa saja. Jadi, mbok ya ganti ke yang besaran. Atau pakai kompor listrik sekalian. Jangan gara-gara keinginan untuk menekan cost usaha, malah orang-orang biasa yang dikorbankan. Jangan, nggak baik.
BACA JUGA Beberapa Alasan Istri Minta Suami Memasangkan Tabung Gas ke Kompor dan tulisan Firdaus Al Faqi lainnya.