Fans Manchester United adalah kaum yang gelisah. Kompetisi sepak bola di Eropa sudah memasuki penghujung musim. Persaingan juara memanas. Namun, bagi Manchester United, narasinya bukan lagi soal juara, tapi tentang betapa keteteran mereka masuk zona Liga Champions dan kenyataan puasa gelar (lagi).
Bicara puasa gelar, tidak ada yang bisa disalahkan selain diri mereka sendiri. Saya sudah khawatir sejak awal musim ini ketika banyak fans Manchester United yang begitu sombong dan jemawa. Terutama setelah kedatangan Raphael Varane dari Real Madrid ditambah kepulangan Si Anak Emas, Cristiano Ronaldo.
Banyak fans Manchester United yang merasa mereka sudah jadi juara hanya karena “terlihat” keren di jendela transfer. Kenyataannya tragis. Varane kehilangan kekuatan dan kecepatan yang membuatnya menjadi salah satu bek terbaik di dunia. Ronaldo? Sudahlah.
Mendukung tim kesayangan tidak salah, tapi kalau sudah sombong di awal itu namanya bodoh. Oleh sebab itu, ada baiknya fans Manchester United untuk tidak lagi berusaha terlalu keras untuk terlihat keren di awal musim. Jatuhnya sombong dan nggak banget.
Nah, terkait usaha menjadi orang yang nggak sombong, saya menyarankan fans United menata hati. Lebih baik memperbaiki diri lewat beberapa pemahaman berikut.
#1 Butuh penyesuaian
Terkait pelatih, entah itu Mauricio Pochettino atau Erik ten Hag, keduanya memang berhasil membawa timnya juara di kompetisi domestik. Pochettino dengan PSG dan Erik ten Hag dengan Ajax.
Jika memang salah satunya ke Old Trafford, mereka tentunya perlu penyesuaian. Butuh waktu.
Liga Inggris, diakui atau tidak, masih lebih kompetitif ketimbang Ligue 1 (Prancis) dan Eredivisie (Belanda). Tentunya, hal ini sangat berpengaruh terhadap persaingan gelar. Sebagian besar tim Liga Inggris bisa saling tikam bahkan ke tim yang terhitung papan bawah.
Hal ini tentunya akan menjadi tantangan tersendiri bagi pelatih baru Manchester United selanjutnya. Setidaknya bisa keluar dari tekanan ekspektasi, terutama dari fans sendiri.
Erik ten Hag memang mampu menorehkan dua trofi juara Liga Belanda sejak kedatangannya di 2017. Namun, jangan lupa, ten Hag tidak langsung juara di musim debutnya. Kala itu, PSV yang menjadi juara.
Sementara itu, Pochettino, memang lebih berpengalaman di Liga Inggris Namun ingat, dia belum pernah membawa Spurs jadi juara. Yah, kalau soal ini, ada andil dari betapa mediokernya Spurs itu sendiri.
Fans Manchester United, mari belajar sabar untuk mengikis kesombongan.
#2 Jangan sombong dulu
Misalnya. Misalnya, lho, ya.
Pelatih baru Manchester United nanti berhasil mencatatkan kemenangan di laga debut. Syukuri saja hal ini dalam hati. Dirayakan di media sosial juga boleh, tapi nggak perlu berlebihan. Jangan jemawa seperti fansbase resmi Manchester United Indonesia kemarin itu.
Tim besar menang di laga debut itu lumrah. Makin wajar, jika misalnya, ketemu tim yang levelnya di bawah United.
Awal musim, di kondisi tertentu, memang menjanjikan harapan. Pemain masih segar, belum ada drama di luar lapangan yang memecah konsentrasi, dan kompetisi masih seimbang.
Kompetisi liga itu membutuhkan konsistensi selama satu putaran penuh liga sampai akhir musim. Jadi sebagai fans yang belajar bijak, kita tahan dulu euforia sampai akhir musim sembari melihat perkembangan permainan tim saat bertemu tim-tim besar.
Pas menang, kita syukuri saja. Cukup bersyukur tanpa kesombongan. Bukankah kalau bersyukur akan selalu ditambah nikmatnya?
#3 Jangan mencari kambing hitam
Namanya juga manusia. Kita pasti ingin menang terus. Ingin untung terus. Ingin senang terus. Giliran susah, biasanya mencari kambing hitam, tetapi tidak mau introspeksi diri.
Nah, di dunia sepak bola, tentunya kelelahan pasti akan dialami sekaliber Real Madrid sekalipun. Barcelona saja bisa tidak lolos babak 16 besar Liga Champion. Italia tidak lolos ke Piala Dunia 2022.
Dari situ, jika Manchester United nantinya mengalami kekalahan di tangan Erik Ten Hag atau Pochettino, kalau bisa ya jangan hujat sana dan sini.
Melihat besarnya fanbase Manchester United, kita seharusnya sadar bahwa ujaran kebencian bisa dengan mudah jadi narasi utama. Oleh sebab itu, berbekal besarnya fanbase, fans United bisa dengan mudah menyebarkan optimisme, bukan malah mencari kesalahan. Kalau kalahan seperti biasanya, anggap saja bagian dari proses.
Saya maklumi jika harapan yang terlalu tinggi kalian itu pasti akan patah jika diputuskan lawan lalu butuh pelampiasan. Saran saya, ambil cara lain. Kalau kalah, cukup kunci kamar, tidak usah buka medsos, cari makan enak, atau cari hiburan yang sepadan.
Lagian, daripada menghujat sana dan sini capek sendiri. Buang-buang tenaga. Mending galau ya dipendam sendiri. Hal ini malah akan membuatmu terlatih patah hati jaga-jaga jika saya nanti ditinggal nikah kekasih. Sudah siap dan terbiasa.
Jangan tambah beban pikiran pemain dan staf Manchester United. Mereka sudah pusing menghadapi media Inggris yang super jail itu. Apalagi masih ada “beban tim” di depan David De Gea. Sudah. Itu sudah sangat berat.
Penulis: Deddy Perdana Bakti
Editor: Yamadipati Seno