Berhubung saya baru lulus dari Fakultas Ekonomi alias sudah jadi pengangguran secara resmi, ilmu yang nyantol di kepala saya kemungkinan masih fresh. Saya kuliah di jurusan Manajemen yang kurang-lebih mata kuliahnya nggak jauh-jauh dari bagaimana tips jitu mengatur perusahaan agar mendapatkan laba besar dengan biaya yang seminimal mungkin.
Perihal manajemen, ada satu kasus yang beberapa waktu lalu sempat menarik perhatian saya, yakni pada dunia periklanan. Dunia yang selalu menjadi ujung tombak dari sebuah perusahaan untuk memperkenalkan produk yang dibuat kepada khalayak.
Oleh karena merupakan ujung tombak, hal ini dibaca dengan sangat baik oleh beberapa platform mulai dari Facebook, Instagram, TikTok, juga YouTube. Keempat platform tersebut, menyediakan “tempat” bagi para produsen untuk memasarkan produknya. Dan tentunya, harus bayar untuk menggunakan fitur tersebut.
Fitur tersebut mengharuskan penggunanya membayarkan sejumlah uang. Yang ditawarkan adalah jangkauan audiens yang lebih luas dan juga audiens yang lebih tertarget. Hasil yang nantinya didapatkan adalah peningkatan brand exposure, traffic, dan kumpulan leads baru yang tentu sangat penting demi kemajuan suatu perusahaan ataupun bisnis tertentu.
Tapi, walaupun sudah menggunakan jasa iklan, ada satu hal yang jangan sampai dilupakan, yakni tentang desain dan pengaturan iklan yang harus dibikin sedemikian rupa agar banyak orang yang makin tertarik dengan produk yang dibuat. Bisa dengan maksimal dalam menggunakan copywriting, bikin ilustrasi yang menarik, berikan design yang nggak mengganggu mata, dan ya pokoknya kudu bagus.
Sepertinya hal beginian sudah menjadi pengetahuan umum. Tapi, ada juga yang nggak memenuhi kaidah ngiklan yang baik. Salah satu contohnya, yang pernah saya lihat, adalah iklan dari platform yang dibikin lantaran traffic TikTok punya potensi terus merangkak naik. Agar nggak menyia-nyiakan peluang, maka dibikinlah SnackVideo. Ya, kayaknya udah pada tahu ya.
SnackVideo, pada awalnya banyak dikenal publik dengan iklan gateli yang mengiming-imingi penggunanya dengan uang yang bisa didapatkan jika pengguna bisa mengajak temannya dan memasukkan kode redeem. Saya katakan nggateli, lantaran ia sangat memanfaatkan karakter nggak enakan kebanyak orang untuk menolak permintaan seorang teman. Suasana ngopi yang syahdu, kadang langsung rusak saat ada salah seorang teman yang bertanya, “Hapemu ada paketannya, nggak?”
Saya sampai hafal gelagat pengguna SnackVideo yang ngemis ke temannya sendiri untuk ikut menginstal dan aplikasi yang kayaknya sih niru TikTok tersebut. Sebab lebih dulu TikTok ada dua tahun lebih dulu dari aplikasi berlogo kuning-hitam tersebut. Walaupun demikian, dan yang juga bikin saya heran, sejak peluncuran aplikasi tersebut, iklan yang totally annoying tersebut berhasil menggaet pengguna yang sama dengan jumlah pengguna TikTok, yakni kurang lebih seratus juta pengguna.
Selain iklan yang mengiming-imingi penggunanya dapat duit tersebut, SnackVideo juga menggunakan berbagai platform untuk melancarkan pengenalan aplikasinya kepada khalayak. Di Facebook, Instagram, YouTube, dan bahkan turnamen besar Mobile Legends juga tak luput dari sasaran pihak pengiklan.
Langkah yang cukup baik untuk “bakar duit” demi kepentingan iklan. Namun, iklan yang ditampilkan justru bikin sebal saya sebagai masyarakat biasa yang belum mampu beli fitur premium untuk menghilangkan iklan. Misalnya di YouTube, iklan SnackVideo, bagi saya, adalah yang paling-tidak-layak.
Untuk iklan dari platform yang sejenis, saya lihat-lihat masih oke-oke saja. Masih agak ngedit dikit dan memberikan tampilan iklan dengan kualitas yang lumayan. Beda halnya dengan iklan dari SnackVideo, pihaknya hanya menampilkan iklan mas-mas yang fotonya diberi filter jenggot, rambut, dan mata yang malah bikin nggak enak dilihat. Ada iklan yang merupakan potongan video dari penggunanya dan menampilkan kemolekan tubuh, video meme dengan kualitas buruk, video bayi yang diberi lagu nggak jelas, dan beberapa video iklan yang sejenis.
Kalaupun pihak YouTube mau menyediakan fitur langganan khusus untuk menghilangkan iklan dari platform ini, kayaknya bakal banyak yang beli saking nggak jelasnya. Jujur saja, saya sebenarnya nggak masalah kalau harus nonton iklan, apalagi kalau iklannya dibikin dengan baik, menarik, dan enak untuk dilihat.
Salah satu iklan yang paling sering saya lihat adalah video parodi yang dibikin oleh Moonton sebagai developer Mobile Legends. Di sana, ada ragam cerita yang diparodikan dan kemudian dibikin animasi dengan kualitas HD. Saya suka melihatnya dan saya juga jarang skip iklan tersebut. Ada juga dari game mafia yang entah apa saya lupa namanya. Walaupun in gamenya biasa, tapi iklannya itu benar-benar mengundang khalayak untuk penasaran memainkan gamenya.
Coba dah, developer SnackVideo, iklannya dibenerin lagi. Tanpa kalean kasih duit bagi pengguna yang ngajak temannya untuk menginstal aplikasi serupa, kans untuk laku bakal sangat besar. Apalagi kalau diniatin bener sampe bikin animasi, ilustrasi, cerita, atau apalah pokoknya selain yang udah ada. Pokoknya dibagusin dikit aja gitu. Saya yakin banget, kalau iklan dah bagus, khalayak nggak bakal skip iklan tersebut dan bakal tertarik untuk menginstal aplikasinya.
BACA JUGA Aplikasi TikTok Antara Pengguna yang Goblok dan Teknologi yang Mashok dan tulisan Firdaus Al Faqi lainnya.