Ikhwannya adalah sahabat saya. Sebut saja namanya Udin. Saat peristiwa ini terjadi, tidak sampai sepekan lagi beliau akan melangsungkan pernikahan. Saya turut bahagia. Perjuangannya mencari pasangan hidup akan segera berbuah manis. Meski saya sempat kecewa karena ia tak jadi menikah dengan orang yang saya ta’arufkan dengannya. Namun gak apa-apa lah. Namanya jodoh, Allah lah yang berkehendak walau seoptimal apapun kita merasa sudah berusaha. Insya Allah, Udin akan berbahagia dengan Saripah sampai menua dan tiada.
Akhwatnya adalah kawan fb saya. Mari kita panggil ia Mumun. Saya tidak mengenalnya di dunia nyata dan tidak pula dekat dengannya di dunia maya. Kami jarang berinteraksi meski hanya sekedar memberi like apalagi komen. Hanya satu-dua postingannya yang mungkin pernah saya lihat lewat di lini masa saya. Mumun juga tinggal jauh dari saya. Kami berbeda pulau.
Lalu tiba-tiba Mumun menghubungi saya. Meminta izin untuk curhat mengenai jodoh. Beliau merasa putus asa karena di usianya yang sangat matang belum juga menemukan belahan jiwanya. Beliau meminta nasihat. Yang saya sampaikan standar saja. Banyak do’a, dzikir, beristighfar bla…bla…bla…. sambil terus menyemangatinya. Berharap beliau tetap sabar dan berbesar hati menunggu datangnya pasangan jiwa.
Beberapa hari kemudian, Mumun pun menghubungi saya lagi. Beliau kembali bercerita bahwa pernah ada seseorang yang datang menemui orangtuanya. Datang jauh dari Jakarta, meminta izin kepada Ayahandanya untuk meminangnya. Ayahanda setuju. Mumun pun bersedia. Mereka pun mulai membicarakan langkah ke depan. Sang ikhwan berjanji akan datang lagi, membawa keluarganya untuk secara resmi mengkhitbah Mumun. Mumun dan sang ikhwan pun mulai membicarakan masa depan. Sayangnya semua proses yang mereka lalui tanpa sepengetahuan Murobbi masing-masing. Mereka berjalan sendiri.
Sampai akhirnya, sang ikhwan berhenti menghubungi Mumun. Lost contact. Menghilang begitu saja tanpa kabar berita. Mumun pun merasa patah hati, sedih sekaligus malu. Ia tak kuasa melihat kekecewaan di wajah ayah bundanya yang masih terus berharap sang ikhwan datang untuk memenuhi janjinya. Mumun pun juga masih berharap demikian.
Ditengah keputusasaannya, Mumun menghubungi saya. Mendekati saya karena lewat interaksi dunia maya beliau tahu bahwa saya sangat mengenal dekat sang ikhwan.
Yup, ikhwan itu tak lain dan tak bukan adalah si Udin.
Saya jelas mati kutu. Saya memandang kartu undangan yang diantarkan langsung oleh si Udin ke rumah sambil cengengesan. Tak kuasa rasanya memberitahu Mumun bahwa beberapa hari lagi si Udin bakal menikah dengan Saripah.
Dalam hati, saya mengeluh: Ya Allah, aku kudu piyeeeee ?
Lalu terdengar bisikan: “habis akad, lu kudu unyeng-unyeng si Udin. Titik.” ??? Baeqlahhhh!!!
Karena saya gak mungkin melabrak si Udin saat pernikahannya tinggal hari menghitung jari. Ada Saripah dan keluarganya yang harus juga dijaga hatinya.
_______
Dear akhwatifillah.
Ikhwan seperti si Udin ini bukanlah satu-satunya. Banyak sekali akhwat yang patah hati akibat ulah Udin-Udin yang “main belakang” dalam berta’aruf. Dalam waktu bersamaan, Udin berta’aruf dengan lebih dari satu perempuan untuk memilih, memilah dan membanding-bandingkan mereka agar dapat memilih yang dipikirnya terbaik diantara kalian. Mengobral janji khitbah sana-sini, merayu dan menggombal sekenanya. Tentu saja semua dilakukannya tanpa sepengetahuan sang Murobbi.
Jadi untuk itu, saya menghimbau kawan-kawan akhwat untuk lebih berhati-hati dan mawas diri dalam menerima proses ta’aruf. Mungkin diantaranya bisa:
1. Jika ada ikhwan di dunia maya yang mengajakmu berta’aruf, langsung hubungi Murobbiyahmu. Minta sang ikhwan berbicara dulu dengan Murobbiyahmu sebelum datang menemui orangtuamu. Minimal biar bisa dicek dan ricek asal usulnya, siapa Murobbi dan kawan dekatnya serta bagaimana perilakunya. Biar jelas juga apakah benar ia seorang ikhwan, ikhwan-ikhwanan atau bahkan bukan ikhwan.
Tentu hal ini bukan dimaksudkan untuk melangkahi orangtuamu. Hak menikahkanmu tetap berada di tangan kamu dan orangtuamu. Hal ini dilakukan demi menghindari modus yang dialami oleh Mumun. Beberapa kasus malah banyak yang lebih parah dari Mumun. Sang akhwat mengalami penipuan, pencurian bahkan perampasan harta warisan.
2. Jangan mudah terbuai dengan bujuk rayu ikhwan di sosial media. Biarpun terlihat alim dan baik sekalipun seperti malaikat, dirimu harus tetap waspada. Hindarilah meladeni pesan-pesan pribadi yang hanya berisi basa-basi apalagi gombalan laki-laki. Jika memang ia ikhwan sejati, ia tak akan tega mengotori hatinya dan hatimu dengan nafsu membelai-belai hati yang belum halal menjadi miliknya.
3. Segera putus dan jauhi ikhwan tersebut saat ia menolak memberi nomor kontak Murobbinya kepada Murobbiyahmu. Jika ia serius denganmu, maka tidak ada alasan untuk MAIN BELAKANG!!!
Saya rasa cukup segitu dulu ya. Saya menuliskan ini sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama perempuan. Semoga tidak disalahartikan sebagai upaya untuk menghalangi dan mengganggu kebahagiaan orang yaaa. Mohon maaf jika ada terselip kesan menggurui atau menasihati. Sungguh hal itu adalah kelemahan saya dalam menyampaikan kepedulian lewat tulisan.
BACA JUGA Serba Serbi Persiapan Sebelum Menikah atau tulisan Aisha Rara lainnya. Follow Facebook Aisha Rara.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.