Tak ada yang benar dan baik dari sebuah kata yang berbunyi perundungan. Dan itu adalah sebab musabab dari sebuah peristiwa penting bagi negara kita hari ini. Setidaknya kita bisa melihat bahwa hukum masih punya empati di negara kita tersayang. Seorang koruptor, eh, mohon maaf terlalu halus. Saya ulangi, seorang pencuri, maling, manusia tegaan tak berakal budi, diberi keringanan dengan pertimbangan kena perundungan dari masyarakat. Alias, maling tersebut diberi keringanan karena jadi korban bully.
Kiranya hakim yang terhormat memang amat sangat lembut hati dan perasaannya. Kemungkinan selembut dan selicin tepung buat main karambol. Sekali sentil, mental ke sana dan ke sini saking halusnya. Jika saja mau memahami perasaan hakim dengan lebih dalam, tak akan ada yang kontra dengan keputusan blio. Apa yang hakim lakukan ini memang bertujuan untuk meredam budaya merujak dan membully orang lain. Ingat, kita ini orang ketimuran, harus sopan kalau kata Pak Jokowi.
Jika Anda tak mengerti dan belum mau berupaya untuk husnuzan, silahkan saja. Tapi, saya justru amat sangat mendukung komedi manuver dari proses hukum yang modelnya begini. Bukan hal baru sebenarnya, namun saya rasa brilian banget. Jikalau bisa, tingkatkan lagi, dong! Jadi pemerintah harus segera bergerak dengan tangkas dan sat set, biar perubahan segera terjadi.
Tapi, ketimbang membela koruptor yang jadi korban bully, harusnya pemerintah lebih perhatian ke beberapa korban bully yang sesungguhnya. Ketimbang si maling goblok yang nyolong duit bantuan, mending bantu korban bully yang akan saya sebutkan di bawah.
Korban bully pertama, Kangen Band
Jika memang harus menolong dan memberi bantuan berdasar cinta kasih sesama manusia, mereka harus ada di barisan paling depan penerima bantuan. Band yang selalu kena rujak dan bully sejak dahulu kala, nyatanya tetap berdiri tegak. Mereka nggak klemar-klemer dan mengiba minta dikasihani. Mereka nggak sok menderita, mereka tetap berkarya tanpa henti meski hinaan dan cercaan diguyurkan sebadan-badan.
Mereka membuktikan jika mereka adalah kekuatan musik pop melayu yang sesungguhnya. Mau sok-sokan indie dan ngaku nggak tahu Kangen Band, kita tetap tahu kalau itu kebohongan belaka. Semua makhluk Indonesia, minimal sekali dalam hidupnya pasti tahu dan pernah mendengar dan melihat mereka. Nyatanya mereka adalah band yang legendaris, lagunya selalu nempel, dan cocok buat nyanyi bareng. Soal apa yang bisa pemerintah lakukan ke mereka, ada banyak.
Salah satunya diajak kampanye pariwisata di tengah pandemi yang tak berkesudahan. Bisa juga Doni si gitaris dikasih jabatan apa gitu. Komisaris mungkin? Atau wakil komisaris? Lagipula mereka sejak dulu bukan band yang sok-sokan kampanye dan bikin movement anti-KKN, cocok pokoknya di kasih jabatan dan proyek. Itu juga kalau pemerintah dan Kangen Band bersedia. Kalau saya sih, yes!
Korban bully kedua, baliho pejabat
Kasihan, sungguh berat jadi baliho. Sudah kabur kanginan, kena panas dan hujan, masih juga kena perundungan dari cocot nogorojo sosrobahu. Apalagi ujung-ujungnya pasti jadi alas kandang ayam, alas meja warung bakso, tutup kotak bakul bensin eceran, lemek meme gabah (alas menjemur padi), paling moncer jadi alas motong jeroan kambing kurban di masjid. Sudah bermasa depan jelek, masih juga dihina.
Martabat baliho para pejabat harus ditingkatkan dan diberi kesempatan untuk diskusi. Mereka tak salah apa-apa, tapi sering kena hina. Bahkan dicoret-coret dan dilubangi. Sudah mesti tak lagi punya kesempatan jadi alas jeroan kambing kurban di masjid, kandang ayam adalah kepastian. Sudah saatnya mereka diberi ruang untuk protes. Semacam protes pada jargon yang wagu itu. Padahal, yang harusnya dihina bukanlah si balihonya. Harusnya ya, itu, yang gitu, masak nggak mudeng? Semoga tak lagi ada baliho yang dinodai jargon-jargon dan quote cringe lagi di masa depan. Kasihan mereka.
Korban bully terakhir, Presiden kita semua, Pak Jokowi
Blio ini sering kena bully netizen, lho. Blio sendiri mengaku pernah disebut klemar-klemer. Pokoknya kasihan kalau diceritain semuanya. Nggak tega banget saya. Apalagi pak hakim berhati lembut itu, pasti sampai nangis tersedu-sedu dan dleweran tiada terkira. Nah, kasih tiga periode aja gimana?
BACA JUGA Vonis Juliari Batubara: yang Meringankan, yang Memberatkan, yang Membingungkan atau tulisan Bayu Kharisma Putra lainnya.