Damar Kurung merupakan sebuah seni lentera yang berbentuk kubus, terbuat dari bambu dibalut oleh kertas putih yang dihiasi oleh gambar kehidupan masyarakat, misalnya perdagangan di pasar, peribadatan di masjid, bahkan gambar alam seperti pohon, pantai, dan lain sebagainya.
Jika tidak bisa membayangkan wujudnya, atau mungkin kalian lemah untuk berimajinasi, maka silakan belajar ke Spongebob yang punya kotak imajinasi. Jika tidak mau repot-repot belajar ke Spongebob, maka silakan tanya sendiri langsung ke Mbah Google, si mbah yang tahu segalanya. Tinggal ketik “Damar Kurung Gresik”, seketika itu juga Mbah Google memberi tahu wujudnya sesuai dengan apa yang saya maksud, lengkap dalam bentuk gambar, video, dan teks yang menyertainya.
Damar Kurung menjadi icon budaya Kabupaten Gresik yang dipopulerkan oleh Masmundari. Jika kalian tidak kenal Masmundari, maka izinkan saya memperkenalkannya secara singkat, padat, dan jelas seperti jawaban soal ujian sekolah.
Masmundari merupakan seorang seniman perempuan yang hari-harinya diisi dengan membuat dan melukis Damar Kurung yang kemudian blio jual. Kelihaian dan kesehariannya yang bergelut dengan Damar Kurung membuat dirinya populer dan juga sekaligus sukses mempopulerkan Damar Kurung.
Masmundari menjual karya miliknya di lingkungan pemakanan Tlogopojok, Gresik. Jika dihitung selama setahun, blio menjual sekitar 300 buah Damar Kurung. Setidaknya dapat dikatakan, hampir setiap hari blio menghasilkan satu buah Damar Kurung. Coba bayangin seberapa banyak itu, bisa jadi jika dikumpulin semua dapat memenuhi seisi rumahnya.
Lukisan-lukisan Masmundari memiliki tema beragam, mulai dari pasar malam lengkap dengan komidi putarnya, pedagang kaki lima, bahkan gambar pembangunan perusahaan pupuk terbesar di Gresik, yakni Petrokimia. Lantaran Gresik merupakan daerah industri, sehingga tak heran pembangunan industri pupuk tersebut tidak luput dari mata Masmudari. Lukisan dalam Damar Kurung Masmundari menjadi cerminan kehidupan masyarakat Gresik itu sendiri.
Jadi pada zaman dahulu, Damar Kurung sempat redup, tidak begitu dilirik oleh masyarakat. Namun, semenjak kemunculan sosok Masmundari yang karyanya dipamerkan oleh Bentara Budaya Jakarta, maka seketika seni lentera khas Gresik itu meledak di telinga masyarakat.
Termasuk desa saya yang terkena imbas keviralan tersebut. Jika bulan puasa menjelang Lebaran, biasanya anak-anak remas atau remaja masjid, karang taruna, dan warga setempat berbondong-bondong menghias lingkungan masjid dengan Damar Kurung.
Segala kalangan dipersilakan berpartisipasi, bahkan untuk menggambar di Damar Kurung. Jadi, yang menggambar bukan hanya mereka yang pintar menggambar saja. Melainkan mereka yang tidak pandai menggambar, yang gambarannya amburadul, yang gambarannya cekeremes tentu sangat boleh untuk menuangkan ekspresi imajinasi mereka dalam sebuah gambar di media lentera tersebut.
Untuk gambar cukup beragam, bebas lepas sesuai imajinasi yang ada. Mulai dari gambar pedagang kaki lima, gapura desa, simbol-simbol seperti bintang dan bunga, bahkan ada juga yang gambar tokoh fiksi seperti Spongebob. Imajinasi liar anak-anak seolah-olah tumpah di situ semua.
Namun yang pasti, Damar Kurung hasil karya sendiri tersebut menghiasi lingkungan masjid dan sekitarnya menjelang Lebaran. Lebih menarik lagi, ketika lentera-lentera khas Gresik tersebut menghiasi malam Lebaran dengan diiringi suara takbiran keliling. Seolah-olah festival malam hadir ke desa saya.
Begitulah hiruk-pikuk mengenai lentera khas Gresik ini. Namun di luar hiruk pikuk tersebut, ada omongan yang sedikit membakar telinga saya. Omongan tersebut tentang menyamakan Damar Kurung dengan Lampion Cina.
Loh, mirip dari mananya, sih? Heran saya. Jika dalam aspek lentera sih, memang sama-sama lentera yang unik, tapi bukan berarti mirip juga, dong. Daerah asalnya saja sudah berbeda, Gresik dan Cina. Sudah terlihat banget jarak geografisnya yang cukup jauh, dan melelahkan jika kalian ukur jaraknya dengan penggaris plastik anak SD.
Tentunya bukan hanya itu, melihat bentuknya saja sudah berbeda. Jika Damar Kurung berbentuk kubus, Lampion Cina berbentuk bola atau oval. Jika ada yang ngomong mirip, tolong buka lagi buku pelajaran matematika SD kalian, pelajari lagi bab bangun ruang ya, agar bisa membedakan mana bangun kubus dan mana bangun bola.
Untuk warna juga sudah sangat berbeda. Jika Lampion Cina berwarna merah dengan hiasan kaligrafi tulisan Cina atau simbol tertentu berwarna kuning emas, lentera khas Gresik ini memiliki latar belakang yang cenderung berwarna putih dengan hiasan gambar kehidupan masyarakat yang cenderung berwarna beragam dan cerah. Nah, jika masih dibilang mirip, maka perkenankan saya untuk mengantarkan kalian ke dokter mata, mungkin ada yang bermasalah dengan mata kalian.
Jika ditelusuri sejarahnya, memang sih Damar Kurung merupakan akulturasi budaya dari masyarakat Cina dulu. Jadi, pedagang Cina dulu itu sukanya nongkrong untuk berlabuh di Gresik, sebab di Gresik terdapat pelabuhan internasional perdagangan mulai dari Timur Tengah hingga Asia Timur.
Nah, karena adanya masyarakat Tionghoa di Gresik, mau tidak mau budaya mereka juga terserap oleh masyarakat pribumi, termasuk Lampion Cina. Akan tetapi, lambat laun Lampion tersebut termodifikasi sedemikian rupa, hingga memiliki ciri khas unik sebagaimana yang dikenal sekarang sebagai Damar Kurung.
Namun, bukan berarti harus memirip-miripkan antara Damar Kurung dan Lampion Cina, meskipun ada akulturasi budaya di sana. Keduanya memiliki ciri khas gaya seni budaya masing-masing. Keduanya terlahir dari daerah yang berbeda satu sama lain. Oleh karena itu, amat kurang sopan jika dikatakan mirip satu sama lain. Marilah menikmati dan melestarikan budaya itu saja, maka sudah lebih dari cukup.
Sumber Gambar: Disparbud.gresikkab.go.id
BACA JUGA Mentang-mentang Saya Keturunan Tionghoa, Bukan Berarti Saya Bisa Bahasa Cina dan tulisan Mohammad Maulana Iqbal lainnya.