Sebagai warga negara Depok yang merantau di Jogja, saya senang sekali melihat kendaraan berplat nomor “B (angka) E**” atau “B xxxx Z**”. Rasanya kayak ketemu saudara, walau level saudaranya cuma saudara seper-Depok-an di Jogja. Oh iya, penyebutan diri sebagai warga negara Depok bukan tanpa alasan. Bagi saya, Depok emang lebih cocok dijadikan negara bahkan planet dibanding Bekasi. Sori untuk sobat Bekasi, Depok emang lebih keren dan beda.
Di bio Instagram, saya mengaku sebagai penghafal kode plat kendaraan atau istilah resmi kepolisiannya: Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB). Sewaktu masih di daerah asal, saya selalu penasaran dengan huruf dan angka di depan juga belakang kendaraan itu. Kok suka nemuin yang huruf dan angkanya nyusun sebuah nama gitu. Mirip anak alay 2000-an ngetik.
Saya pikir, B itu singkatan dari Bogor. Ini asumsi karena di Depok banyak kendaraan berplat B, dan Bogor adalah tetangga dari kota belimbing ini. Mungkin orang Depok beli motornya di Bogor, pikir saya waktu itu. Maklum, main saya kurang jauh. Sekalinya ke Jakarta pun, melihat banyak kendaraan berplat B malah membuat saya berpikir, Oh, orang Jakarta beli motor-mobilnya juga di Bogor.
Inilah, Bunda, mengapa jika anak memiliki rasa penasaran yang tinggi harus terus diberi dampingan. Tentunya agar tidak menimbulkan sesat pikir. Hahaha.
Dari rasa penasaran ini, saya pun mulai mencari tahu dan menghafal. Paling nggak, macem F untuk Bogor, AB untuk Jogja, AD untuk Solo, D untuk Bandung, DK untuk Bali, atau dua huruf berawalan B untuk kendaraan asal Sumatera sudah dihafal. Sebenarnya di huruf-huruf tersebut bukan hanya menunjukkan satu daerah saja, bisa jadi ada daerah pembagian lainnya. Lengkapnya coba cari sendiri, kalau dijabarin semua tulisan ini akan berganti judul jadi “Daftar Kode Plat Kendaraan di Indonesia”.
Selama merantau, saya menemukan hal menarik melalui TNKB. Selain bahagia bertemu saudara seper-Depok-an, saya jadi paham stereotip orang lain terhadap daerah tertentu. Lucunya, stereotip ini terlihat dari cara berkendara. Salah seorang teman di daerah rantau pernah misuhin mobil berplat B lantaran menurutnya berkendara sembrono di jalan raya. Tak lama, dia ngeluh ke saya, “Pantesan, orang Jakarta!”
Sebagai warga negara Depok yang sesama marga plat B, timbul perasaan gimana-gimana dengar ucapan bernada sebal itu. Perasaan gimana-gimana ini juga bisa berlaku buat warga Tangerang dan Bekasi. Memang sepatutnya masyarakat bermarga B harus menghormati budaya berkendara di daerah-daerah lain yang sedang disinggahi. Atau apa perlu dibuatkan buku pedoman berkendara di daerah A, B, C?
Pemberian kode plat ini nggak lepas dari peran Inggris yang saat itu baru menduduki Batavia. Kode-kode tersebut digunakan pada kereta kuda agar mudah dikenali. Kurang lebih fungsinya sama lah kaya TNKB yang nunjukkin wilayah asal kendaraan.
Mulanya huruf B diberikan untuk kendaraan di Batavia karena wilayah tersebut berhasil diambil alih oleh batalion B. Pemberian huruf-huruf ini kemudian diikuti daerah lain seperti Surabaya yang berhasil diambil alih oleh batalion L.
TNKB emang bisa jadi sarana identitas bagi si empu kendaraan, terutama mobil. Bukan hanya dilakukan oleh instansi pemerintahan, masyarakat sipil beruang juga ikutan. Mungkin biar pas parkir di keramaian, dipanggil tiga kali mobilnya bisa nyaut.
“B 464 S”, “D 1 NA”, “AB 4 S”, “F 4 NI”, dst.
Kan, jadi kayak guru lagi ngabsen.
Sebenarnya modifikasi plat nomor adalah perbuatan melanggar hukum. Peraturan tersebut ada pada UU 22/2009 tentang LLAJ Pasal 280. Di UU ini, dijelasin tiap pengendara yang nggak mengendarai kendaraan dengan plat yang ditetapkan kepolisian Indonesia bakal diancam penjara dua bulan dan denda maksimal lima ratus ribu.
Tapi, ada cara legal yang ditawarin polisi buat masyarakat beruang bikin nomor cangtip. Legalitas ini diatur dalam PP 60/2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Di lampiran PDF-nya tertulis nominal yang harus dibayar untuk penerbitan Nomor Registrasi Kendaraan Bermotor (NKRB) pilihan. Bagi sobat misqueen, termasuk saya, sudah pasti haram hukumnya memodifikasi plat kendaraan.
Untuk NRKB pilihan empat angka dengan huruf di belakang dibanderol Rp5 juta dan tanpa huruf dihargai Rp7,5 Juta. NRKB tiga angka dengan huruf di belakang Rp7,5 juta, tanpa huruf bisa Rp10 juta. Sedangkan NKRB pilihan untuk dua angka dengan huruf seharga Rp10 juta dan tanpa huruf mencapai Rp15 juta. Di tingkat sultan, NRKB pilihan satu angka dengan huruf di belakang dihargai Rp15 juta, dan yang tanpa huruf mencapai Rp20 juta.
Custom plat nomor aja bisa dapet helm bonus motor bebek baru. Belum lagi, jika setelah lima tahun pengin pakai nomor yang sama, biaya yang harus dibayar juga sama dengan harga pemesanannya. Hadeeeh. Syukur-syukur kalo kamu beli kendaraan baru, tiba-tiba hoki TNKB ngebentuk nama si empu kendaraan. Biar nyaut pas dipanggil~
BACA JUGA Niat Amat Sih Pakai Pelat Nomor Palsu TNI/Polri demi Tembus Sistem Ganjil Genap?
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.