Culture Shock yang Dirasakan Orang Banyumas Ketika Merantau di Pasuruan: Sudah Siap Batin Kena Mental Logat Jatim, eh Justru Sebaliknya

Pasuruan Ideal, Lebih dari Kota dengan UMR Tertinggi di Indonesia (Unsplash) banyumas, pandaan, bangil

Pasuruan Ideal, Lebih dari Kota dengan UMR Tertinggi di Indonesia (Unsplash)

Saya kira saya akan kena mental saat merantau ke Pasuruan. Justru sebaliknya. Saya, yang orang Banyumas, malah bikin kolega di Pasuruan terkaget-kaget

Stereotipe yang berkembang gini: orang Jawa Tengah memiliki gaya berbicara soft spoken. Selalu menjunjung tinggi unggah-ungguh sebagai upaya menghormati sesama. Berbanding terbalik dengan paradigma yang mengatakan bahwa orang Jawa Timur memiliki watak keras dan kalau ngomong suka teriak-teriak.

Hal itu diperkuat dengan testimoni dari teman-teman yang merantau ke Pasuruan. Banyak sekali yang nggak betah, bahkan sampai ada yang mengajukan resign karena faktor teman. Katanya, orang sana suka marah-marah, hati mungil orang Jateng nggak terbiasa dengan hal itu.

Saya yang memiliki keinginan untuk mencoba keberuntungan merantau di Pasuruan sedikit bimbang karena hal ini. Takut bakal kena mental seperti teman saya yang resign satu persatu. Kan, nggak lucu kalau gugur di tengah jalan karena omongan orang lain. 

Tapi, tekad saya begitu kuat untuk merantau ke Pasuruan karena UMK disana hampir mendekati UMK tertinggi di Indonesia. Persetan dengan mental health, saya akan tetap mencoba keberuntungan. Berharap cerita-cerita yang menyeramkan itu hanyalah fiktif belaka.

Dan ya, betul. Stereotipe, lagi-lagi, bisa terbukti salah, dan bukanlah satu-satunya kebenaran.

Perkataan orang Pasuruan tidak semenyeramkan itu

Dan ya, perkiraanku benar sekali. Gaya berbicara orang-orang Pasuruan berbeda sekali dengan apa yang saya dengar selama ini. Nada suara mereka mampu diterima dengan baik oleh hati mungilku. Namun, tidak bagi otakku karena banyak kosakata yang baru aku dengar dan kosakata sama tapi memiliki makna yang berbeda. 

Seperti kata mari, orang Banyumasan mengartikan mari itu sebagai keadaan sembuh dari sakit. Sedangkan orang Pasuruan mengartikan mari itu selesai. Dulu pas aku baru turun ke gedung produksi, bingung sekali kenapa senior yang menjadi mentorku sering mengatakan mari.

“Durung mari?” tanya seniorku ketika aku mengukur dimensi material. Saya yang waktu itu lagi fokus sama kerjaan mendadak cengo. Dalam batin bertanya-tanya memang siapa yang sakit?

Untungnya otakku bisa langsung memproses maksud dari pertanyaan seniorku. Lalu saya mencoba menjelaskan padanya tentang penggunaan kata “mari” di Banyumas. Seniorku manggut-manggut aja pas itu, dia paham betul kalau Indonesia itu Bhineka Tunggal Ika.

Perbedaan bahasa bisa diatasi dengan cara menggunakan Bahasa Indonesia saat ngobrol. Tapi, karena kalau pakai Bahasa Indonesia dianggap sok jadi anak kota, jadi saya tetap memakai Bahasa Jawa dengan logat ngapak. Yang jadi permasalahannya adalah orang Pasuruan tidak suka dan kerap kali salah kaprah dengan logat kebanggan orang Banyumas ini. 

Saat itu seniorku ada yang bertanya, “Pean wis melu serikat pekerja?” Dengan semangat saya menjawab, “Duruuung.” Sengaja memanjangkan suku kata terakhir seperti yang biasa saya lakukan saat chatingan dengan teman. Tujuannya biar dianggap lebih ramah.

Tapi, seniorku salah menangkap maksudku. Dia langsung njawab, “Gone ngomong nggak isa pendek, ta? Nggak usah dowo-dowo.” Wah, aneh sekali. Dia memintaku menjawab tanpa irama karena dianggap tidak sopan. Sedangkan kalau di Banyumas saat mengucapkan kata harus dipanjangin biar gak dikira jutek.

Orang Pasuruan bikin salting

Barangkali saya memang tidak sopan. Hal ini ditunjukkan pada pemilihan kata “kamu” dalam Bahasa Jawa. Seringnya, saya menyebut koe saat berbincang, sedangkan orang Pasuruan menggunakan kata pean atau sampean. Saya merasa tersanjung ketika dipanggil pean, karena menurut tingkatan Bahasa Jawa, kata sampean dipakai saat berbincang dengan orang yang lebih dihormati.

Penggunaan kosakata Bahasa Jawa orang Pasuruan emang bikin salting. Disana saya sering dipanggil genduk atau nduk. Rasanya adem sekali saat mendengarnya, seperti orang tua yang sedang berbincang dengan anak tercintanya. Jarang-jarang orang Banyumas manggil anaknya gendhuk, paling mas atau mbak aja. Saya saja tidak pernah dipanggil genduk.

Orang Pasuruan masih menggenggam erat basa krama

Bahasa Jawa memiliki tiga tingkatan, yaitu ngoko sebagai bentuk paling kasar atau informal, krama madya dengan tingkatan lebih sopan di tengah antara ngoko dan krama inggil, serta krama inggil merupakan tingkatan paling halus dan penuh hormat. Sebagai orang Ngapak sudah tentu saya menggunakan bahasa ngoko. Jujur, saya nggak bisa pakai Bahasa Jawa halus.

Sebelum bekerja di Pasuruan, saya sudah pernah berkarir di empat pabrik yang berbeda. Saat berbicara dengan atasan, saya tetap menggunakan bahasa ngoko. Lain saat di Pasuruan, disini saat berbincang dengan atasan menggunakan bahasa krama. Saya tahu karena melihat interaksi temanku dengan atasan. Serta, kalau ada kondisi abnormal saya biasanya tanya dulu ke senior tentang sebaiknya gimana caranya menyampaikan kepada atasan. Senior memberikan contoh menggunakan bahasa krama.

Lain orang, lain watak

Meskipun perkataan orang Pasuruan kadang bikin salting dan merasa dihormati. Ada saja orang yang saat berucap bikin nggak enak di hati. Ya, maklum saja namanya juga manusia, beragam wataknya. Ada yang bersikap biasa saja, tapi kesannya seperti jutek. Ada juga yang emang bener-bener nyebelin. Nggak jauh beda dengan paradigma tentang orang-orang Jatim yang beredar.

Untungnya, saya dikelilingi orang-orang baik. Jadinya, tidak perlu kemakan omongan pahit dari orang-orang. Kalau misal ada yang berusaha nyakitin, aku berusaha untuk bodo amatlah, ngapain juga dipikirin.

Penulis: Ratih Yuningsih
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Meninggalkan Keinginan Merantau di Kota dengan UMR Tertinggi di Indonesia, Saya Memilih Pasuruan Sebagai Kota Ideal untuk Merantau

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version