Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Kampus

Cerita Mahasiswa Beasiswa di Universitas Swasta Elit Jogja: Berkah yang Tetap Berat

Diha Maulana Yusuf oleh Diha Maulana Yusuf
26 April 2025
A A
Cerita Mahasiswa Beasiswa di Universitas Swasta Elit Jogja: Berkah yang Tetap Berat Mojok.co

Cerita Mahasiswa Beasiswa di Universitas Swasta Elit Jogja: Berkah yang Tetap Berat (unsplash.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Saat pertama kali masuk ke universitas swasta Jogja ini, saya seperti nyasar ke dunia yang bukan milik saya. Perasaan itu muncul karena kesadaran latar belakang saya jauh berbeda dengan kebanyakan mahasiswa di kampus. Asal tahu saja, universitas yang saya masuki, yang identik dengan warna biru itu, dikenal sebagai salah satu universitas swasta “elit” di Jogja. Biayanya nggak main-main, tapi itu memang sebanding dengan kualitasnya. 

Kebaikan kampus atas beasiswanya yang mengantarkan saya bisa masuk ke sini. Sebuah tiket emas untuk anak dari keluarga pas-pasan seperti saya, yang kalau ikut bayar penuh, mungkin hanya bertahan satu semester saja. Sedikit gambaran,  UKT satu semester bisa untuk membeli Nmax dan itu berlaku untuk semua mahasiswa. Untuk kaum mendang-mending seperti saya, kalau punya duit segitu mending buat beli  franchise Olive Chicken yang laku banget di Jogja. Pasti bisa balik modal cepat. 

Rasa canggung yang tidak bisa terhindarkan

Persoalan yang muncul kemudian adalah, beasiswa itu hanya membayar biaya kuliah dan tempat tinggal. Tidak membayar rasa canggung yang muncul saat teman-teman bolak balik ke  kafe, sementara saya hanya bisa membolak-balik alasan tidak ikut. Beasiswa itu juga tidak menutup rasa minder saat semua orang pakai iPhone dan laptop mahal, sedangkan saya masih mengandalkan laptop bekas mini yang harus dicas terus. 

Mungkin kalimat di atas terdengar tidak bersyukur. Tapi, percayalah, bukan itu maksud saya. Kalimat itu semacam hasil perenungan saya selama awal-awal kuliah di universitas swasta elit itu. Kalau tidak bersyukur, mana mungkin bisa bertahan kuliah. 

Saya tidak malu kok sehari-hari mengenakan sepatu tidak bermerek, ransel butut, baju yang itu-itu saja, motor matic bebek, dan helm warna ijo sisa narik ojek online. 

Saya hanya sedikit terpukul karena sering tidak bisa ikut kegiatan organisasi yang butuh biaya. Bayar seragaman, raker di kafe, hingga patungan buat acara semua perlu biaya. Saya tidak takut terlihat berbeda atau dinilai “nggak pantas”, tapi budaya organisasi yang menurut saya mahal biaya itu sering membuat menghela nafas. Memperluas jaringan tidak bisa untuk semua kalangan kah?

Tekanan tidak kasat mata di kampus swasta elit Jogja

Ada semacam tekanan tak kasat mata yang membuat saya harus berusaha lebih keras. Sebagai mahasiswa beasiswa di sebuah universitas swasta jogja, saya harus pintar, aktif, dan baik supaya bisa diterima. Saya tidak boleh malas, tidak boleh gagal karena merasa keberadaan saya di kampus ini selalu dalam status “ujian kelayakan”. Kalau saya jatuh, takut orang-orang berpikir, “Tuh kan, udah gratisan gatau diri.” Lah anjir, tau diri kan kewajiban semua orang. Wong situ juga kuliah gratisan orang tua. 

Saya tahu, mungkin mereka tidak pernah berpikir begitu. Namun, kepala saya kadung dipenuhi oleh prasangka-prasangka buruk tentang bagaimana dunia memandang orang miskin yang “nyasar” ke ruang-ruang eksklusif.

Baca Juga:

5 Stereotipe yang Saya Dapatkan sebagai Mahasiswa S2 di Universitas Trisakti, Salah Satunya Dicap Aktivis Gemar Demo

UNY yang Dahulu Bukanlah yang Sekarang, Tidak Lagi Kampus Merakyat seperti yang Selama Ini Diromantisasi

Beasiswa memang membantu secara finansial, tapi tidak secara emosional. Kami tetap harus berjuang mengelola rasa minder, rasa ingin diterima, rasa tidak nyaman saat sadar bahwa kami berbeda. Dan, di lingkungan seperti ini, berbeda bisa sangat melelahkan.

Saya masih ingat momen saat teman-teman saya cerita habis liburan ke anu ke sana ke itu, ada yang ikut volunteer ini-itu. Saya hanya diam. Saat giliran ditanya, saya jawab, “Liburan kerja, part time.” “Di mana?” “Di laundry.” “Oh.” Dikuping saya, oh yang mereka ungkapkan terdengar canggung. Saya menyelipkan tawa setelahnya supaya hidup saya tidak terkesan menyedihkan.

Obrolan soal brand fashion, motor, mobil, dan tempat brunch hits Jogja pun sering membuat saya terdiam. Bukan karena saya tidak tertarik, tapi karena saya tidak bisa relate. Ada jurang yang tak kelihatan di antara kami. Jurang yang dibangun oleh uang, lalu diperlebar oleh pengalaman dan orientasi hidup yang jauh berbeda.

Fase penerimaan yang perlu waktu panjang

Kendati tekanan tidak kasat mata itu terjadi berkali-kali, lambat laun saya mulai menemukan napas saya sendiri. Saya mulai menyadari bahwa tidak harus menyesuaikan segalanya. Saya mulai fokus pada hal-hal yang saya bisa, bukan yang saya punya. Menulis sana sini, coba berbagai bisnis, jualan, menjadi sedikit lebih tahu dari orang lain dan menjadi tempat bertanya. Sedikit demi sedikit, orang mengenal saya bukan dari apa yang saya kenakan, tapi dari apa yang saya kerjakan.

Saya mulai belajar berdamai dengan kenyataan bahwa saya tidak bisa punya semuanya, tapi masih bisa berkarya. Saya berhenti memaksakan diri untuk terlihat seperti mereka, dan mulai nyaman menjadi diri sendiri. Dan, yang paling penting, kesadaran bahwa saya tidak sendiri. 

Banyak mahasiswa lain yang juga datang dari latar belakang sederhana, tapi diam-diam terus berjuang dengan cara masing-masing. Menjadi mahasiswa dari keluarga tidak mampu di universitas swasta elit Jogja memang bukan perkara mudah. Tapi. bukan juga perkara mustahil. Privilese itu nyata, tapi bukan berarti kita yang tidak punya harus mundur. Justru karena tidak punya, kita belajar lebih cepat untuk bertahan.

Kita mungkin tidak bisa ikut semua gaya. Tapi, kita bisa ikut membuat perubahan. Kita mungkin tidak punya banyak uang, tapi kita punya banyak alasan untuk terus maju. Dan, di balik semua perjuangan diam-diam itu, kita tetap melangkah. Dengan kepala tegak. Dengan harga diri yang utuh.

Penulis: Diha Maulana Yusuf
Editor: Kenia Intan 

BACA JUGA Kuliah di Mana pun Itu Sama Saja Adalah Omong Kosong yang Terus Dipertahankan

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya

Terakhir diperbarui pada 26 April 2025 oleh

Tags: kampus elit jogjakampus swasta elituniversitas Jogjauniversitas swastauniversitas swasta Jogja
Diha Maulana Yusuf

Diha Maulana Yusuf

Mahasiswa Ekonomi yang tertarik dengan isu-isu di masyarakat. Berasal dari pesantren dan sedang mencari titik temu antara studi ekonomi dan agama.

ArtikelTerkait

Kampus Swasta Masih Jadi Anak Tiri dan Ditakuti Masyarakat (Unsplash)

Kampus Swasta Masih Jadi Anak Tiri dan Menyandang Stigma Negatif di Mata Masyarakat

11 September 2024
5 Stereotipe yang Saya Dapatkan sebagai Mahasiswa S2 di Universitas Trisakti, Salah Satunya Dicap Aktivis Gemar Demo

5 Stereotipe yang Saya Dapatkan sebagai Mahasiswa S2 di Universitas Trisakti, Salah Satunya Dicap Aktivis Gemar Demo

25 September 2025
Membayangkan Betapa Nelangsa Jogja kalau UGM Tidak Pernah Berdiri Mojok.co

Membayangkan Betapa Nelangsa Jogja kalau UGM Tidak Pernah Berdiri

3 April 2025
4 Pertanyaan yang Bikin Muak Mahasiswa UMY saking Sering Ditanyakan Mojok.co kampus muhammadiyah

4 Pertanyaan yang Bikin Muak Mahasiswa UMY saking Sering Ditanyakan

18 November 2024
UNY yang Dahulu Bukanlah yang Sekarang, Tidak Lagi Jadi Kampus Merakyat seperti yang Selama Ini Diromantisasi Mojok.co

UNY yang Dahulu Bukanlah yang Sekarang, Tidak Lagi Kampus Merakyat seperti yang Selama Ini Diromantisasi

20 Agustus 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Menanti Gojek Tembus ke Desa Kami yang Sangat Pelosok (Unsplash)

“Gojek, Mengapa Tak Menyapa Jumantono? Apakah Kami Terlalu Pelosok untuk Dijangkau?” Begitulah Jeritan Perut Warga Jumantono

29 November 2025
6 Hal Sepele, tapi Menyebalkan Saat Zoom Meeting Mojok

6 Hal Sepele, tapi Menyebalkan Saat Zoom Meeting

30 November 2025
Suka Duka Pengusaha Kecil Jualan Live di TikTok: Nggak Ada yang Nonton, Sekalinya Ada yang Nonton Malah PHP

Suka Duka Pengusaha Kecil Jualan Live di TikTok: Nggak Ada yang Nonton, Sekalinya Ada yang Nonton Malah PHP

3 Desember 2025
8 Alasan Kebumen Pantas Jadi Kiblat Slow Living di Jawa Tengah (Unsplash)

8 Alasan Kebumen Pantas Jadi Kiblat Slow Living di Jawa Tengah

3 Desember 2025
Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

2 Desember 2025
Pengalaman Transit di Bandara Sultan Hasanuddin: Bandara Elite, AC dan Troli Pelit

Pengalaman Transit di Bandara Sultan Hasanuddin: Bandara Elite, AC dan Troli Pelit

1 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.