#5 “Tidak ada yang protes.”
Mungkin Anda mengira masalah Jogja hanya seputar pertanahan, upah, dan pariwisata. Tapi Jogja juga punya masalah agraria lain, yakni perihal pertambangan. Pada tahun 2018, para petani di Kulon Progo melakukan protes menolak tambang pasir besi di wilayahnya. Bahkan sudah berjalan selama 5 tahun.
Bagaimana Sultan menanggapinya? Blio memandang sudah tidak ada yang protes perihal tambang pasir besi ini. Menurut Ngarso Dalem, protes sudah beralih ke pembangunan New Yogyakarta International Airport (NYIA). Tapi apa benar para warga Kulon Progo ini sudah narimo ing pandum, menerima penambangan pasir besi yang merusak mata pencaharian mereka?
Tahun 2022 menjadi peringatan 15 tahun perlawanan para petani terhadap tambang pasir besi. Lho, katanya sudah tidak ada yang protes? Kok sampai hari ini masih saja ada penolakan terhadap tambang pasir besi ini? Yo embuh sih, pokoke ISTIMEWA!
#6 Tolak jalan tol masuk Jogja?
Jogja memanas pada tahun 2018. Aksi pembakaran pos polisi UIN Sunan Kalijaga dengan tajuk “bunuh Sultan” menjadi headline utama. Belum lagi opini keluarga Kraton yang bernada mengusir keturunan Tionghoa. Tapi bagi saya ada opini tentang pembangunan jalan tol di Jogja lebih menarik. Karena saya jadi penasaran makna “Sabda Pandita Ratu tan keno wola wali.” Yang artinya sabda Raja tidak boleh plin –plan.
Sultan menyatakan keberatan pada rencana pembangunan tol yang akan memasuki Jogja. Terutama karena melintasi area Prambanan yang penuh peninggalan sejarah. Realitanya? Hari ini sudah dimulai proses pelepasan lahan untuk jalan tol. Dengan dalih tol gantung, penolakan Ngarso Dalem di tahun 2018 menjadi cerita lama.
Masalah cagar budaya, toh rencana jalan tol ini akan bersinggungan dengan salah satu Masjid Pathok Negoro. Masjid yang sejatinya menjadi tanda wilayah Kasultanan Yogyakarta.
#7 NRIMO ORA MANGAN!
Masalah kemiskinan di Jogja bukan hal baru. Bahkan pada 2019, isu angka kemiskinan ini sudah mengkhawatirkan. Meskipun mengalami penurunan dari tahun 2018, Jogja masih jadi daerah paling miskin di Jogja, bahkan rangking 12 di seluruh Indonesia. Dan sampai hari ini, Jogja belum mentas dari pusaran kemiskinan ini.
Bagaimana Ngarso Dalem menanggapi angka kemiskinan menurut BPS ini? “Masyarakat itu nrimo ora mangan, tapi ternaknya cukup,” ujar blio. Sultan juga mengedepankan masyarakat Jogja yang terlihat miskin, hidup berlantai tanah, tapi punya ternak.
Menurut saya, ini adalah puncak opini ra mashok Ngarso Dalem. Pembiaran terhadap kemiskinan membuat masyarakat Jogja terjebak di dalamnya. Dan hingga hari ini, masih setia di papan atas daerah paling miskin di Jawa.
#8 “Yang perintahkan lockdown harus beri makan!”
Tahun 2020 memberi tamparan keras pada Jogja. Pandemi Covid-19 mulai masuk dan mengancam kehidupan rakyat. Untuk mengatasi pandemi mematikan ini, banyak warga melakukan aksi sporadis. Mulai dari desinfeksi wilayah, sampai melakukan lockdown kampung. Bagaimana Sultan Jogja menanggapi ini?
“Kalau lockdown itu terjadi, yang memerintahkan lockdown itu harus memberi makan setiap orang di wilayahnya,” ujar Ngarso Dalem. Banyak yang menilai opini ini melemahkan pengawasan terhadap pandemi yang baru masuk. Dan terbukti, beberapa tahun berikutnya Jogja mengalami ledakan angka positif COVID-19.
Meskipun Jogja menerapkan PPKM ketat, toh urusan makan malah diselesaikan dengan aksi sosial masyarakat. Dan Danais memberi pagar alun-alun yang ga penting itu.
#9 “Aku ora kuat ngragati.”
Apakah pada tahun 2021 Jogja bangkit dari pandemi? Ternyata tidak. Wajar sih, karena seluruh dunia berlutut di hadapan COVID-19. Tapi bagaimana Sultan menghadapi pandemi selaku gubernur Jogja? Apalagi pada tahun ini terjadi peningkatan angka positif Covid-19 di Jogja. Lockdown menjadi harapan untuk mencegah virus ini makin merajalela.
Sultan mengaku tidak mampu membiayai hidup warga jika dilakukan Lockdown. “Aku ora kuat ngragati,” ujar blio. Suara gotong royong warga untuk melawan pandemi menjadi pilihan. Tentu ini dikritik para ekonom, karena sudah jadi kewajiban pemerintah untuk melakukan rebudgeting ketika pandemi.
Di mana Danais? Tentu saja kembali menjadi dana hibah beautifikasi Jogja yang istimewa.
#10 “Klitih itu by design”
Cukup sulit untuk memilih sikap Ngarso Dalem yang ra mashok pada 2022, karena memang sangat banyak. Mulai dari masalah SG, pengupahan, dan penanganan pandemi. Kalau saya tulis semua, bisa jadi artikel tersendiri. Namun bagi saya, opini Sultan yang kebangetan adalah masalah klitih, sebuah opini yang menjadi pembiaran terhadap fenomena berbahaya ini.
Sultan berpandangan bahwa isu klitih ini dibesar-besarkan. “Mungkin teman-teman tidak merasa kalau itu by design misalnya, jadi supaya klitih ini diperpanjang terus menjadi sesuatu yang akhirnya dinyatakan Yogya tidak aman dan nyaman,” ujar Sultan.
*******
Sebenarnya masih banyak jejak perjalanan Jogja yang terus dibiarkan nelangsa. Dan sampai tulisan ini saya tutup, masalah satu dekade ini tidak ada yang selesai. Jogja yang semenjana tetap ruwet dengan berbagai opini dan keputusan pemerintah daerah. Yah, semoga 10 tahun ke depan tulisan saya sudah tidak relevan. Kalaupun masih, ya nggak kaget sih. Istimewa og!
Penulis: Prabu Yudianto
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Jogja Provinsi Termiskin: Matur Nuwun Raja dan Gubernur Jogja