Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Buruh Membaca Buku, Apa Pentingnya?

Khotib Nur Mohamad oleh Khotib Nur Mohamad
5 September 2019
A A
buruh

buruh

Share on FacebookShare on Twitter

Semoga judul tulisan ini tak berlebihan. Ada uneg-uneg dari dalam yang ingin muncul. Dari seorang buruh setengah kasar. Keseluruhan jam kerjanya dihabiskan— sebagian di depan komputer, sebagian lagi berlaku seperti seorang office boy; menyapu, pel, kosrek lantai, kadang juga membersihkan semacam selokan.

Nah, kebetulan dulu saat di kampus, ia karib dengan kebiasaan membaca dan diskusi. Tema-tema perbincangan seputar politik, pendidikan, agama, dan tentu saja filsafat dan ideologi. Sebentar, saya tidak akan membahas bagaimana implementasi seorang buruh yang punya kebiasaan membaca akan melakukan perlawanan terhadap perusahaan raksasa kapitalis. Tulisan ini tidak akan membahas manifestasi pembacaan Das Kapital oleh kaum proletar seperti itu. Sebab, penulis juga tidak tahu si buruh kita ini pernah punya pengalaman perlawanan atau tidak sama sekali.

Konon, orientasi mburuhnya sendiri hanya sebatas membantu atasan agar pekerjaan bisa rampung dengan rapi. Alasan utamanya, jika pekerjaan kacau, hasil rapor merah, itu menentukan karier si atasan—yang akan berdampak buruk juga bagi kesehatan ekonomi keluarganya. Apalagi kalau sampai dipecat, kalau si buruh ini sih masih muda, bisa cari kerjaan lain. Hanya sebatas itu.

Sementara pada lingkaran lamanya jauh di luar kota antar provinsi sana, kawan-kawan atau para kameradnya sekalian tetap rutin menggelar acara diskusi. Bahkan intensitas diskusinya bisa sampai tiga kali dalam seminggu. Di kampus-kampus, tempat tongkrongan, dan lain-lain. Tentu saja dilakukan bersamaan dengan tradisi membeli eehh membaca buku yang begitu maniak. Mereka semua, teman si buruh, adalah para dosen atau pengajar muda dan mahasiswa. Melihat pemandangan tersebut dari jauh, akhirnya membuat si buruh melakukan semacam studi banding. Dimulai dari satu pertanyaan; apa bedanya pembacaan dan diskusi yang dilakukan antara kaum akademisi tersebut dan dirinya yang sebagai kaum buruh kota?

Apa pentingnya membaca buku? Kalau dulu sebagai akademisi sih minimal bisa buat modal si buruh tebar pesona di ajang diskusi. Menarik perhatian para ciwi-ciwi untuk paling tidak bisa show up di medsos bahwa kita adalah pria SJW. Setiap hari, bahan bacaannya sungguh tepat sasaran, bisa buat cangkeman di kelas, nanti pulang cangkeman lagi di organisasi maupun di acara diskusi-diskusi lainnya. Pol mentok, bikin ritus aksi massa yang berujung pada tenggorokan kering dan terbakar gosong sinar mentari.

Hemat kata, membaca buku bagi para akademisi memang perlu, karena tema obrolan dalam pergaulan sehari-hari memang didominasi kebutuhan akan wawasan yang ndakik-ndakik. Semakin ndakik dan asing istilah-istilah yang dipakai itu berbanding lurus dengan naiknya derajat label personalnya. Ilmu itu jauh di awang-awang, tidak di bumi.

Mirip misalnya seperti cah sastra pwisiie, diksi yang dipakai semaksimal mungkin harus diambil dari entah planet mana. Sebab, kata-kata seperti “penyair jalang”, “perengkuh senja”, akan terdengar lebih yooihhh daripada “tukang becak”, atau “tukang las”.

Kamu bisa bayangkan bagaimana kesepiannya seorang buruh yang punya tradisi membaca buku macam ini?

Baca Juga:

Hidup dengan Gaji UMR Itu Indah, tapi Bo’ong

Dosa Jurusan Pendidikan yang Membuat Hidup Mahasiswanya Menderita

Sebab mustahil, atau setidaknya sulit untuk mengobrol soal-soal misalnya seputar absurditas Camus, filsafat Zen Budhisme, atau kisah bab-bab bagian tradisi kejawen seorang Pangeran Diponegoro, dan lain-lain. Seluruh pengetahuan yang diperoleh dari buku itu, tidak ada ruang untuk diobrolkan di tempat kerja para buruh. Ia nyaris harus disimpan rapi dalam kepala, dan hanya bisa diwujudkan dalam tindakan-tindakan.

Jadi mungkin saja, bagi buruh yang suka membaca Zen, kegiatan serabutan seperti menyapu, pel, mengosrek lantai, mengecat kursi, menambal tembok yang bolong, itu tidak bisa hanya berhenti sebagai suatu gerak berkeringat saja. Tapi ia terpaksa dihayati dengan perangkat pengetahuan dalam kepalanya sebagai tindakan meditatif.

Seorang buruh yang menempil sedikit pengetahuan tentang filsafat sejarah Hegel, misalnya, akan lebih berdaya untuk berasumsi bahwa jabatan dan aturan dalam sistem kerjanya harus dilampaui sebagai sebuah proses sejarah menuju roh mutlak/kebebasan sesungguhnya. Seorang buruh tukang roti pembaca absurdisme Albert Camus, akan berjumpa dengan keputusasaan dalam pencarian arti hidup di tangannnya di tengah kegiatannya membuat adonan roti.

Sementara buruh muslim lain, akan mulai tersadarkan atas pesan pertama Jibril kepada Baginda Muhammad SAW tentang perintah: Iqra’! Bacalah! Padahal, manusia teragung itu adalah seorang bergelar Al-Ummi alias buta huruf. Lalu, sesuatu yang seperti apa dan bagaimana bisa terdiri tanpa kehadiran huruf-huruf yang mampu terbaca? Disinilah, membaca beserta dunia literasinya tidak bermakna sebatas pembacaan tekstual. Tapi ia lebih berarti sebagai suatu gerak “melek” terhadap realitas secara komprehensif. Sederhananya, buruh harus melek keadaan bahwa ia berposisi sebagai seorang pesuruh.

Seorang Cokro yang dijuluki oleh pemerintah kolonial sebagai “Raja tanpa Mahkota” pada masa awal hijrahnya pernah menjadi buruh administrasi sebuah pabrik hasil perkebunan. Pun Pangeran Diponegoro adalah seorang adminstrator tanah ulung sekitar Yogyakarta. Keduanya sama-sama pemberontak elegan kelas kakap, yang sekaligus melek buku dan realitas.

Jadi, apa kiranya yang akan beliau berdua lakukan jika menjadi buruh di era milenial ini? (*)

BACA JUGA Memotret Buku lalu Menguploadnya di Media Sosial itu Sebenarnya Buat Apa, Sih? atau tulisan Khotib Nur Mohamad lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 5 September 2019 oleh

Tags: BuruhLiterasiMembaca BukuPendidikan
Khotib Nur Mohamad

Khotib Nur Mohamad

Bercita-cita menjadi Joko Umbaran atau Joko Lelono.

ArtikelTerkait

Dear, Pemerintah, Gaji Guru Idealnya Segini, Harusnya Lebih Malah

Dear, Pemerintah, Gaji Guru Idealnya Segini, Harusnya Lebih Malah

7 Juli 2023
SpongeBob SquarePants Adalah Buruh Idaman Pengusaha Culas

SpongeBob SquarePants Adalah Buruh Idaman Pengusaha Culas

21 Maret 2023
Di Mata Buruh Pabrik, Tapera Tidak Memberi Manfaat Nyata (Unsplash)

Di Mata Buruh Pabrik, Tapera Tidak Memberi Manfaat Nyata Dibanding Potongan Gaji Lainnya

8 Juni 2024
Cara Saya Berdamai dengan Antrean Peminjam Buku iPusnas yang Tidak Masuk Akal Mojok.co

Cara Saya Berdamai dengan Antrean Peminjam Buku iPusnas yang Tidak Masuk Akal

24 November 2023
Buku 'Semesta Murakami' Adalah Kitab Penting untuk Penulis terminal mojok.co

Belajar Mencintai Buku kepada Maudy Ayunda, Velove Vexia, dan Sherina Munaf

2 Desember 2019
Sistem Pendidikan Indonesia dan Skor PISA yang Buruk, pendidikan era digital

Sistem Pendidikan Indonesia dan Skor PISA yang Buruk

8 Desember 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Yamaha Xeon: Si Paling Siap Tempur Lawan Honda Vario, eh Malah Tersingkir Sia-Sia Mojok.co

Yamaha Xeon: Si Paling Siap Tempur Lawan Honda Vario, eh Malah Tersingkir Sia-Sia

13 Desember 2025
Perbaikan Jalan di Lamongan Selatan Memang Layak Diapresiasi, tapi Jangan Selebrasi Dulu, Wahai Pemerintah Daerah!

Perbaikan Jalan di Lamongan Selatan Memang Layak Diapresiasi, tapi Jangan Selebrasi Dulu, Wahai Pemerintah Daerah!

13 Desember 2025
Rujak Buah Jawa Timur Pakai Tahu Tempe: Nggak Masuk Akal, tapi Enak

Rujak Buah Jawa Timur Pakai Tahu Tempe: Nggak Masuk Akal, tapi Enak

16 Desember 2025
Hal-hal yang Harus Diketahui Calon Perantau sebelum Pindah ke Surabaya agar Tidak Terjebak Ekspektasi

Hal-hal yang Harus Diketahui Calon Perantau sebelum Pindah ke Surabaya agar Tidak Terjebak Ekspektasi

18 Desember 2025
Niat Hati Beli Mobil Honda Civic Genio buat Nostalgia, Malah Berujung Sengsara

Kenangan Civic Genio 1992, Mobil Pertama yang Datang di Waktu Tepat, Pergi di Waktu Sulit

15 Desember 2025
Mojokerto, Opsi Kota Slow Living yang Namanya Belum Sekencang Malang, tapi Ternyata Banyak Titik Nyamannya

Mojokerto, Opsi Kota Slow Living yang Namanya Belum Sekencang Malang, tapi Ternyata Banyak Titik Nyamannya

17 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Upaya Merawat Gedung Sarekat Islam Semarang: Saksi Sejarah & Simbol Marwah yang bakal Jadi Ruang Publik
  • Busur Panah Tak Sekadar Alat bagi Atlet Panahan, Ibarat “Suami” bahkan “Nyawa”
  • Pasar Petamburan Jadi Saksi Bisu Perjuangan Saya Jualan Sejak Usia 8 Tahun demi Bertahan Hidup di Jakarta usai Orang Tua Berpisah
  • Dipecat hingga Tertipu Kerja di Jakarta Barat, Dicap Gagal saat Pulang ke Desa tapi Malah bikin Ortu Bahagia
  • Balada Berburu Si Elang Jawa, Predator Udara Terganas dan Terlangka
  • Memanah di Tengah Hujan, Ujian Atlet Panahan Menyiasati Alam dan Menaklukkan Gentar agar Anak Panah Terbidik di Sasaran

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.