Akhir-akhir ini, linimasa Facebook diramaikan dengan postingan gambar sampul buku disertai keterangan judul buku, penerbit, cetakan, jumlah halaman, dan terakhir, menandai nama teman Facebook untuk mengajak mereka melakukan hal serupa. Tidak ada penjelasan, tidak ada ulasan tentang buku yang diposting, hanya sampulnya. Ini adalah kampanye #favoritebookchallenge.
Sebuah challenge untuk mengajak orang agar ikut memposting buku yang merekai sukai selama tujuh hari berturut-turut, dengan misi menularkan budaya literasi.
Tapi namanya juga orang Indonesia, susah kalo nggak nyinyir terhadap hal apapun. Ada anggapan challenge ini hanya sekadar ajang pamer sampul buku, sekadar gimmick atau ajang nyari prestise.
Kita tahu kalau tingkat literasi Indonesia masih berada di taraf menghawatirkan dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Dari data UNESCO menunjukkan, minat baca masyarakat Indonesia masih berada di peringkat bawah, satu tingkat di atas Botswana.
Menurut saya, salah satu hal yang memengaruhi rendahnya minat baca orang Indonesia, karena mereka belum saja menemukan bacaan yang sesuai. Yah, kalo isi bukunya nggak menarik atau susah dipahami, kita nggak betah berlama-lama menyusuri setiap kata, kalimat, hingga lembaran pada buku.
Saya sendiri, sering mendapati pengalaman membaca seperti ini. Jika bukan karena isi bukunya yang sulit dipahami, pasti jalan ceritanya yang nggak menarik. Jadi, daripada buang-buang waktu, ya mendingan kegiatan membacanya saya hentikan.
Apalagi saya termasuk jenis orang yang jarang memiliki waktu senggang karena kesibukan di kantor. Sehingga, saya nggak punya banyak waktu yang bisa dihabiskan untuk berlama-lama membaca. Tentunya dengan kondisi seperti itu, memilih bacaan yang berkualitas adalah hal yang sangat penting..
Memang nggak bisa dimungkiri, menghabiskan waktu dengan buku-buku yang menarik dan berkualitas adalah sebuah kenikmatan tersendiri. Beberapa buku telah memberikan pengalaman semacam ini kepada saya. Membuat saya, seolah tak ingin beranjak dari setiap lembaran-lembaran kertas dengan ragam ceritanya yang bagus, unik, seru, atau menghibur.
Salah satu contoh buku yang memberi saya pengalaman semacam itu adalah tetralogi buruh karya Pramoedya Ananta Toer. Kemampuan Pram mengolah cerita membuat saya terserap dan merasa menjadi bagian dari ceritanya. Setiap karakter tokoh yang ia bangun, benar-benar kuat.
Selain Karya Pram, ada juga karya John Steinbeck berjudul Dataran Tortilla. Sebuah kisah persahabatan yang sederhana dan jenaka. Membacanya membikin saya mesem-mesem sediri.
Tentu, pengalaman dan kesan-kesan luar biasa saat membaca buku seperti ini, yang ingin kami bagikan lewat #favoritebookchallenge. Agar orang lain bisa merasakan hal serupa. Memang, sebuah cover buku yang diposting dalam challenge ini belum bisa mewakili keseluruhan isi buku. Don`t judge a book by its cover.
Namun, sudah jelas aturan main dalam #favoritebookchallenge, seseorang diminta untuk mengunggah buku yang mereka sukai. Hal ini semacam penanda jika buku yang mereka posting telah memberi pengalaman dan kesan luar biasa.
Selain itu #favoritebookchallenge juga bisa jadi semacam filter untuk memilih buku mana yang patut diprioritaskan atau minimal layak dibaca. Apakah buku dari karya penulis yang sama dengan judul ini lebih baik dibandingkan dengan judul yang itu? Apakah buku John Steinbeck hasil terjemah si ini lebih baik dari pada hasil terjemahan si itu?
Nah, tentu dengan hadirnya #favoritebookchallenge, akan membantu orang-orang untuk menemukan buku bacaan yang berkualitas. Bacaan yang akan mendorong seseorang untuk terus membaca. Saya rasa challenge ini cukup ampuh untuk menjalankan misi tersebut.
Saya sendiri yang ikut meraimakan challenge ini telah mendapatkan komentar-komentar positif yang mungkin bisa jadi awal mula pertemuan mesra antara buku dan pembacanya.
Misalnya, saat hari pertama mengikuti #favoritebookchallenge, saya mengunggah sampul buku Prie GS, berjudul Waras di Zaman Edan. Seorang kawan Facebook kemudian berkomentar “Wah aku kok belum punya buku ini padahal tiga belas buku Pak Prie Ge Es yang lain aku punya.”
Selanjutnya, di hari kedua saya mengunggah buku Dataran Tortilla. Karya John Steinbeck, dan mendapatkan komentar “Wah, saya punya sembilan buku seri novel terjemahan terbitan KPG ini, dan judul ini belum saya punya. Penasaraaaaan…”
Nah, pastinya kalian sudah bisa membayangkan apa yang selanjutnya akan mereka lakukan. Tentu komentar-komentar yang bisa jadi titik awal temu antara buku dan calon pembacanya adalah yang kita harapkan. Titik di mana kesenangan membaca bisa tetap tumbuh.
Jadi, bagi mereka yang mengganggap #favoritebookchallenge hanya sekadar upaya untuk pamer buku, sekadar gimmick atau nyari prestise. Yah, kalian jelas keliru. Satu hal lagi, membaca dan menulis adalah dua hal yang berbeda sehingga, mengunggah buku tanpa mereview isinya setidaknya mempermudah mereka yang masih belum memiliki kemampuan menulis untuk ikut dalam challenge ini. Karena bagi kami, challenge ini adalah sebagai suatu upaya kecil agar spirit literasi bisa tetap tumbuh di tengah masyarakat.
BACA JUGA Menjadi ‘Orang Dalam’ di Penjara Itu Dilema, Diterima atau Ditolak Salah Semua atau tulisan Munawir Mandjo lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.