Derita Hidup di Bugelan, Daerah Terpencil di Wonogiri yang Dibenci Kurir Paket

Derita Hidup di Bugelan, Daerah Terpencil di Wonogiri yang Dibenci Kurir Paket

Derita Hidup di Bugelan, Daerah Terpencil di Wonogiri yang Dibenci Kurir Paket (Pixabay.com)

Desa Bugelan, Wonogiri, adalah tempat yang “dibenci” kurir paket

Orang sering mengenal Kabupaten Wonogiri sebagai produsen mi ayam dan bakso yang enak. Bahkan, kemarin saat saya berkunjung ke Labuan Bajo, tidak ada 5 menit keluar dari bandara, saya langsung ketemu penjual mi ayam bakso Wonogiri. Namun, ini bukan tentang mi ayam.

Ada salah satu kecamatan di Wonogiri bagian Timur yang letaknya berbatasan langsung dengan Kabupaten Pacitan. Jaraknya dari pusat kabupaten sekitar 51 km, dengan jarak tempuh sekitar 1 jam kalau mengendarai mobil, dan bisa sampai 2 jam kalau naik bus Gunung Mulia. Namanya Kecamatan Kismantoro, sebuah tempat yang dulu waktu SMP tidak saya temukan di peta Indonesia. Kecamatan tersebut tergolong sebagai kecamatan cukup pencil, terdapat 10 desa dan saya tinggal di desa yang terpencil dari kecamatan paling pencil ini, aduh sedihnya.

Namanya Desa Bugelan, Kecamatan Kismantoro. Teman-teman sering mewanti-wanti saya untuk mencari pacar orang kota supaya saat menikah, mereka tidak harus naik gunung dan membelah hutan. Saat SMP, saya bersekolah di SMP 1 Kismantoro dengan jarak rumah ke sekolah saya sekitar 9 km dan beberapa kali tidak masuk sekolah karena jalanan tertutup oleh tanah longsor. Pernah juga tergelincir masuk kubangan lumpur hingga saya dikira habis membajak sawah. Tapi itu sekitar tahun 2016. Sekarang jalanan sudah mulai membaik.

Sinyal internet yang aduhai

Sinyal internet juga baru bisa lancar akhir-akhir ini. Namun yang bisa dipakai hanya sinyal telkomsel saja. Saat masih remaja, saya juga sering gagal PDKT karena selalu slow respons balas chat. Gebetan saya juga tidak bisa telepon karena sinyal tidak mendukung. Jadi, beberapa waktu lalu saya memutuskan untuk memasang wifi di rumah. Bukan IndiHome yaa, karena IndiHome belum bisa sampai ke rumah. Saya memakai jasa wifi tetangga saya. Itu pun saya sering sekali komplain karena beberapa kali saya menjadi MC di sebuah acara, tiba-tiba wifi saya mati. Itu benar-benar membuat saya stress.

Hal yang membuat saya menderita lainnya adalah seringnya terjadi pemadaman listrik di Bugelan. Saya kesal sekali karena saat terjadi pemadaman listrik, saya jadi tidak bisa mengerjakan tugas kuliah maupun bekerja. Semua akses internet dan wifi tentu mati total. Sedangkan jika ingin pergi ke tempat lain yang terdapat akses internet, jaraknya cukup jauh. Pernah saya menangis saat ujian akhir semester lalu (saat pandemi), tiba-tiba listrik mati di tengah-tengah ujian. Tentu saya sangat panik dan akhirnya setiap kali ujian, saya tidur di tempat teman saya yang beda provinsi.

Saking kesalnya, beberapa kali saya chat akun official PLN di twitter sambil marah-marah dan curhat kalau dosen saya killer. Namun, tentu hal tersebut tidak mengubah apa-apa, hanya membuat saya lega. Kemarin, saya meminta nomor telepon bapak-bapak petugas PLN dari ketua RW untuk menanyakan kapan listrik mulai hidup karena sudah lebih dari 10 jam mati listrik. Ternyata banyaknya gangguan dari pohon tumbang, tanah longsor, dan semacam itulah yang membuat listrik di tempat saya sering mati.

Baca halaman selanjutnya

Kurir paket “benci” Bugelan…

Kurir paket yang “benci” Bugelan

Namun, penderitaan itu juga masih belum berakhir. Saya yang berkuliah di luar daerah tentu bisa membandingkan bagaimana pelayanan kurir dari desa saya dan daerah lain. Kurir paket tidak pernah mau mengantar sampai rumah. Bahkan beberapa ada yang hanya mau mengantar sampai kecamatan. Padahal jaraknya lumayan jauh, sekitar 9 km. Saya juga pernah meminta untuk diantar ke rumah, namun kurir selalu menolak karena rumah saya yang jauh dan jalanan menuju rumah yang susah. Alhasil, pernah paket saya baru sampai rumah setelah 1 minggu padahal saya tidak pesan pre-order.

Saya juga pernah marah-marah ke kurir karena saat itu saya membeli sebuah tas yang harganya menurut saya agak mahal. Saya rela menabung agar bisa membeli tas tersebut. Namun, tiba-tiba saja kurir telah menyelesaikan pengiriman dengan penerima atas nama saya, padahal saya belum menerima paket tersebut. Saya melihat bukti pengiriman hanya sebuah foto putih yang tidak ada gambar apa-apa selain seperti kilauan cahaya surga. Lha?

Saya panik karena saya pikir ada orang lain yang mengaku sebagai saya dan menerima paket tersebut. Alhasil, saya pergi ke kantor cabang ekspedisi yang jaraknya 15 km dari tempat saya, Bugelan, untuk menanyakan perihal paket yang saya beli.

Salah ora gelem ngaku salah

Namun, sampai sana ternyata kurirnya justru marah-marah. Katanya, daerah saya itu bukan tugas dia dan dia hanya dimintai tolong. Saya bilang kalau seharusnya kurir itu menghubungi saya dulu dan memberitahu paket saya dimana. Namun, pak kurir tetap marah-marah dan bilang itu bukan tanggung jawab dia.

Saya lalu bertanya letak paket saya di mana, dan ternyata paket saya dititipkan ke sebuah bengkel yang terletak di desa lain. Saya jadi tidak habis pikir, kenapa paket saya dikasihkan ke bengkel. Mungkin karena nama second account saya ada embel-embel bengkelnya kali ya?

Setelah saya tanya, ternyata pemilik bengkel ini kenal dengan salah satu tetangga saya. Namun, tentu hal tersebut tidak sebaiknya dilakukan karena bisa saja paket saya tidak diantar ke rumah. Saya akhirnya menuju bengkel untuk mengambil paket saya.

Namun, saat saya sampai bengkel ternyata paket saya tidak ada. Paket tersebut berada di rumah pemilik bengkel yang terdapat di desa lain lagi. Saya benar-benar merasa dongkol hingga salah satu karyawan dari bengkel tersebut menelpon atasannya dan 30 menit kemudian paket saya dibawa oleh pemilik bengkel tersebut. Saya akhirnya pulang dengan perasaan marah dan kesal sekali. Setelah sampai rumah, saya langsung memberi rating bintang 1 pada google maps di ekspedisi tersebut.

Begitulah derita yang sering terjadi ketika saya hidup di Desa Bugelan. Namun, dari semua penderitaan yang saya alami, saya tetap sering merasa kangen kalau sedang pergi merantau jauh dari rumah. Selain karena suasananya yang masih damai, desa ini juga memiliki pemandangan alam yang indah. Jadi, setiap kali pulang rasanya bisa menyegarkan pikiran lagi untuk nanti bisa lebih produktif saat mulai kerja di kota lain.

Penulis: Shelyana Wulandari
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Wonogiri Ramenya Cuma Waktu Lebaran Pala Kau, Main-mainlah Sini biar Paham!

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version