Kurir paket yang “benci” Bugelan
Namun, penderitaan itu juga masih belum berakhir. Saya yang berkuliah di luar daerah tentu bisa membandingkan bagaimana pelayanan kurir dari desa saya dan daerah lain. Kurir paket tidak pernah mau mengantar sampai rumah. Bahkan beberapa ada yang hanya mau mengantar sampai kecamatan. Padahal jaraknya lumayan jauh, sekitar 9 km. Saya juga pernah meminta untuk diantar ke rumah, namun kurir selalu menolak karena rumah saya yang jauh dan jalanan menuju rumah yang susah. Alhasil, pernah paket saya baru sampai rumah setelah 1 minggu padahal saya tidak pesan pre-order.
Saya juga pernah marah-marah ke kurir karena saat itu saya membeli sebuah tas yang harganya menurut saya agak mahal. Saya rela menabung agar bisa membeli tas tersebut. Namun, tiba-tiba saja kurir telah menyelesaikan pengiriman dengan penerima atas nama saya, padahal saya belum menerima paket tersebut. Saya melihat bukti pengiriman hanya sebuah foto putih yang tidak ada gambar apa-apa selain seperti kilauan cahaya surga. Lha?
Saya panik karena saya pikir ada orang lain yang mengaku sebagai saya dan menerima paket tersebut. Alhasil, saya pergi ke kantor cabang ekspedisi yang jaraknya 15 km dari tempat saya, Bugelan, untuk menanyakan perihal paket yang saya beli.
Salah ora gelem ngaku salah
Namun, sampai sana ternyata kurirnya justru marah-marah. Katanya, daerah saya itu bukan tugas dia dan dia hanya dimintai tolong. Saya bilang kalau seharusnya kurir itu menghubungi saya dulu dan memberitahu paket saya dimana. Namun, pak kurir tetap marah-marah dan bilang itu bukan tanggung jawab dia.
Saya lalu bertanya letak paket saya di mana, dan ternyata paket saya dititipkan ke sebuah bengkel yang terletak di desa lain. Saya jadi tidak habis pikir, kenapa paket saya dikasihkan ke bengkel. Mungkin karena nama second account saya ada embel-embel bengkelnya kali ya?
Setelah saya tanya, ternyata pemilik bengkel ini kenal dengan salah satu tetangga saya. Namun, tentu hal tersebut tidak sebaiknya dilakukan karena bisa saja paket saya tidak diantar ke rumah. Saya akhirnya menuju bengkel untuk mengambil paket saya.
Namun, saat saya sampai bengkel ternyata paket saya tidak ada. Paket tersebut berada di rumah pemilik bengkel yang terdapat di desa lain lagi. Saya benar-benar merasa dongkol hingga salah satu karyawan dari bengkel tersebut menelpon atasannya dan 30 menit kemudian paket saya dibawa oleh pemilik bengkel tersebut. Saya akhirnya pulang dengan perasaan marah dan kesal sekali. Setelah sampai rumah, saya langsung memberi rating bintang 1 pada google maps di ekspedisi tersebut.
Begitulah derita yang sering terjadi ketika saya hidup di Desa Bugelan. Namun, dari semua penderitaan yang saya alami, saya tetap sering merasa kangen kalau sedang pergi merantau jauh dari rumah. Selain karena suasananya yang masih damai, desa ini juga memiliki pemandangan alam yang indah. Jadi, setiap kali pulang rasanya bisa menyegarkan pikiran lagi untuk nanti bisa lebih produktif saat mulai kerja di kota lain.
Penulis: Shelyana Wulandari
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Wonogiri Ramenya Cuma Waktu Lebaran Pala Kau, Main-mainlah Sini biar Paham!
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.