Sebelum masuk ke topik botak, saya ada cerita. Saya punya masalah dengan kulit kepala. Sudah tak terhitung saya ganti sampo untuk mengatasi masalah ketombe. Hingga suatu kali saya sampai pergi ke dokter kulit. Dari beliau kemudian saya tahu kulit kepala tipe yang gampang kering.
Setelah penjelasan panjang lebar menggunakan istilah medis yang nggak saya pahami, sampailah kita kepada satu kesimpulan: sukurin dan terima saja nasib. Untung saja dokter ini masih teman saya. Coba kalau nggak… ya nggak papa….
Karena saya nggak mampu pakai pengobatan yang mahal dan jelimet, beliau menyarankan saya untuk sering-sering potong rambut. Kalau bisa botak saja. Setiap pagi dan sore setelah mandi, oleskan baby oil pakai kapas secara merata. Sedikit demi sedikit, jangan terlalu banyak. Oleskan dengan lembut. Jangan sampai terlalu kering. Kalau sudah kecokelatan segera tiriskan. Goreng pakai api kecil saja… eeeh.
Saya nurut sama dokter ini selama beberapa saat. Tiap pagi dan sore, kulit kepala saya balur pakai baby oil secara merata. Harumnya baby oil bikin kepala jadi enak. Helm pun jadi nggak bau apak. Koloni ketombe yang menyebalkan itu berkurang.
Tapi suatu ketika ibu saya tanya: “Kok kamu boros pakai baby oil? Buat apa to? Kok sampai tumpah ke kasur?”
Sebuah pertanyaan yang sebetulnya biasa. Pertanyaan polos. Tapi nggak tahu kenapa saya merasa bersalah. Tiba-tiba saya refleks melirik ke telapak tangan saya yang sebelah kanan. “Duuuh….” Hehehe….
Karena menggunakan baby oil secara intens bikin hati saya kacau dan serbasalah, apalagi waktu itu saya belum menikah, saya pun menghentikan kebiasaan ini. Potong rambut botak sih masih sering saya lakukan. Sebetulnya nggak botak amat, biasanya saya bilang potong satu senti ke tukang pangkas rambut langganan dekat rumah.
Rajin potong botak membuat kepala saya menjadi lebih “bersahabat”. Silir, ringan. Sayangnya, ketika pandemi corona jadi keprihatinan dunia seperti ini, kegiatan potong rambut botak disambung cuci kepala dan pijat ringan itu jadi masalah pelik.
Gimana kalau setelah potong botak, virus corona malah nangkring di kepalamu? Koloni ketombe di kepala malah seperti di-upgrade kekuatannya sama corona. Physical distancing bikin saya harus mengurungkan niat pergi ke barber.
Tapi teman-teman, penderitaan karena nggak bisa ke barber jangan jadikan alasan. Inilah saatnya kita mandiri. Alat cukur rambut yang elektrik itu nggak mahal kok. Di toko online, alat cukur listrik dibanderol antara Rp45 ribu sampai Rp200 ribuan. Yang sampai jutaan ya ada. Siapa tahu setelah pandemi corona bablas kamu mau bukan usaha barber.
Selain alat cukur listrik, modal selanjutnya adalah YouTube dan kaca. Lewat Youtube kamu bisa cari banyak tutorial for beginner buat cukur rambut. Nah, kalau bingung, gampang saja, babat habis itu rambut sampai botak. Pandemi corona belum akan berakhir dalam waktu dekat kok. Makanya, setelah pandemi beres, rambut di kepala botakmu telah tumbuh subur, bersemi kembali. Tenang saja.
Saya yakin, banyak dari kamu yang udah lama pengin potong botak. Selama ini mungkin kamu ragu-ragu karena nggak percaya diri. Takut dibilang kayak lampu taman, yang lalu dijadikan senjata sama Aa Gatot Brajamusti di film terbaik sejagat lelembut, Azrax.
Mungkin ada juga dari kamu yang pengin banget punya potongan gaya skinhead. Namun, selama ini kamu ragu-ragu melakukannya karena tiap hari pakai jilbab. Kan ya nggak bisa pamer. Potong pendek biasa udah cukup. Nah, mumpung di rumah aja sesuai anjuran Pak Luhut, dan mungkin kamu gak pakai jilbab ketika di rumah, potong skinhead bisa dilakukan.
You know what, potong botak juga bisa bikin kamu terlihat kayak orang yang baru saja pulang naik haji. Ketika pergi belanja, selain pakai masker, kamu pakai pakaian serbaputih. Karena lama physical distancing tetanggamu sampai pangling. “Lho, pulang haji, Mas? Kirain physical distancing.” Enak banget, ya. Sayangnya saya kafir, eh, Katolik.
Saya yakin, kemandirian untuk potong botak secara mandiri itu banyak manfaatnya. Ketika sedang physical distancing seperti sekarang, potong mandiri bisa untuk mengisi waktu luang. Bisa juga kamu bereksperimen dengan rambutnya orang tua dan saudara. Menciptakan tren gaya rambut boleh tuh. Misalnya, potong gondrong.
… dan siapa tahu, setelah physical distancing ini selesai, kamu jadi tenaga kerja yang terlatih. Terlatih untuk buka barber di kemudian hari.
BACA JUGA Tukang Sayur di Tengah Keterasingan dan Ketakutan Virus Corona dan tulisan Yamadipati Seno lainnya. Follow Twitter Yamadipati Seno.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pengin gabung grup WhatsApp Terminal Mojok? Kamu bisa klik link-nya di sini.