Buat yang Ngotot Tarawih Rame-rame di Masjid, Apa Susahnya sih Salat di Rumah?

Lebaran Tahun Ini: Meski Raga Tak Bersama, Silaturahmi Tetap Harus Terjaga Berlutut dan Pakai Bahasa Jawa Kromo Adalah The Real Sungkeman saat Lebaran Selain Hati, Alam Juga Harus Kembali Fitrah di Hari yang Fitri Nanti Starter Pack Kue dan Jajanan saat Lebaran di Meja Tamu Mengenang Keseruan Silaturahmi Lebaran demi Mendapat Selembar Uang Baru Pasta Gigi Siwak: Antara Sunnah Nabi Atau Komoditas Agama (Lagi) Dilema Perempuan Ketika Menentukan Target Khataman Alquran di Bulan Ramadan Suka Duka Menjalani Ramadan Tersepi yang Jatuh di Tahun Ini Melewati Ramadan dengan Jadi Anak Satu-satunya di Rumah Saat Pandemi Memang Berat Belajar Gaya Hidup Eco-Ramadan dan Menghitung Pengeluaran yang Dibutuhkan Anak-anak yang Rame di Masjid Saat Tarawih Itu Nggak Nakal, Cuma Lagi Perform Aja Fenomena Pindah-pindah Masjid Saat Buka Puasa dan Salat Tarawih Berjamaah 5 Aktivitas yang Bisa Jadi Ramadan Goals Kamu (Selain Tidur) Nanti Kita Cerita tentang Pesantren Kilat Hari Ini Sejak Kapan sih Istilah Ngabuburit Jadi Tren Ketika Ramadan? Kata Siapa Nggak Ada Pasar Ramadan Tahun Ini? Buat yang Ngotot Tarawih Rame-rame di Masjid, Apa Susahnya sih Salat di Rumah? Hukum Prank dalam Islam Sudah Sering Dijelaskan, Mungkin Mereka Lupa Buat Apa Sahur on the Road kalau Malah Nyusahin Orang? Bagi-bagi Takjil tapi Minim Plastik? Bisa Banget, kok! Nikah di Usia 12 Tahun demi Cegah Zina Itu Ramashok! Mending Puasa Aja! Mengenang Kembali Teror Komik Siksa Neraka yang Bikin Trauma Keluh Kesah Siklus Menstruasi “Buka Tutup” Ketika Ramadan Angsle: Menu Takjil yang Nggak Kalah Enak dari Kolak Nanjak Ambeng: Tradisi Buka Bersama ala Desa Pesisir Utara Lamongan

Sudah lebih dari seminggu Ramadan berjalan di tengah pandemi, masih saja bikin resah. Banyak momentum yang tadinya cuma bisa dirayakan ramai-ramai sekali dalam setahun, justru malah dirayain sendiri-sendiri. Iya, #dirumahaja sejak adanya pandemi corona ini emang nyebelinnya minta ampun.

Udah ya lagi Ramadan, malah nggak bisa kumpul-kumpul kayak biasanya. Masjid yang biasanya rame, kali ini harus sepi. Iya, harus. Kalau kita semua mau aman dan nggak kena corona, sekaligus juga untuk memutus penyebarannya. Saya rasa, kita semua juga sudah paham dengan aturan itu.

Eh tapi lagi-lagi, bukan negara +62 kalau orang-orangnya nggak nekat dan barbar.

Beberapa hari yang lalu, sebuah video ramai di sebuah kanal media sosial, tempat berbac*t ria nomor satu, yakni Twitter. Sebuah video yang menunjukkan orang yang sedang mengamuk di depan rumah warga. Lantaran pemilik rumah tersebut melaporkan kepada Gubernur Anies Baswedan terkait adanya kegiatan salat tarawih berjamaah di masjid yang dekat dengan kediamannya. Warga yang tak terima pun mengamuk dengan berusaha mendobrak pagar rumah.

Kemudian ada lagi, di tempat yang berbeda. Sebuah video, yang lagi-lagi diunggah di Twitter, menunjukkan sejumlah warga yang salat tarawih berjamaah di masjid hingga nekat meloncati pagar masjid.

Video rekaman CNN Indonesia yang beredar di media sosial tersebut menampakkan warga setempat, baik laki-laki maupun perempuan, terlihat memanjat pagar bagian samping masjid untuk bisa masuk ke dalam.

Padahal MUI setempat sudah memberi peringatan untuk salat tarawih di rumah masing-masing, tapi warganya masih saja ngotot.

Sejak hari pertama Ramadan sampai sekarang, masih aja ada orang-orang yang ngotot salat tarawih di masjid. Apalagi rame-rame, gitu. Di masjid dekat rumah saya juga begitu. Masyarakat sekitar masih saja melaksanakan salat tarawih berjamaah di masjid. Lalu pengeras suaranya akan dipelankan, bahkan hampir tidak terdengar. Hal tersebut dilakukan agar tidak ada petugas atau aparat desa yang membubarkan.

Banyak juga masjid-masjid yang masih menggelar salat tarawih berjamaah, dan dengan jamaah yang tidak sedikit. Walaupun sudah menerapkan protokol penanganan COVID-19 dengan mencuci tangan dan pengecekan suhu tubuh, tapi pada dasarnya hal itu tetap saja tidak cukup.

Tidak dapat dimungkiri bahwa kejadian seperti ini juga membawa prasangka buruk kepada mereka-mereka yang masih ngotot salat tarawih berjamaah di masjid. Apalagi komentar-komentar netizen yang bertebaran di kolom komentar udah pasti lebih pedes dibanding Seblak Asgar level 5. Yah, jadi pengen seblak. Seperti ini,

“Gua ga yakin org yg ngoto teraweh di masjid bakalan teraweh 30 malem full sampe salam terakhir. Apa cuma pengen keliatan ‘ini guab ibadah, lo semua harus tau’, wtf man lu bisa ibadah di mana aja tapi masalahnya kalo lu ibadah sendiri ga ada yang bisa dipamerin kan.”

Tapi ada juga komentar yang bijak dan kutip kutipan tokoh sana-sini. Salah satunya yang sering sekali lewat kolom komentar adalah quote ini,

“Kalau religius membuatmu mudah menghakimi orang lain, kasar, keras dan fitnah. Periksa lah! Kau menyembah Tuhanmu atau egomu?” (Omar Imran)

Kita memang tidak boleh asal menghakimi niat seseorang hanya dari perilakunya hanya dengan satu sisi. Tapi menurut saya, hal ini memang memang patut dipertanyakan dalam kondisi pandemi yang membuat gerak kita harus dibatasi. Ngapain sih masih ngotot banget salat tarawih di masjid ketika wabah sedang meluas seperti ini?

Walau memang selama ini, agama selalu diagungkan lewat ritual kumpulan massa. Semakin banyak umat yang berkumpul, manusia seolah merasa semakin dekat dengan Tuhan. Dalam Islam pun juga begitu. Doa yang dipanjatkan oleh 40 orang lebih secara bersamaan, maka kemungkinan diijabahi (dikabulkan) akan semakin besar.

Tapi dalam kondisi pandemi seperti saat ini, keselamatan adalah perkara nomor satu. Tidak hanya pemerintah, para ulama pun juga sepakat menolak adanya perkumpulan jenis apa pun guna mencegah tersebarnya virus.

Saya benar-benar nggak habis pikir sama orang-orang itu. Sebenarnya mereka ada masalah apa, sih? Mbok diem di rumah, sholat tarawih di rumah tuh apa susahnya? Apa kalau tarawih di rumah, salatnya nggak bisa khusyuk? Takut nggak bisa ikut main petasan sama anak-anak? Apa karena nggak bisa jajan sepulang tarawih? Nggak bisa alasan tarawih tapi ternyata bolos? Atau justru nggak terbiasa jadi imam?

Kalaupun ada orang-orang yang tidak terbiasa menjadi imam salat, kan bisa request ke Pak RT buat tarawih jarak jauh. Dengan cara memandu jamaah lewat masjid melalui pengeras suara masjid. Warga tinggal ikutin arahan dari sumber suara tapi dengan jamaah sendiri di rumah masing-masing.

Yah, apa pun alasannya, mbok tolonglah, tolong banget ini. Indahkan kata-kata Bapak Presiden kita, di rumah aja. Toh, apa susahnyaaa~

BACA JUGA Esai-esai Terminal Ramadan Mojok lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Exit mobile version