Boro, Daerah yang Kurang Cocok untuk Memulai Usaha di Kulon Progo

Boro, Daerah yang Kurang Cocok untuk Memulai Usaha di Kulon Progo

Boro, Daerah yang Kurang Cocok untuk Memulai Usaha di Kulon Progo (Unsplash.com)

Kalau bicara soal usaha, pasti yang ada di pikiran banyak orang adalah lokasi yang ramai dan strategis. Boro, salah satu desa di Kecamatan Kalibawang, Kulon Progo, mungkin tidak masuk dalam kategori itu. Daerah ini memang memiliki pesona khas pedesaan yang tenang dan asri, tapi bagi yang ingin membuka usaha, ketenangan ini justru menjadi tantangan tersendiri. Ada anggapan bahwa usaha di Boro jarang bisa bertahan lama.

Mengapa demikian? Sebagai seseorang yang tinggal di daerah ini, saya sering mendengar keluhan beberapa pemilik usaha. Kebanyakan mengatakan, “Usaha di Boro cuma ramai di awal buka saja”, atau “Banyak pembeli yang bilang mending beli di tempat lain yang harganya lebih murah.” Hal ini membuat saya berpikir, apa sebenarnya yang membuat daerah Boro Kulon Progo jadi tempat yang dianggap kurang cocok untuk memulai usaha?

Ramai di awal, sepi kemudian

Banyak pelaku usaha di Boro yang mengeluhkan bahwa usaha mereka hanya ramai di awal. Ketika sebuah warung baru dibuka, masyarakat sekitar memang biasanya penasaran dan mencoba untuk mampir. Namun, kondisi ini tidak bertahan lama. Setelah rasa penasaran hilang, pembeli mulai menurun, dan akhirnya warung tersebut terancam tutup.

Boro sendiri adalah daerah yang tidak begitu ramai penduduknya di Kulon Progo. Tidak seperti daerah perkotaan yang padat, Boro memiliki suasana yang lebih tenang dan damai. Sayangnya, kondisi ini yang menjadi tantangan besar bagi para pelaku usaha. Meskipun banyak usaha yang muncul, mulai dari warung makan hingga salon, kenyataannya hanya sedikit yang mampu bertahan lebih dari beberapa bulan. Rata-rata tutup karena minimnya pelanggan tetap.

Hal ini bisa jadi karena memang karakter masyarakat di sini yang lebih suka suasana yang sudah mereka kenal. Kebiasaan ini membuat usaha baru perlu perjuangan lebih untuk bertahan. Sepinya aktivitas warga, terutama saat sore menjelang malam, juga jadi salah satu faktor kenapa banyak usaha di Boro tidak bertahan lama.

Produk harus beda dan harga bersahabat

Ada pandangan bahwa usaha di Desa Boro Kulon Progo harus menawarkan produk atau layanan yang berbeda dari daerah lain. Selain itu, harga juga harus diperhatikan. Masyarakat di sini cenderung sangat mempertimbangkan harga. Kalau terlalu mahal, orang-orang akan lebih memilih pergi ke tempat atau daerah lain yang lebih terjangkau.

Saya pernah mendengar keluhan dari seorang pemilik toko kelontong yang menjual produk dengan harga lebih tinggi dari biasanya. Hasilnya? Bukannya menarik pembeli, justru malah banyak yang memilih belanja di tempat lain. Mereka mengatakan, “Kalau memang sangat mendesak dan dibutuhkan segera, mereka ya baru beli.”

Tapi, ini juga bisa jadi sisi positif. Jika pelaku usaha mampu menciptakan inovasi dan menyesuaikan harga, mereka bisa memanfaatkan kebutuhan yang belum terisi di desa ini. Dengan begitu, ada peluang untuk berkembang, meskipun dengan langkah yang perlahan.

Suasana malam di Boro Kulon Progo sepi, kecuali untuk tempat nongkrong

Faktor lain yang membuat usaha di Boro sulit berkembang adalah suasana malam yang begitu sepi. Tidak seperti di kota di mana kehidupan malam justru menjadi momen ramai untuk para pelaku usaha, terutama bagi warung atau toko yang berharap ada pelanggan di malam hari. Di Boro, pukul 8 malam adalah waktu maksimal di mana sebagian besar warung atau toko tutup lebih awal. Hanya beberapa warung yang tetap ramai karena dijadikan tempat nongkrong oleh para pemuda sekitar.

Namun, sisi positifnya, bagi mereka yang suka suasana tenang dan santai, Boro Kulon Progo bisa jadi tempat ideal untuk membuka usaha yang menyasar segmen komunitas tertentu, seperti pemuda yang butuh tempat nongkrong. Jadi, meskipun malam hari sepi, beberapa usaha yang menargetkan kelompok tertentu bisa tetap eksis.

Tidak bisa dimungkiri, Desa Boro Kulon Progo punya pesonanya sendiri. Memang bukan tempat yang mudah untuk memulai usaha. Namun, tantangannya jelas, minimnya pelanggan dan suasana yang sepi, terutama di malam hari, menjadi kendala utama. Usaha di sini harus benar-benar kreatif, inovatif, dan memberikan harga yang sesuai dengan kantong masyarakat sekitar. Membangun usaha di Boro tidak hanya soal membuka warung atau toko, tapi juga soal memahami kebutuhan dan karakter masyarakat setempat.

Bagi sebagian masyarakat, Desa Boro Kulon Progo terlihat seperti tempat yang sulit untuk berkembang secara ekonomi. Jadi, apakah Boro benar-benar tidak cocok untuk usaha? Tidak sepenuhnya. Semua tergantung pada strategi dan bagaimana pelaku usaha melihat peluang di tengah tantangan yang ada.

Penulis: Mega Puspita Sari
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Kalibawang Kulon Progo, Daerah yang Dianggap Terbelakang dan Sepi, padahal Menawarkan Ketenangan Batin yang Paripurna.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version