Bagi saya yang sudah sejak lahir, kemudian besar dan tinggal di Bogor sampai dengan saat ini, hubungan antara Bogor (baik kota maupun kabupaten) dan angkot bagaikan dua sejoli. Sulit sekali dipisahkan. Bahkan, julukan Bogor Kota Hujan sempat menciut, tergantikan dengan Bogor Kota 1000 angkot yang mulai dipopulerkan.
Namun, pada pertengahan 2023 lalu, PemKot Bogor mengumumkan bahwa jumlah angkot akan dikurangi secara bertahap. Melalui CNBC pada Juli 2023, Bima Arya menyampaikan bahwa per Desember 2023 ini angkot bakal tidak ada lagi di jalur utama.
Membaca sekaligus mengingat kembali info tersebut, rasanya ada mixed feeling, khususnya bagi saya warga lokal Bogor. Betapa tidak, setelah menemani perjalanan warga lokal maupun pendatang, akhirnya, cepat atau lambat eksistensi angkot akan tergantikan oleh moda transportasi lain yang lebih modern, tertata, boleh jadi lebih tertib secara teknis di lapangan. Angkot, akan putus dengan Bogor.
Ada rasa senang dan antuasias. Lantaran, pada akhirnya, kemacetan yang disebabkan oleh angkot (lebih tepatnya oleh para sopir yang passionate betul dalam ngetem sembarangan) akan terurai. Bisa diminimalisir, bahkan, ditiadakan. Dari segi romantisisasi, secuil kesedihan akan tetap terasa. Sebab, angkot dan Bogor, bagi sebagian warganya sulit dipisahkan karena berbagai alasan. Begini, saya mau coba sedikit jelaskan beberapa hal.
Angkot sebagai penghubung utama
Pertama, dengan segala dinamikanya, angkot menjadi penghubung yang mudah dijumpai baik di kota maupun kabupaten. Angkot memberi akses kemudahan dalam berkunjung dari tempat satu ke tempat lainnya di Bogor. Utamanya bagi kelas menengah ke bawah, bagi mereka yang tidak memiliki kendaraan, atau sama sekali belum memahami cara menggunakan aplikasi transportasi online.
Untuk poin terakhir, saya pikir tidak perlu dicerca. Sebab, realitasnya, tidak semua orang punya wawasan atau akses yang merata terkait hal tersebut.
Kedua, sulit dimungkiri bahwa gagasan peniadaan angkot secara bertahap penting untuk diapresiasi. Namun, perlu ada penyeimbang dari segi informasi-sosialisasi kepada banyak masyarakat terkait transportasi publik alternatif selain yang utama nantinya. Infonya, trem atau LRT dicanangkan sebagai projek pengganti angkot dalam jangka panjang nantinya. Sementara ini, sudah ada BisKita yang sudah beroperasi dan cukup sering berlalu-lalang.
Selain itu, titik transit juga perlu diperhitungkan agar bisa memudahkan pengguna untuk menentukan titik pemberhentian atau jika ingin melanjutkan perjalanan ke lokasi berikutnya. Jika tidak, bayang-bayang akan kemudahan angkot sulit dihilangkan/tergantikan.
Harus bisa menjangkau daerah terpencil di Bogor
Ketiga, pastikan juga bisa menjangkau beberapa daerah terpencil atau sulit tersentuh. Biar integrasinya tidak terasa nanggung. Jangan salah, biarpun eksistensi (sebagian sopir) angkot menyebalkan dan kadang bikin jengah, tapi soal jangkauan ke beberapa wilayah sangat bisa diandalkan.
Termasuk juga waktu operasi angkot yang sampai 24 jam. Soal ini, belum ada lawan, sih. Karena terasa sekali bagi pengguna angkot yang masih beraktivitas atau baru pulang kerja, tiba di Bogor di jam-jam tengah malam. Semoga dinamika ini termasuk juga dalam program TOD (Transit Oriented Development) jangka menengah atau panjang, ya, Kang.
Okelah, salah satu solusi secara personal bisa menggunakan transportasi online atau bahkan kendaraan pribadi. Tapi, kan, nggak semua orang bisa menikmati kemewahan tersebut, Kang Bima. Jadi, sebagai warga lokal kabupaten Bogor, saya berharap ada alternatif solusi terhadap efek laten yang mungkin terjadi nantinya.
Meski mixed feeling cukup kental dirasakan oleh saya, tapi, selama untuk perubahan yang lebih baik, jujur saja, saya mendukung idenya Kang Bima terkait pengurangan angkot ini. Apalagi, Kang Bima juga sempat menerangkan bahwa nantinya, sopir angkot akan diserap menjadi sopir BisKita, teknisi, dan difasilitasi untuk bekerja secara informal.
Sebagai sesama pekerja, sejujurnya saat mengetahui kabar seperti itu, bagi saya sedikit melegakan, Kang. Agar nasib mereka juga tidak terbengkalai. Ya, semoga saja ide tersebut betul-betul bisa direalisasikan juga secara bertahap.
By the way, apa pun itu visi-misinya, selagi menuju ke arah yang lebih baik, sebagai warga Bogor saya akan mendukung praktiknya, Kang Bima. Ya gimana ya, Kang. Walaupun sebagai warga saya belum bisa berkontribusi banyak, tapi, rasa cinta terhadap kota kelahiran selalu menyenangkan untuk disimpan dan diceritakan.
Penulis: Seto Wicaksono
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Stasiun Bogor, Stasiun yang Ramah Angkutan Umum dan Ojek Online