Eredivisie memang telah lama menyatakan bahwa pada musim 2019/2020 dibatalkan akibat pandemi virus corona. Itu artinya, sang pemuncak klasmen, Ajax Amsterdam harus legowo untuk menunda perayaan pada tahun ini. Bagai dua mata uang, berbeda dengan Ligue 1 yang menyatakan kompetisi dihentikan, namun memberikan gelar kepada PSG dan ditambah Marseille dan Rennes lolos ke Liga Champions musim depan. Sementara kuota untuk Liga Europa ditasbihkan kepada Lille, Reims dan Nice.
Dalam dua keputusan dua liga top ini, bisa saja menjadi efek domino berkepanjangan untuk liga-liga top layaknya Bundesliga, La Liga dan Serie A. Beberapa liga ini bisa mengambil opsi dengan menyatakan memberikan gelar juara kepada klasmen teratas, menghentikan tanpa juara atau menetapkan sistem play-off. Terkhusus bagi Liga Inggris, sang pemuncak klasmen yakni Liverpool, memiliki gap poin yang cukup panjang dengan posisi dua, sebuah keadilan dipertanyakan jika mengambil opsi kedua dan ketiga.
Namun, namanya juga Liverpool, bait puisi paling sendu di muka bumi ini, berbagai kemungkinan bisa terjadi bagi mereka. Dengan bantuan anak Indomie, saya pun menelusuri jejak kemungkinan yang akan terjadi sebelum adanya sidang dan ketetapan. Hasilnya, ya apa lagi jika bukan skenario terburuk bagi pengoleksi Liga Champions terbanyak se-Inggris ini. Dan dari hasil ngobrol, menerawang dan mengawang-awang dengan anak Indomie, begini ramalan versi Terminal bagi nasib Liverpool di musim ini:
Sidang FA yang diadakan pukul tujuh waktu setempat (05/04/20) barangkali menjadi tangis ketiga bagi para Kopites dalam satu dekade terakhir setelah terpelesetnya kapten agung mereka, Steven Gerrard, dan juga tragedi nahas di Kiev atas penampilan epik Karius di bawah mistar gawang. Sebagai pengingat, blundernya Karius itu dilakukan di laga final. Seakan kian bertambah parah, Premier League, dalam penuturannya malam itu, memutuskan untuk menyetop musim ini dan tidak ada parade juara karena musim ini dianggap “kosong”.
Hal ini sebagai buntut dari kacaunya jadwal sepakbola Eropa. Bagaimana tidak kacau, UEFA saja harus merancang ulang Liga Champions dan Liga Europa di bulan Agustus nanti. Itu pun jika pandemi Covid-19 berakhir dan tidak merusak jadwal yang dibangun ulang oleh UEFA. Menengok Agustus sebenarnya sudah memasuki babak baru dalam periode musim sepakbola Eropa.
Jurgen Klopp yang hadir dalam sidang itu pun hanya menundukan kepalanya tanda duka. Permainan gemilang hampir tak terkalahkan, jarak poin yang bisa saja mencetak rekor baru juga beringasnya lini depan dibarengi solidnya lini belakang pun hancur tidak terkira. Klopp hanya membuka kacamatanya yang berembun, ia beberapa kali mengucek matanya dan dipeluk secara haru oleh para petinggi Liverpool.
Di pihak lain, sorak sorai menggema di ruang sidang. Duo Manchester kali ini nampak begitu kompak, namun tidak dengan Guardiola dan Olle yang terus-terusan menatap iba pihak Liverpool yang saling berpelukan. Guardiola beberapa kali ditarik oleh pihak City untuk turut selebrasi, namun dengan wajah tegangnya, ia memilih untuk keluar ruangan. Begitu pun dengan Olle, Lampard dan juga perwakilan pihak Arsenal dan pelatih-pelatih lainnya. Sisanya, turut serta dalam riuh kemeriahan.
Jordan Henderson yang masih menggunakan rompi FieldWiz sehabis latihan dan menjaga fisiknya agar tetap prima pun masuk dalam persidangan. “Yang Mulia, kenapa jadinya seperti ini? Kenapa laga tidak diteruskan saja. Semisal kalah, itu lebih terhormat ketimbang berakhir seperti ini,” katanya, dilansir dari Don’t Buy The Sun. Ia sangat terpukul dengan keputusan itu karena dirinya lah kapten Liverpool era ini.
Beberapa pihak Liverpool pun berusaha meraih pundak Hendo. Ia menolak untuk dipeluk oleh beberapa pihak dari Liverpool, “Maaf, Sir, physical distancing,” katanya dengan sopan.
Jurgen Klopp pun berdiri, menghampiri Hendo yang sesenggukan. Alih-alih muntab dengan kelakuan anak didiknya yang masuk seenaknya ke ruang persidangan, Klopp justru tak kuasa lagi menahan tangisnya. Kumis dan janggut hitam ke putih-putihan miliknya nampak kuyu dan muram. Ia menyambut tangis Hendo dengan saling tatap berjarak satu meter. Physical distancing.
Tangis pecah di antara keduanya bak sebuah dejavu perayaan final di Madrid tahun silam. Bedanya, adu tangis mereka kali ini bukan prihal angkat trofi dan nada gembira pun bukan dentuman pinggul Hendo ketika hendak angkat piala di podium. “Sudah, Nak, Nyo Hendo,” kata Jurgen Klopp di telinga Hendo. Mereka tetap mencoba menjaga jarak. “Kita sudah berjuang, Nak, Nyo Hendo, sebaik-baiknya. Sehormat-hormatnya.”
Dari media yang sama, Don’t Buy The Sun, menuturkan bahwa Melwood pun nampak kelabu dengan disambut hujan gerimis di langit Merseyside. Klopp, Hendo dan beberapa petinggi Liverpool yang baru sampai dari London pun disambut isak tangis oleh beberapa pemain Liverpool. Dejan Lovren terus misuh-misuh walau dirinya tahu ini adalah musim terakhir membela panji Liverpool. Juga Takumi Minamino yang merasa jadi seperti pembawa sial bagi kubu berjuluk The Reds.
“Kenapa mereka tega seperti itu?” ungkap Trent Alexander-Arnold kepada Hendo yang duduk ngalamun di pojok locker room. “Kita sudah menang banyak pertandingan. Hanya sekali kalah. Aku sudah berikan umpan berbuah gol dengan segenap hati dan perasaan untuk lini depan. Dan mereka memutuskan bahwa tahun ini nggak ada juara? Bang, jelaskan, Bang!” Trent pun tak kuasa menahan tangisnya. Ia memukul-mukul pundak Hendo lantaran tak percaya dengan keputusan FA terkait kelanjutan Premier League. Hendo hanya diam, menutup wajahnya dengan handuk hadiah extrajoss.
Jurgen Klopp pun berdeham di tengah ruangan. Matanya sungguh merah, ia terlihat sedang tersenyum walau terpaksa. “Anak-anakku,” katanya dengan logat ke-Jerman-Jerman-an yang kental. “Memang berat bagi saya untuk menyampaikan lantaran kita semua kecewa. Saya kecewa, kalian kecewa. Memang, tak sepantasnya saya memberikan kata-kata untuk meningkatkan moril kalian lha wong saya juga sedang tidak baik-baik saja. Tapi, bagai busur yang ditarik, setelah ini kita harus melaju dengan cepat menyongsong musim yang baru.”
Gerimis berubah menjadi deras. Kini kota pelabuhan bernama Liverpool seakan turut sedih dengan kondisi yang sedang terjadi dalam tim. Melwood yang muram pun kini hanya dihiasi oleh beradunya hujan dengan atap, juga suara Jurgen Klopp yang mencoba memecah hegemoni bersetubuhan mereka. Naby Keita hanya berdiam diri dan ngalamun, pun dengan si muda Curtis Jones yang tidak berandil apa-apa, namun merasakan penderitaan yang serupa karena ia adalah seorang Liverpudlian sekaligus Scouser.
Pep Lijnders datang menyemprot hand sanitizer bagi seluruh punggawa Liverpool yang hadir di Melwood. Kantung mata Pep begitu gemuk, hitam legam seperti habis dipukul. Namun, tak ada yang mengomentari, mereka sadar bahwa esok mata mereka akan sama bentuknya seperti mata Pep kini. Kesedihan masih menyelimuti beberapa petinggi Liverpool yang baru tiba pagi ini.
Jurgen Klopp melanjutkan komentarnya, “hal yang tepat adalah balas dendam,” katanya membuat semua punggawa Liverpool yang hadir terkejut dan menatap dirinya. Mohamed Salah pun mengelus dadanya yang rimbun tanda tak setuju. “Bukan, bukan balas dendam dalam konotasi negatif. Melainkan balas dendam dengan memberikan yang terbaik untuk musim depan!”
Kata-kata Jurgen Klopp mendapatkan keriuhan yang perlahan bangkit. Alisson Becker nampak berapi-api dengan mengepalkan kedua tangannya meninju udara. Roberto Firmino pun tak kalah bersemangat, ia lompat-lompat seperti sedang melakukan gerakan kungfu dan tentunya….Sadio Mane ikut-ikutan di belakangnya. Semua bersemangat untuk menyongsong musim depan. Mengikhlaskan musim ini dan mempersiapkan jegalan selanjutnya di musim-musim mendatang.
“Kita harus bangun!” kata Klopp begitu mengiang-iang di kepala. “BANGUN!!!” seru yang lainnya. “BANGUN!!!”
“BANGUN, WOI, ASU!!!” mak tratap saya langsung melihat langit-langit kosan, dengan segera saya mengelap iler yang jatuh ke bantal. Saya mengelap pipi, basah.Ternyata bukan hanya iler, bahkan keringat, air mata dan umbel pun ikut serta.
“Mimpi opo to, kowe? Bangun! Sahur!” teman kosan saya terlihat emosi membangunkan di sahur pertama bulan puasa. Saya pun mengingat semua mimpi itu. Bahkan, dalam mimpi sekalipun, saya tidak berani membayangkan Liverpool lepas dari kutukan juara liga.
Sumber Gambar: Twitter Liverpool FC
BACA JUGA Liverpool di Tangan Fiersa Besari, Beni Satryo, Putri Marino Hingga Dilan atau tulisan Gusti Aditya lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.