Bikini Dinar Candy dan Mental Aji Mumpung Influencer untuk Kritis pada Pemerintah

Bikini Dinar Candy dan Mental Aji Mumpung Influencer untuk Kritis pada Pemerintah terminal mojok.co

Bikini Dinar Candy dan Mental Aji Mumpung Influencer untuk Kritis pada Pemerintah terminal mojok.co

“Bikini Dinar Candy memang menimbulkan polemik. Ada yang merasa terwakilkan, sisanya merasa Dinar Candy melakukan pornoaksi. Mungkin Dinar Candy merasa telah mewakili masyarakat yang jengah dengan PPKM berlevel ini. Tapi, apakah polemik Dinar Candy dan segenap suara influencer tentang pandemi ini membawa dampak?”

Saya pribadi memang tidak kaget dengan ulah Dinar Candy kemarin. DJ yang mengawali jalan viral bersama Pamella Duo Serigala ini memang doyan menimbulkan kegaduhan. Dari berdagang pakaian dalam bekas saja kita sudah melihat mental bajanya melawan nyinyiran netizen yang ganas. Yah, every publicity is good publicity kata Eazy E.

Namun, publicity stunt Dinar Candy kali ini mulai menyerempet pemerintah. Diawali dari unggahan yang sudah dihapus, Dinar Candy mempertanyakan status PPKM yang akan diperpanjang. Ditambahi dengan ancaman untuk memakai bikini di ruang publik karena stres menjalani PPKM.

Dan benar saja, PPKM Level 4 diperpanjang sampai 9 Agustus 2021. Dan benar saja, Dinar Candy berbikini di pinggir jalan sambil membawa papan bertuliskan “saya stress karena PPKM di perpanjang” yang kurang estetik itu. Dan benar saja, aksi ini menjadi konten Dinar Candy.

Pada akhirnya, aksi publisitas Dinar Candy berakhir dengan penangkapan dari pihak kepolisian. Sudah jelas jeratannya: masalah pornografi dan pornoaksi. Tidak kaget, sih, toh mungkin Dinar Candy sendiri sudah memahami konsekuensi ini.

Lalu setelah itu apa? Apa dampak yang dibawa oleh Dinar Candy dan bikini merahnya? Apa yang terjadi setelah polemik di media sosial makin memanas? Jawabannya: tidak ada! PPKM level 4 tetap berjalan, warga yang terdampak tetap menggeliat bertahan hidup, dan penanganan dari level pusat tetap carut marut. Seolah-olah aksi Dinar Candy tidak pernah terjadi.

Bila kita bisa menyebut Dinar Candy sebagai influencer, ia tidak pernah sendiri dalam menyuarakan kritik. Mungkin sudah ada ratusan influencer yang menjadi corong suara kritik masyarakat terhadap penanganan pandemi yang embuh ini. Dan banyak masyarakat yang merasa suaranya sudah diwakilkan oleh konten para influencer ini.

Tapi apa dampaknya? Ya, memang tidak ada. Saya belum melihat terobosan besar dari pemerintah akibat gugatan para influencer ini. Gugatan para influencer ini tetap berada di tempatnya: media sosial sebagai hiburan penggemarnya.

Bahkan aksi teatrikal dan mencari viral para influencer ini juga tidak meruntuhkan kepala batu pemerintah. Dari sekadar podcast sampai aksi berbikini ini hanya menambah riuh di media sosial. Tidak ada perubahan yang terjadi selain engagement yang meroket di media sosial influencer ini.

Saya malah melihat kecenderungan negatif dari kultur embuh ini: kritik sosial dan kritik kepada sistem hanya menjadi hiburan semata. Pembangkangan para influencer tidak lebih dari peran mereka di masyarakat, sebagai penghibur semata. Dan dengan mentalitas ini, masyarakat mulai memukul rata kritik kepada pemerintah sebagai sekadar bumbu kehidupan.

Para influencer ini bisa mengkomersialkan apa pun. Segalanya bisa diubah menjadi grafik engagement media sosial. Bahkan kritik yang sejatinya jeritan hati masyarakat dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi profit selayaknya dagangan mereka sehari-hari: konten yang menarik minat netizen.

Mungkin Anda bisa bicara, “Tapi, kan, influencer akan meng-influence masyarakat untuk sadar pada kritik yang mereka bawa”. Ya, kalau menilik terjemahan kasar dari influencer, sih, memang begitu. Mereka memberi pengaruh terhadap masyarakat apalagi pemujanya.

Namun, influence seperti apa yang mereka berikan? Umumnya, sih, tidak jauh dari lifestyle dan urusan hiburan. Sejatinya influencer hanyalah aktor yang menjadikan dunia nyata sebagai lokasi akting mereka. Pengaruh yang diberikan tidak lebih sebagai alat mereka mendapat profit.

Kembali ke urusan kritik, pada akhirnya kritik akar rumput tereduksi. Kalah gaungnya dengan aksi-aksi para influencer yang berebut pasar. Jika pemerintah terkesan pongah dengan kritik, mungkin karena yang sampai ke telinga mereka hanyalah kritik dari para influencer. Toh, memang menang gaung dan viral.

Kepeloporan ala influencer ini memang makin menyebalkan. Apalagi dipelihara oleh industri hiburan dan dikonsumsi dengan rakus oleh masyarakat. Dan namanya mental kepeloporan memang selalu berakhir memuakkan. Lihat saja pelopor reformasi yang kini sibuk membahas revolusi industri 4.0 berikut mimpi bukit algoritma.

Mungkin benar, masyarakat kita menuju influencerocracy alias kekuasaan tertinggi berada di tangan influencer. Masyarakat menuju dunia di mana suara mereka selalu diwakilkan influencer. Yah apa lacur, nyatanya memang demikian. Dan Dinar Candy adalah penyempurnaan dari situasi bangsat ini.

Ah, benar kata mentor saya: dunia akan lebih baik jika tanpa ada influencer.

BACA JUGA Terima Kasih Pemerintah Telah Melahirkan Konspirator seperti JRX dan tulisan Prabu Yudianto lainnya. 

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version