Sore itu ayah saya sedang duduk bersantai di depan televisi, sedangkan saya makan pisang goreng di ruang makan. Sambil melamun, saya menguping suara dari televisi yang sedang ditonton ayah. Beliau sedang menonton liputan tentang tim SAR yang melibatkan seorang remaja kelas 2 SMA dalam pencarian-pencarian mereka. Remaja ini bukan sembarang remaja. Dia anak indigo. Memanfaatkan kemampuannya, ia dilibatkan SAR untuk mencari korban yang hilang, entah karena bencana alam atau kecelakaan.
Anak indigo adalah fenomena psikis. Mereka digadang-gadang dapat melihat makhluk tak kasat mata, beberapa diklaim bisa berinteraksi dengan arwah, sebagian lain bisa menengok ke masa lalu dan masa depan. Karena itu, firasat anak indigo kerap dipercaya.
Kendati saya belum pernah bertemu langsung dengan anak indigo, saya pernah menyimak beberapa videonya di YouTube. Di Indonesia banyak sekali channel YouTube yang kreator kontennya adalah seseorang yang mengaku indigo sehingga video-video tidak akan jauh-jauh dari bahasan metafisik. Penikmatnya tidak sedikit.
Fenomena indigo yang sudah mendunia ini memunculkan dua sisi. Ada yang percaya, ada yang tidak. Kadang kita bertanya, bagaimana mereka bisa melihat makhluk astral? Tapi sebelum menjawab pertanyaan tersebut, ada pertanyaan yang perlu dijawab lebih dahulu: Apa iya mereka betul-betul bisa melihat makhluk halus?
Pertama, anak indigo memiliki tiga sifat: energetik, intelegensi tinggi, dan intuitif. Umumnya mereka “berbeda” dengan teman-teman sebayanya sehingga menjadi sulit untuk bergaul. Pada beberapa kasus, seperti yang ditulis The New York Times, mereka bahkan tidak dimasukkan di program sekolah yang biasa dijalani anak seusianya.
Banyak orang tua yang sebetulnya “salah kaprah” mendidik anak usia dini. Ketika anak mereka melakukan perilaku yang disruptif (mengganggu) dan inatensi (gangguan konsenstrasi), perilaku tersebut malah diterjemahkan sebagai “kelebihan”. Orang tuanya jadi mengira anak tersebut indigo dan karena itu, patut diapresiasi.
Kedua, ada kemungkinan anak-anak acap kali “berbicara” sendiri karena mereka tidak mendapat perhatian dari orang tua. Kita tentu tahu, anak-anak memiliki pikiran yang imajinatif. Tidak jarang muncul percakapan imajiner yang dikarang si anak sendiri.
David Stein, seorang profesor psikologi dari Longwood University, mengatakan, “I wouldn’t call them indigo children. I would simply say it’s bright child who misbehaves”. Saya tak akan menyebut mereka anak indigo. Saya cukup menyebut mereka anak cerdas dengan perilaku tak biasa, katanya.
Ketiga, kasus-kasus anak indigo banyak yang kemudian didiagnosis sebagai masalah ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder). ADHD adalah sebuah gangguan mental ketika seseorang sulit untuk memperhatikan, kerap melakukan aktivitas yang berlebih, dan bertindak tanpa memikirkan konsekuensinya.
Jadi apakah seorang anak indigo benar-benar melihat makhluk astral? Dari sudut pandang psikologi, kemungkinan besar jawabannya tidak.
Lantas bagaimana anak indigo bisa mengklaim mereka benar-benar melihat sesuatu yang tidak bisa kita lihat?
Ada sebuah fenomena yang dinamakan Efek Barnum. Seseorang menilai secara tinggi atribut yang melekat di dirinya, padahal atribut tersebut dapat dimiliki orang banyak. Contohnya, ketika pasangan kita berkata, “Kamu itu beda dari lain,” saat itu kita bisa saja langsung terbang ke langit ketujuh dan tak kembali. Namun, sesungguhnya kalimat tersebut juga berlaku ke orang lain. Bukankah setiap orang memang berbeda satu sama lain? Tentu kita tak sadar karena sudah keburu terbang ke langit ketujuh.
Efek Barnum ini sedikit banyak bisa menjelaskan mengapa hal-hal seperti ramalan dan astrologi sangat mudah menyebar lalu digemari orang banyak.
Lepas dari perdebatan apakah anak indigo bisa melihat arwah atau tidak, yang bisa kita pelajari adalah pentingnya pengasuhan anak. Banyak orang ingin punya anak, namun siap tidak siap mengasuhnya.
Tayangan televisi itu membuat saya geli sendiri. Sedemikian percayanya kita pada kemampuan anak indigo sampai harus dilibatkan dalam tim SAR. Padahal, kan berbahaya mengajak orang yang tidak biasa berada di medan bencana untuk mencari korban. Lalu, apa anak itu nggak ketinggalan pelajaran di sekolahnya ya?
Lamunan saya dibuyarkan Ayah. Setengah berteriak ia bertanya kepada saya.
“Indigo tuh apa?”
“Anak yang bisa ngelihat setan,” jawab saya.
BACA JUGA Rasanya Ngontrak Bareng Anak Indigo: Sering Mendadak Horor dan tulisan Abiel Matthew Budiyanto lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pengin gabung grup WhatsApp Terminal Mojok? Kamu bisa klik link-nya di sini.