Kalimat itu pernah dikatakan seseorang pada saya yang saya lupa siapa. Akan tetapi, kalimat tersebut telah mengakar kuat dalam pikiran saya. Hal ini kemudian membuat saya tidak lagi ragu untuk beli buku baru meskipun buku lama belum selesai dibaca.
Kalimat ajaib itu ternyata tidak bisa berdiri sendiri, manakala kita beli buku dan malah menyimpan buku tersebut di tempat yang tertutup, tersembunyi, maka kalimat ajaib itu berubah menjadi kalimat usang. Tidak mudah memang, meningkatkan minat baca kita sebagai masyarakat Indonesia, entah apa yang salah dan entah apa yang melatarbelakanginya.
Berbicara mengenai minat baca masyarakat Indonesia yang cukup rendah, pada tulisan ini saya tidak akan lebih lanjut membicarakan hal tersebut. Saya akan fokus berbicara tentang apa yang saya sampaikan di paragraf awal.
Mungkin ada beberapa persoalan yang menjadikan kalimat ajaib itu menjadi usang, hanya dilihat, diberi senyum, dan ditinggalkan. Persoalan-persoalan ini berkembang dari sedikit pengalaman yang telah saya alami beberapa tahun ke belakang. Karena setelah saya mengemasi buku-buku yang ada di kamar saya, terdapat beberapa buku yang asing dan lupa untuk saya baca. Persoalan-persoalan tersebut antara lain:
Pertama, Penempatan Buku
Mungkin bagi beberapa orang sudah menjadi kebiasaan mengenai pentingnya menempatkan buku dengan rapi dan tertata. Tetapi sebagian orang lainnya lebih cuek, dan menempatkan buku seenaknya saja, di mana-mana.
Orang-orang yang menata bukunya dengan sangat rapi di lemari memang sangat baik. Akan tetapi, menurut saya buku-buku yang terbungkus dalam lemari itu secara tidak sadar membuat kita segan dan enggan untuk membaca apalagi untuk menyentuhnya. Sudah sekian buku yang saya lihat terbungkus dan tidak satu pun pernah saya membacanya, hanya takut, segan, dan malu untuk membukanya. Karena pikir saya, buku-buku tersebut menjadi barang paling berharga pemiliknya.
Sedangkan bagi sebagian orang yang tidak senang amat untuk merapikan, buku-buku tersebut akan tercecer di sofa, meja belajar, di pinggir jendela, bahkan di kasurnya. Sebaliknya, justru sering kali buku-buku tersebut melintas di mata, tanpa sadar kita akan terbiasa dan merasa penasaran, lalu tiba-tiba menyentuhnya, dan membacanya. Meskipun bisa jadi yang dibaca hanya judul bukunya saja.
Kedua, Omongan Orang
Dua kata tersebut selalu menjadi momok persoalan di beberapa aspek kehidupan manusia, salah satunya mengenai perbukuan yang sedang dibahas ini. Mengapa hal tersebut termasuk dalam persoalan-persoalan yang menyebabkan kalimat ajaib itu usang? Karena sebagian omongan orang itu bisa membuat kita menyerah dan meninggalkan rutinitas kita. Meskipun sebagian lainnya omongan orang itu bisa menjadi cambuk bagi kita untuk meningkatkan dan semakin semangat untuk menjalani rutinitas kita.
Keterkaitannya dengan buku yakni pandangan orang mengenai buku yang tidak sesuai selera dirinya, malah ditumpahkan kepada orang lain yang menyukainya. Contohnya mengenai buku puisi yang dikeluarkan oleh Putri Marino. Sebagian warganet tidak menyukai puisi yang telah dibuat oleh Putri Marino, sebagian mengatakan tidak sesuai kaidah sastra lah, tidak ini lah, tidak itu lah. Mungkin bagi sebagian warganet yang lain, hal itu tidak akan berpengaruh apa-apa dan merupakan hal biasa. Tetapi ingat, semua orang tidak sama dan memiliki keteguhan yang berbeda-beda dalam menghadapi hal itu.
Maka dengan demikian omongan orang itu menjadi persoalan yang menyebabkan kalimat ajaib itu menjadi usang, karena secara tidak sadar dengan membaca dan mendengarkan komentar-komentar yang terkesan menghakimi tersebut, secara tidak sadar dapat menimbulkan pikiran untuk tidak menyentuh dan memiliki buku-buku tersebut. Mungkin sama halnya dengan pelarangan buku-buku kiri di masa lalu yang membuat pembaca enggan untuk memilikinya.
Dua hal yang kiranya merupakan sebuah hal sepele, ternyata pada perkembangannya dapat menyebabkan sebuah kalimat ajaib menjadi usang. Meskipun sebagian orang lainnya tidak terpengaruh oleh kalimat ajaib itu dan mungkin saja tidak mengetahui kalimat ajaib itu. Dan bersikap bodo amat itu tidak segampang dikatakannya, bahkan setiap pergerakannya selalu diiringi dengan perasaan.
Mengenai manjurnya kalimat ajaib itu, kembali pada kepercayaan dari diri masing-masing. Sebab, bila tidak ada kepercayaan mengenai suatu hal, tidak ada sedikit pun rasa percaya, maka mustahil hal tersebut dapat terjadi dan mempengaruhinya.
BACA JUGA Tenang Saja, Pasar Bisa Diciptakan di Toko Buku atau tulisan Rifki Abdul Basit lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.