Begitu Menyedihkannya Album Pop Punk Tahun Ini

royalti lagu moshpit rock pop punk mojok

moshpit rock pop punk mojok

Sudah hampir genap satu tahun covid-19 menduduki era, tidak banyak yang bisa dilakukan selain mematuhi protokol saat bepergian, mengurung diri sembari membaca ulang buku-buku di rak, atau memutar ulang semua playlist musik pop punk dari awal retro musik semacam Descendent hingga band pop punk coming-of-age seperti Neck Deep, Real Friends, atau band pop punk pendatang baru yang belum lama ini melipir bersama major records, Belmont.

Meski bosan bukan kepalang, tapi masih ada sedikit rasa bahagia saat mencuri waktu untuk menonton ulang melalui YouTube konser Power Trip di Depok beberapa bulan lalu yang kebetulan sempat ikut menyaksikan aksi panggung mereka sebelum sang vokalis, Riley Gale, meninggal dunia beberapa waktu lalu. Sebenarnya tidak terlalu yakin akan jatuh hati dengan musik thrash metal, karena kebetulan memiliki pengalaman yang kurang mengenakan saat kali pertama memutar satu album full The Black Album milik Metallica. Meski begitu, saya sendiri tidak bisa menapikan kalau Power Trip memang salah satu band thrash metal yang sangat amat cocok dicicipi.

Tidak banyak kabar bahagia pada tahun ini, terutama tentang rilisan single, EP, atau album sekaligus dari band-band pop punk yang saya jangkau. Pengasingan massal yang dilakukan semua musisi sebab karantina tidak benar-benar menambah kreativitas mereka terhadap musik. Sebut saja Neck Deep, Seb Barlow sebagai personil baru yang kebetulan kakak kandung sang vokalis tidak banyak membawa warna dan perubahan, meski sudah sangat terlihat eksperimental. All Distortions Are Intentional sebagai album anyar milik Neck Deep masih sangat terdengar memaksakan, terutama pada segi vokal Ben Barlow yang terlalu memekik. Tidak seperti album sebelumnya The Peace and The Panic yang jelas lebih catchy dan punchable. Beruntungnya, dalam album tersebut terselip satu track dengan judul “When You Know” yang cukup menghibur meskipun tidak benar-benar menutup banalitas musik pada track “Quarry”.

Setelah masa hiatusnya, Man Overboard akhirnya merilis single berjudul “Leftline”, single yang sama jeleknya dengan album terakhir mereka Heavy Love. Dalam single pertama mereka setelah lima tahun tidak produktif itu pengaruh Echo DTT/TJ Max sebagai projek solo eksperimental milik Zac sangat kental. Man Overboard pasca Heavy Love jelas bukan salah satu band yang cocok dicuri liriknya untuk melakoni kebiasaan melankolia di Twitter. Sebagai rasa sinisme pribadi, Man Overboard jelas meruntuhkan predikat mereka sebagai best dorkiest songwriter.

Kalau boleh jujur, sebenarnya muak betul membahas Father of All…, selain karena kehabisan kata-kata kotor untuk menyumpahi album baru milik Green Day ini, saya sendiri sebenarnya sudah mulai memaafkan mereka. Father of All…, adalah album yang modern, bijak, dan membosankan.

Tidak banyak berharap Knuckle Puck akan merilis album yang lebih baik pasca Copacetic, seperti sebelum mereka merilis Shapeshifter. Jauh sebelum mereka merilis 20/20, saya sudah menurunkan ekspektasi saya terhadap mereka, meskipun agak goyah ketika mereka mengeluarkan “Tune You Out”, salah satu track lagu dalam album 20/20 sebagai interlude untuk menyambut album baru mereka. 20/20 terbilang album paling kering yang pernah Knuckle Puck rilis, tidak ada satu pun track lagu yang menyamai keresahan “True Contrite” atau “Evergreen”, mereka tidak lagi memberikan kesan angsty khas emotive term.

Setelah Tom Delonge lepas dari barisan blink-182 lima tahun lalu, band pemilik tembang “Stay Together For The Kids” ini hanya sebuah band pop punk tanpa semangat nyeleneh, meskipun Matt Skiba terbilang cukup untuk menggantikan posisi yang ditinggalkan Tom, namun, dua album baru mereka, California dan Nine jelas tidak semenyenangkan album blink-182 era Tom. California dan Nine adalah dua album milik Blink-182 yang gagal membuat pendengarnya menghilangkan rasa malu untuk telanjang sambil lari-lari di depan umum.

Bagi saya pribadi, pop punk atau punk rock sudah cukup lama kehilangan ruhnya semenjak Milo Aukerman khawatir untuk melakukan stage dive dan nama Tony Sly meninggal dan dilupakan. Saya baru mendengarkan satu album Coming Home milik New Found Glory, saya tidak lagi menemukan provokasi untuk melakukan hal seronok atau aneh.

BACA JUGA Menikmati Beragam Genre Musik Adalah Hak Setiap Manusia atau tulisan Muhammad Muslim lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version