Sejak awal Desember saya menanti becak listrik di Kota Solo. Saya ingin merasakan perbedaan naik becak konvensional dan becak listrik. Hitung-hitung sekalian nostalgia karena sudah lama tidak naik kendaraan satu ini.
Asal tahu saja, pada Senin (22/12), Solo menerima bantuan 200 becak listrik untuk tukang becak yang sudah lansia. Kebanyakan tukang becak yang ada di Pulau Jawa memang usianya sudah tidak lagi muda. Sebanyak 60-70 persen berusia di atas 55 tahun. Bantuan ratusan becak listrik ini diharapkan bisa meringankan beban saat bekerja dan menambah efisiensi kerja. Akhirnya, kesejahteraan tukang becak pun meningkat.
Alternatif kendaraan wisata Solo
Bantuan becak listrik di pertengahan Desember adalah momentum yang pas. Sebab, Solo menjadi salah satu destinasi idaman saat libur Natal dan Tahun Baru (Nataru). Maklum saja, Kota Batik ini punya banyak sekali destinasi wisata menarik seperti Keraton Solo, Lokananta, hingga Solo Safari.
Mendatangi tempat-tempat wisata Solo memang bisa menggunakan kendaraan pribadi. Namun, tidak sedikit wisatawan memilih transportasi umum agar lebih afdal. Nah, becak listrik ini bisa jadi salah satu pilihan. N
Untuk bisa menikmati becak listrik, kalian bisa menemukannya di tempat-tempat keramaian seperti pasar dan tempat wisata. Setelah saya berkeliling daerah Kota Solo, saya mendapati becak listrik kebanyakan mangkal Pasar Gede, Pasar Klewer, dan sekitaran Keraton Solo. Karena jumlahnya baru 200 unit, mayoritas masih banyak becak konvensional yang berjejeran.
Menjajal sendiri becak listrik di Solo
Cara membedakan becak listrik dengan becak konvensional cukup mudah. Cari saja becak dengan nuansa warna merah dan cokelat kayu. Sementara itu, kursi penumpangnya juga lebih tebal daripada becak biasanya.
Saya naik becak listrik ini di sekitar Pasar Kadipolo. Setelah membeli tempe di pasar, saya mencoba becak listrik. Tukang becak yang sudah berusia sepuh dengan segera membawa saya ke tempat tujuan.
Becak listrik ini bisa melaju lebih cepat daripada becak konvensional. Tidak ada suara dari kayuhan pengemudi becak. Halus dan tidak berat. Saya dan kakek pengemudi pun sempat mengobrol beberapa kali.
Dia mengatakan untuk mengemudi becak ini mirip seperti menancap gas pada sepeda motor. Kemudian dia menambahkan kalau kayuhan di becak listrik juga bisa digunakan saat baterai habis.
Becak listrik ini juga dilengkapi dengan klakson yang suaranya cukup keras. Walaupun saya melihat juga di stang juga ada klakson becak versi lama yang dapat berbunyi “kring”. Di samping kanan kiri saya ada kotak mirip jendela yang terbuat dari terpal bening.
Pembayaran bisa dengan QRIS atau uang tunai
Pemkot Solo sebenarnya sudah mencoba menerapkan pembayaran QRIS untuk becak listrik maupun becak konvensional. Namun, kenyatannya tidak semua bisa menerima pembayaran QRIS. Tergantung dari pengemudinya. Ini berdasarkan pengalaman saya sendiri naik becak listrik di Kota Solo.
Saya sih tidak masalah dengan itu, toh uang tunai dan uang nontunai sama-sama sah berlaku di negara ini. Hanya saja, bagi kalian yang terbiasa dikit-dikit QRIS, sepertinya perlu selalu sedia uang cash ketika naik becak ini.
Hal lain yang perlu dipahami penumpang, tidak semua tukang becak listrik Solo itu familiar dengan pembayaran QRIS. Apalagi, kebanyakan dari mereka berusia di atas 55 tahun. Bukannya mereka menolak QRIS, bisa jadi mereka memang tidak familiar dengan cara pembayaran ini.
Begitulah pengalaman saya naik becak listrik di Kota Solo. Semoga pengalaman ini bisa menjadi gambaran untuk kalian yang nanti mau liburan ke Kota Batik ini ya.
Penulis: Nafiuddin Fadly
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Apa yang Terjadi jika Becak Punah dari Solo?
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















