Memangnya Kenapa kalau Orang Tajir Menerima Beasiswa Bidikmisi? 

Memangnya Kenapa kalau Orang Tajir Ikut Daftar Beasiswa Bidikmisi?  Mojok.co

Memangnya Kenapa kalau Orang Tajir Ikut Daftar Beasiswa Bidikmisi? (unsplash.com)

Beberapa waktu lalu saya membaca tulisan Mbak Ajeng Rizka yang berjudul Beasiswa Bidikmisi Bukan untuk Saya dan Meyakinkan Orang Tua Menjadi Tantangan Paling Berat. Menurut saya sih, Mbak Ajeng sebaiknya menuruti orang tua dengan mendaftar beasiswa Bidikmisi saja. Kalau memang beasiswa itu serius hanya untuk mereka yang kurang beruntung, seharusnya sistem seleksi beasiswa Bidikmisi benar-benar tidak bisa meloloskan mereka yang mampu. 

Dalam tulisan tersebut diceritakan, para tetangga yang jauh lebih mampu secara ekonomi mencoba mendaftar dan berhasil mendapat beasiswa Bidikmisi. Itu mengapa timbul keinginan di hati orang tua lain agar anaknya mendaftar beasiswa tersebut. Sebenarnya, kejadian semacam ini bukanlah hal yang baru. Saya juga banyak menemukannya ketika kuliah dulu. Namun, entah mengapa, pihak pengelola beasiswa Bidikmisi tampak tidak  melakukan perbaikan. Buktinya tiap tahun ada saja yang mahasiswa yang tidak memenuhi syarat menerima beasiswa ini. Salah sasaran kok tiap periode.

Coba bayangkan, kalau pemerintah benar-benar serius ingin beasiswa ini tepat sasaran. Mereka akan menerapkan seleksi yang ketat sehingga hanya mereka yang sesuai kriteria yang menerima beasiswa. Saya yakin mereka yang mampu secara ekonomi juga malas mendaftar beasiswa ini. Mereka sudah tahu sejak awal, dirinya tidak memenuhi syarat. 

Beasiswa Bidikmisi yang selalu salah sasaran

Menurut saya, persoalannya sekarang adalah sistem beasiswa Bidikmisi tidak bisa benar-benar menyaring penerima yang layak. Mereka yang betulan tidak mampu tersingkir oleh mereka yang “mendadak” tidak mampu. Oleh karena itu, perbaikan di sistem seleksi menjadi langkah awal yang penting. 

Tentu sistem seleksi tidak berdiri sendiri. Perlu ada dukungan dari berbagai pihak. Misalnya pejabat RT, RW, dan kelurahan. Mereka seharusnya lebih ketat ketika memberikan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) sebagai salah satu persyaratan mendaftar beasiswa. Lha, kalau SKTM-nya saja diobral oleh pejabat setempat, bagaimana orang-orang tidak tertarik untuk ikut mendaftar beasiswa Bidikmisi? 

Menurut saya, beasiswa yang sangat sering meleset sasaran bukan seluruhnya salah pendaftar. Mari kita lihat sama-sama penerapan sistem seleksinya yang masih rumpang di sana-sini. Saya yakin kalau sistemnya jelas dan tegas, orang-orang mampu tidak akan mendaftar beasiswa ini. Apalagi dibarengan sosialisasi yang matang terkait beasiswa ini terhadap siswa dan orangtua. Saya yakin kejadian meyakinkan orang tua untuk tidak mendaftar beasiswa Bidikmisi tidak akan terjadi. 

Baca halaman selanjutnya: Langkah pengawasan

Langkah pengawasan

Akan tetapi, kondisi yang terjadi saat ini, banyak dari mereka yang mampu sudah lolos dan menikmati beasiswa yang sebenarnya bukan haknya. Saya rasa selain memperbaiki sistem seleksinya, pemerintah juga perlu memikirkan pengawasan ketat terhadap beasiswa yang terlanjur disalurkan. Mungkin bisa mencontoh cara yang diterapkan universitas saya ketika kuliah dahulu. Setiap mahasiswa Bidikmisi dipantau oleh anak-anak organisasi Bidikmisi yang terpilih sebagai staf organisasi. Disini, para mahasiswa saling memperhatikan satu sama lain baik dari calon pendaftar bidikmisi, teman seangkatan, hingga kakak tingkat penerima beasiswa

Perkumpulan anak Bidikmisi ini akan memperhatikan gaya hidup sesama penerima beasiswa. Uang saku Bidikmisi sesekali dibelikan pizza masih tidak masalah. Tapi, kalau hampir tiap hari gaya hidupnya hedon ke kafe-kafe, ya patut dipertanyakan. Penerima beasiswa seperti itu memang patut dilaporkan ke bidang kemahasiswaan beasiswa Bidikmisi agar ditinjau ulang. 

Beasiswa dari pemerintah untuk mereka yang kurang mampu ini sebenarnya program yang sangat baik. Patut diapresiasi. Hanya saja, penerapannya masih perlu banyak perbaikan dan pengawasan. Nah, kalau sistemnya sudah ideal, tapi masih banyak orang tajir yang mendaftar beasiswa ini, moral mereka patut dipertanyakan. 

Penulis: Nurul Fauziah
Editor: Kenia Intan 

BACA JUGA Bidikmisi Jadi Ajang Adu Miskin dan Manipulasi Data Beasiswa

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version