Respons yang menggelikan pada klitih bikin saya tak menyesal batal kuliah di Jogja
Sebenarnya, klitih bukanlah alasan saya kehilangan minat kuliah di Kota Pelajar, tapi respons menggelikan orang-orang yang punya kewenangan untuk mengatasi itu.
Contohnya, beberapa waktu lalu, ada yang mengatakan klitih itu tidak ada (meski buktinya tersebar di mana-mana) dan malah mengganti istilah klitih dengan kejahatan jalanan. Dan baru-baru ini beredar video kekerasan dengan senjata tajam (entah klitih atau kekerasan jalanan,) yang berlokasi di Titik Nol Kilometer.
Bayangkan, Titik Nol. Itu deket banget sama Kraton. Kalau di Malang ibarat seperti ada begal di depan Matos, ramashok!
Dengan keadaan yang lebih mirip seperti di Gotham City, ditambah lagi pemerintah setempat yang seolah bodo amat dengan apa yang terjadi di daerahnya, rasanya kok kuliah di Jogja kurang mashok ya.
Saya jadi menganggap Jogja bukan tempat yang aman dan ideal untuk belajar. Saya mulai berpikir bahwa mengurungkan niat berkuliah di Jogja bukan hal yang salah. Malah bisa menjadi pilihan yang tepat untuk orang yang memiliki gejala paranoid. Apakah saya berlebihan? Ah, saya nggak juga. Kita tidak mungkin berharap ada vigilante macam Batman akan mengurusi semua kejahatan dengan tangannya sendiri. Berharap pahlawan datang itu tak masuk akal.
Sebab, ada orang-orang yang punya tanggung jawab untuk menyelesaikan hal tersebut. dan merekalah yang harusnya dituntut untuk menyelesaikan kekacauan ini.
Saya pikir, memilih daerah lain untuk belajar akan lebih baik daripada hilir mudik belajar diikuti rasa takut dan cemas. Kuliah di Jogja mungkin indah dalam angan-angan, tapi ketika malam tiba, semua mimpi buruk bisa jadi begitu nyata.
Penulis: Ahmad Yusrifan Amrullah
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Tidak Ada Batman di Babarsari Gotham City