Bangkalan Kabupaten Seribu Ketua: Organisasinya Banyak, Perubahannya Nol

Bangkalan Kabupaten Seribu Ketua: Organisasinya Banyak, Perubahannya Nol

Bangkalan Kabupaten Seribu Ketua: Organisasinya Banyak, Perubahannya Nol (Pixabay.com)

“Didiklah rakyat dengan organisasi dan didiklah penguasa dengan perlawanan.” Kata-kata Pramoedya Ananta Toer ini mungkin sangat cocok dengan kondisi pemuda di Bangkalan Madura sekarang. Pasalnya, banyak sekali organisasi kepemudaan di kalangan anak muda, terutama mahasiswa. Forum ini itu, komunitas sana sini, himpunan, pergerakan, asosiasi, aliansi, ikatan, dan berbagai nama organisasi lainnya.

Nuansa ini sangat saya rasakan sendiri ketika mencoba nongkrong di lingkungan Universitas Trunojoyo Madura. Baru saja duduk, saya langsung mendengar sahut-menyahut panggilan ketam-ketum. Tidak berhenti disitu. Ketika saya pindah lokasi pun, panggilan ketum sangat mudah saya dengar.

Setelah saya coba telusuri, ya memang banyak sekali organisasi kepemudaan di kabupaten tercinta saya ini. Kata-kata Soekarno saja yang “berikan aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia” kalah dengan semangat organisasi pemuda di Bangkalan. Kita nggak perlu 10 orang pemuda, 5-7 orang saja kita sudah bisa bangun organisasi. Tapi, bangun aja ya, jalan nggaknya masalah belakangan.

Dari yang kecil, sampe kecil banget ada ketumnya

Kebanyakan organisasi di Bangkalan Madura berasal dari organisasi yang berjenjang mulai dari kabupaten, kecamatan, desa, hingga kampung. Misalnya ada organiasi NU, Muhammadiyah, HMI, PMII, dan lain sebagainya. Belum lagi mereka juga dibedakan berdasarkan usia dan jenis kelamin. Ada yang putri, putra, pemuda, pemudi, hingga bapak-bapak, dan ibu-ibu.

Itu baru organisasi berjenjang. Banyak pula organisasi yang lahir di lingkup terkecil. Misalnya komunitas pemuda kecamatan, ikatan alumni pesantren, atau himpunan mahasiswa tertentu. Makanya, pantas saja di Bangkalan banyak yang dipanggil ketum. Bahkan, satu orang bisa menjadi ketum di dua organisasi . Apakah ini berarti Bangkalan krisis ketum? Saya rasa tidak. Malahan sepertinya over, Hahaha.

Baca halaman selanjutnya: Organisasinya satu, ketuanya dua…

Organisasinya satu, ketuanya dua

Selain alasan pertama, tak jarang organisasi kepemudaan di Bangkalan Madura juga kerap membelah diri akibat konflik yang receh dan remeh. Entah dengan membuat organisasi baru, atau tetap dengan nama sama tapi dengan dua orang yang sama-sama menganggap dirinya ketum. Padahal toh, mereka memiliki visi misi dan tujuan yang sama, yakni Bangkalan yang lebih baik.

Contoh organisasi yang memiliki dua ketum adalah PMII Bangkalan. Saat ini, organisasi tersebut punya dua orang yang sama-sama mengaku sebagai ketum akibat konflik internal yang belum selesai. Makanya menurut saya, tulisan Mas Anam yang berjudul Citra Kritis HMI Memudar, Kini Fokus Mengejar Kekuasaan sebenarnya tidak hanya terjadi di HMI, tapi juga di PMII, mungkin rata-rata semua organisasi.

Ada ribuan gerakan di Bangkalan, tapi nggak ada perubahan

Munculnya semangat organisasi di Bangkalan Madura sebenarnya sudah lama, bukan akhir-akhir ini. Bahkan, banyak usianya yang sudah di atas 10 tahun. Tapi sayang, hiruk-pikuk mereka hanya ramai di dunia perpolitikan saja, sedangkan perdebatan dalam dunia akademis dan intelektual sangat jarang. Padahal, kebanyakan dari mereka berangkat dari label MAHAsiswa. Saya bahkan curiga, apa jangan-jangan kemandekan perkembangan kabupaten saya sebenarnya akibat organisasi-organisasi ini. Mau saya kasih contoh?

Saya beberapa kali bertemu dengan ketum-ketum yang masih memegang teguh sistem patriarki. Mereka tidak sungkan mengatakan bahwa perempuan berada di bawah laki-laki, tidak cocok jadi ketum, hanya jadi pembantu organisasi, dan narasi-narasi lainnya yang tidak pantas keluar dari seorang ketum. Masa ketika semua orang sedang memperjuangkan kesetaraan, ada organisasi yang dibentuk untuk memperkokoh ketidakadilan. Kan, ngaco.

Itu hanya masalah patriarki. Belum lagi masalah dinasti, materi, dan duniawi lainnya, Wqwqwq. Sebenarnya, semangat organisasi memang bagus, tapi nggak semua. Kalau organisasinya untuk memperkokoh ketimpangan, atau membuat masyarakatnya nggak progresif, ya buat apa? Nggak ada sumbangsinya buat Bangkalan, hash.

Itu sih pendapat saya, Gaes. Misal ada yang tidak terima, monggo ajak saya diskusi, atau langsung bikin counter saja di Mojok lebih bagus. Sekian, salam séttong dârâ!

Penulis: Abdur Rohman
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Bangkalan Madura Nggak Cocok Dijadikan Destinasi Wisata: Sebuah Peringatan sebelum Kalian Kecewa

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version