Bangkalan Madura adalah gudang masalah pendidikan. Saking banyaknya, saya curiga persoalan-persoalan ini memang sengaja dipelihara. Di setiap jenjang, pendidikan dasar hingga perguruan tinggi, ada saja masalah yang tidak kunjung selesai.
Sebelumnya, di Terminal Mojok, saya pernah menjelaskan betapa pelik persoalan pendidikan di Bangakalan dengan judul Jangankan Pendatang, Saya Warga Bangkalan Madura Aja Kapok Hidup di Kabupaten Tertinggal Ini. Di situ saya tuliskan, angka Harapan Lama Sekolah (HLS) kabupaten ini hanya 11,9 tahun saja. Artinya, anak-anak usia tujuh tahun tidak memiliki harapan sekolah hingga lulus jenjang SMA.
Sebenarnya saya miris melihat angka itu, tapi nggak heran. Kenyataan di lapangan, memang sulit bagi anak-anak Bangakalan Madura melanjutkan pendidikan hingga jenjang SMA. Saya hanya heran dengan satu hal. HLS Bangkalan Madura kerap menjadi yang terburuk dibanding kabupaten lain yang ada di Pulau Madura, tapi tidak pernah ada upaya perbaikan yang signifikan dari pemerintah.
Daftar Isi
SMA negeri di Bangkalan Madura tidak merata
Saya tahu, keberadaan SMA negeri yang belum merata bukan hanya persoalan di Bangkalan Madura. Daerah-daerah lain di Jawa Timur juga mengalami hal ini. Namun, izinkan saya menjelaskan betapa merepotkannya kondisi SMA negeri yang tidak merata. Saya tahu betul rasanya karena saya adalah salah satu korbannya.
Bangkalan Madura terdiri dari 18 kecamatan. Sebanyak 20 SMK/SMA negeri hanya tersebar di 9 kecamatan. Sebanyak 7 sekolah terletak di Kecamatan Bangkalan. Sementara lainnya terletak tersebar di sisi-sisi pinggir Bangkalan.
Padahal kalau kalian mencermati di peta, Kecamatan Bangkalan berada di ujung barat Pulau Madura. Penyebaran yang tidak merata itu jelas menyulitkan warga yang berada di tengah-tengah Kabupaten Bangkalan seperti Kecamatan Galis, Kecamatan Tanah Merah, dan Kecamatan Geger. Apalagi, luas Bangkalan lebih dari 3 kali Kota Surabaya. Mengakses SMA-SMA di kecamatan lain memerlukan waktu dan energi lebih.
Asal tahu saja, siswa-siswi dari 3 kecamatan tadi harus menempuh lebih dari 20 km untuk bisa sampai ke sekolah negeri di Kecamatan Bangkalan. Itu kalau rumah mereka berada di pinggir jalan raya. Faktanya, permukiman di Bangkalan Madura banyak yang jauh dari jalan raya.
Saya sendiri waktu SMA menempuh 18 km tiap hari hanya untuk bersekolah. Pukul 06.00 WIB saya sudah harus berangkat, kalau tidak, kemungkinan telat sangat besar. Saya perlu waktu yang panjang karena menggunakan angkutan umum untuk pulang-pergi sekolah.
Kualitas SMA negeri Bangkalan Madura yang timpang
Membandingkan SMA negeri di Bangkalan Madura adalah tindakan yang sia-sia. Sebab, sudah jelas SMA yang berada di Kecamatan Bangkalan kualitasnya jauh lebih baik daripada SMA negeri di kecamatan lain. Ini terbukti dari kebanyakan siswa-siswi di Bangkalan Madura berasal dari kecamatan yang amat jauh.
Jarak 18 km yang saya tempuh dari rumah ke sekolah ternyata masih tergolong dekat. Kawan saya ada yang tinggal di Kecamatan Galis yang berjarak 25 km. Ada juga adik kelas saya yang berasal dari Kecamatan Blega. Dia harus menempuh hingga 30 km untuk sekolah. Padahal di kecamatannya suda ada SMA negeri, tapi ya begitulah kualitasnya.
Menempuh belasan hingga puluhan kilometer adalah salah satu-satunya pilihan untuk mendapat kualitas pendidikan yang lebih baik. Mayoritas siswa-siswi di Bangkalan menggunakan angkutan umum untuk pulang-pergi ke sekolah, seperti saya. Persoalannya, angkutan umum tidak menjamin keamanan penumpang, terutama penumpang perempuan.
Ketika berangkat sekolah di pagi hari mungkin relatif lebih aman karena biasanya berbarengan dengan dengan penumpang siswa-siswi lain. Berbeda ketika pulang sekolah. Kebanyakan siswa-siswi yang berasal dari kecamatan yang jauh sampai di rumah ketika hari sudah gelap. Sebagian dari mereka bahkan harus menaiki angkutan umum 2 kali untuk masuk ke permukiman. Situasi ini membuat para siswa-siswi rentan menjadi korban tindakan tidak senonoh dan kurang menyenangkan lainnya.
Salah satu teman perempuan saya pernah menjadi korbannya. Teman saya bercerita, saat itu dia nggak mendapat angkutan umum karena kemalaman. Dia terpaksa mengambil bus mini yang penumpangnya sepi. Nahas, dia beberapa kali mendapatkan catcalling dari penumpang lain. Akhirnya, dia memilih untuk turun sebelum sampai di lokasi tujuannya karena takut. Setelah kejadian itu, teman saya memilih pindah ke sekolah swasta dekat rumahnya.
Puncak gunung es
Di atas baru secuil masalah yang timbul karena SMA negeri di Bangkalan Madura tidak merata. Itu mengapa saya sangat berharap, kuantitas dan kualitas SMA/SMK negeri ditingkatkan. Kasihan siswa-siswi pelosok yang punya semangat sekolah, tapi harus menempuh puluhan kilometer untuk mendapat pendidikan berkualitas. Belum lagi keamanan sepanjang perjalanan yang nggak terjamin.
Kalau memang niat meningkatkan angka Harapan Lama Sekolah (HLS), perbaiki fasilitas dan aksesnya. Anak-anak Bangkalan bukan kekurangan motivasi mencari ilmu, jarak belasan hingga puluhan kilometer saja rela ditempuh tiap hari. Sangat disayangkan kalau semangat itu harus terhalang oleh ketidakbecusan pemerintah mengelola pendidikan di Bangkalan Madura.
Penulis: Abdur Rochman
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Solusi Konkret untuk Bangkalan Madura agar Nggak Terus-terusan Kena Bully
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.