Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

Balada Hidup di Jogja: Hidup Susah, Mati Lebih Susah

Prabu Yudianto oleh Prabu Yudianto
29 Juli 2022
A A
Balada Hidup di Jogja: Hidup Susah, Mati Lebih Susah

Tugu Jogja (Pambudi Yoga Permana via shutterstock.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Hidup di Jogja itu ibarat maju kena katana, mundur kena tombak. Ketimpangan yang ada tak bisa lagi bisa dinalar

Tahun 2022 diproyeksikan menjadi tahun kebangkitan ekonomi. Selain itu, situasi sosial masyarakat ikut beradaptasi dengan kondisi baru. Fase new normal baru benar-benar terasa setelah dua tahun lebih sejak berlakunya PSBB.

Tapi, tahukah Anda, daerah mana yang besar kemungkinan nggak akan terlihat bedanya? Benar, Jogja.

Jogja (baca: Daerah Istimewa Yogyakarta) lumayan stabil. Stabil dengan UMR paling rendah dan ketimpangan sosial. Yang tumbuh hanyalah jurang kesenjangan. Bahkan Gini Ratio Jogja menjadi tertinggi di angka 0,436. Padahal Gini Ratio nasional aja cuman 0,384, po ra n666ri?

Ngomong-ngomong, Gini Ratio adalah satuan untuk mengukur ketimpangan sebuah wilayah.

Gini Ratio menunjukkan derajat ketidakmerataan distribusi pendapatan relatif antarpenduduk. Gampangnya, makin tinggi angka Gini, makin tidak merata distribusi pendapatan penduduknya. Dari besaran Gini Ratio di atas, Jogja lebih timpang daripada rata-rata Indonesia.

Oh iya, buat yang bilang Jogja murah, tolong simpan mimpi kesiangan Anda. Artikel ini jelas bukan buat Anda, yang masih berhalusinasi. Kenyataan di lapangan adalah hidup di Jogja itu susah. Dan mati di Jogja sama susahnya, kalau tidak lebih susah.

Lanjut.

Baca Juga:

Boleh Membanggakan SCBD Jogja, tapi Jangan Lupakan Gamping dan Mlati Sleman yang Akan Menjadi The Next SCBD Jogja Barat

Dulu Malu Bilang Orang Kebumen, Sekarang Malah Bangga: Transformasi Kota yang Bikin Kaget

Jika Gini Ratio makin tinggi, makin banyak rakyat Jogja yang hidup tidak layak. Biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup belum terpenuhi karena pendapatan yang rendah. Apalagi perkara pemenuhan hidup dasar seperti pemukiman. Sudah jadi rahasia umum jika urusan pemukiman di Jogja mencapai fase berbahaya.

Generasi muda Jogja terancam tidak bisa memiliki tempat tinggal. Mereka akan hidup dengan menumpang orang tua atau mengontrak. Ya gimana lagi, gaji mereka sangat mepet untuk KPR. Misal kita pakai cicilan KPR 200 juta dengan tenor 15 tahun dan suku bunga 8,5 persen. Setiap bulan warga Jogja harus mencicil sebesar Rp1.735.646. Misal dengan upah 3 juta yang sudah di atas UMR, separuh lebih gaji habis untuk KPR.

Padahal, harga rumah 200 jutaan di Jogja sering berada di pelosok. Agak mepet kota jelas lebih tinggi. Seandainya ada, pasti rumahnya kelewat kecil.

Jika harus bekerja ngelaju jarak jauh, ingat perkara BBM. Jogja tidak punya skema harga BBM yang istimewa. Karena yang istimewa cuma Kraton. Harga BBM di Jogja sama seperti di Jakarta. Berikut harga alat pendukung kerja seperti motor dan gawai. Jangan suruh orang Jogja naik transportasi umum. Selain tidak merata, naik transportasi umum malah menguras waktu tempuh. Efeknya, bisa dipecat.

Urusan sandang dan pangan juga sama saja. Jogja bukan daerah yang bisa self-sustaining alias swasembada. Beras saja dari Delanggu. Sayur juga dari Magelang. Pakaian dari marketplace. Efeknya, harga sandang dan pangan di Jogja tetap sama dengan daerah lain yang memiliki UMR lebih tinggi.

Inilah susahnya hidup di Jogja. UMR rendah malah dibarengi harga properti tinggi. Harga kebutuhan pokok juga tidak ramah UMR. Lha wong harganya mengikuti pasar nasional. Dan kebutuhan sekunder jelas makin timpang. Apalagi urusan kebutuhan seperti rekreasi malah mengikuti masyarakat luar Jogja yang bergaji lebih layak.

Saya saja tidak bicara masalah isu kesukuan, gesekan antar ras, dan klitih ya. Dari Gini Ratio tadi saja sudah terlihat bahwa Jogja ini survival game level ekstrem. Tapi susahnya hidup di Jogja ini tidak selesai setelah Anda mati. Mati saja masih susah ketika Anda menjadi warga Narimo ing Pandum.

Makin sempitnya lahan pemakaman umum membuat petak makam menjadi bisnis terselubung. Anda harus merogoh kocek minimal 4 juta agar mendapat lahan makam. Kecuali Anda punya privilese tinggal di pedesaan sebagai warga asli. Biasanya mereka memiliki makam desa yang (harusnya) gratis. Tapi dengan makin sempitnya lahan pemakaman, Anda yang masih hidup di Jogja boleh waswas.

Kembali ke urusan angka, biaya beli lahan makam jelas tidak ramah dengan UMP Jogja. Jadi bayangkan sebuah fase di mana Anda harus menyicil rumah hampir seumur hidup. Membayar separuh gaji untuk tempat tinggal ketika biaya hidup makin mencekik. Berharap penambahan gaji tiap tahun, tapi pertumbuhannya lambat. Nambah pun hanya dikit, antara naik gaji atau justru menghina. Dan akhirnya, saat mati, Anda harus kembali membayar sampai jutaan bahkan belasan juta.

Matinya saja bisa jadi karena klitih. Belum lunas KPR, harus beli makam. Jogja istimewa.

Penulis: Prabu Yudianto
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Jogja Istimewa, Gunungkidul Merana

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.

Terakhir diperbarui pada 29 Juli 2022 oleh

Tags: biaya hidupJogjaketimpanganUMR
Prabu Yudianto

Prabu Yudianto

Penulis kelahiran Yogyakarta. Bekerja sebagai manajer marketing. Founder Academy of BUG. Co-Founder Kelas Menulis Bahagia. Fans PSIM dan West Ham United!

ArtikelTerkait

Derita Tinggal di Kecamatan Tegalrejo Jogja

Derita Tinggal di Kecamatan Tegalrejo Jogja

31 Maret 2023
menggugat pagar alun-alun utara jogja mojok.co

Wawancara Eksklusif dengan Korban Kebakaran Alun-alun Utara Jogja

29 Mei 2021
memborong rumah perumahan banguntapan mojok

Seperti Angkringan di Jogja, Mari Romantisasi Perumahan di Banguntapan

19 Agustus 2020
Ilustrasi Dilema Jogja ketika Jalan Tol Menembus Tanah Keraton (Unsplash)

Ketika Jalan Tol Menembus Tanah Keraton: Dilema Istimewa Jogja dalam Menata Ruang

22 Juli 2025
Jakarta Adalah Tempat Terbaik untuk Menemukan Ketenangan Melebihi Jogja (Unsplash) umr

Jakarta Adalah Tempat Terbaik untuk Menemukan Ketenangan Melebihi Jogja

14 April 2023
Tips Pulang Malam agar Selamat dari Klitih di Bumi Romantis Bernama Jogja terminal mojok.co

Tips Pulang Malam agar Selamat dari Klitih di Bumi Romantis Bernama Jogja

11 November 2020
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Toyota Corolla Altis, Sedan Tua Terbaik yang Masih Sulit Dikalahkan di Harga Kurang dari Rp100 Juta

Toyota Corolla Altis, Sedan Tua Terbaik yang Masih Sulit Dikalahkan di Harga Kurang dari Rp100 Juta

17 Desember 2025
3 Alasan Berkendara di Jalanan Jombang Itu Menyebalkan

3 Alasan Berkendara di Jalanan Jombang Itu Menyebalkan

14 Desember 2025
Toyota Vios, Mobil Andal yang Terjebak Label "Mobil Taksi"

Toyota Vios, Mobil Andal yang Terjebak Label “Mobil Taksi”

16 Desember 2025
Jujur, Saya sebagai Mahasiswa Kaget Lihat Biaya Publikasi Jurnal Bisa Tembus 500 Ribu, Ditanggung Sendiri Lagi

Jujur, Saya sebagai Mahasiswa Kaget Lihat Biaya Publikasi Jurnal Bisa Tembus 500 Ribu, Ditanggung Sendiri Lagi

16 Desember 2025
Lumajang Bikin Sinting. Slow Living? Malah Tambah Pusing (Unsplash)

Lumajang Sangat Tidak Cocok Jadi Tempat Slow Living: Niat Ngilangin Pusing dapatnya Malah Sinting

19 Desember 2025
Selo, Jalur Favorit Saya untuk Pulang ke Magelang dari Solo Mojok.co

Selo, Jalur Favorit Saya untuk Pulang ke Magelang dari Solo

14 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Upaya Merawat Gedung Sarekat Islam Semarang: Saksi Sejarah & Simbol Marwah yang bakal Jadi Ruang Publik
  • Busur Panah Tak Sekadar Alat bagi Atlet Panahan, Ibarat “Suami” bahkan “Nyawa”
  • Pasar Petamburan Jadi Saksi Bisu Perjuangan Saya Jualan Sejak Usia 8 Tahun demi Bertahan Hidup di Jakarta usai Orang Tua Berpisah
  • Dipecat hingga Tertipu Kerja di Jakarta Barat, Dicap Gagal saat Pulang ke Desa tapi Malah bikin Ortu Bahagia
  • Balada Berburu Si Elang Jawa, Predator Udara Terganas dan Terlangka
  • Memanah di Tengah Hujan, Ujian Atlet Panahan Menyiasati Alam dan Menaklukkan Gentar agar Anak Panah Terbidik di Sasaran

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.