Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Hiburan Musik

Musik Indie Paling Keras Jelas Efek Rumah Kaca!

Nasrulloh Alif Suherman oleh Nasrulloh Alif Suherman
9 Juni 2020
A A
efek rumah kaca

Bagi Saya, Musik 'Indie' Paling Keras ya Efek Rumah Kaca lah

Share on FacebookShare on Twitter

Bisa jadi saat ini para penggemar dan penikmat lagu indie, khususnya para penikmat lagu .Feast merasa bahwa lagu-lagu macam “Peradaban”, “Berita Kehilangan”, “Kami Belum Tentu”, dan lagu lainnya sebagai musik keras yang penuh dengan kritik sosial bagi pemerintah atau tatanan sosial masyarakat. Boleh saja, kalau kamu beranggapan demikian.

Namun, bagi saya grup musik yang pertama kali saya dengar dan amini lirik-lirik lagunya, baik tentang kritik sosial atau soal kehidupan adalah Efek Rumah Kaca. Bagi saya, sebelum .Feast ada, Efek Rumah Kaca telah mengaung di udara dan menyebarkan lagunya ke jagat antero Indonesia. Wqwqwq, maaf agak sedikit berlebihan.

Saya mengenal Efek Rumah Kaca semenjak masuk kuliah, sekitar 2015. Saat itu selera musik ya masih umum, hanya mengenal musik dari grup musik yang punya label besar yang kebanyakan bergenre pop Melayu. Paling banter, saya mendengarkan musik-musik cadas luar, macam Avenged Sevenfold sampai System Of The Down. Barulah saat masuk kampus saya mengenal musik indie.

Dari dulu sebenarnya saya juga tahu, kalau indie bukan genre musik. Indie adalah sebutan independen yang tidak bernaung kepada label besar. Tapi entah kenapa saat itu saya mengamini saja kalau indie itu adalah genre. Hadeeeh.

Saat itu kalau tidak salah saya mendengar lagu Efek Rumah Kaca dari teman satu tingkat saya, tapi beda jurusan. Saya masih sangat ingat, lagu Efek Rumah Kaca yang saya pertama dengar adalah “Lagu Cinta Melulu” yang sukses membuat saya ketagihan.

Pertama, karena lagu itu tidak cukup familiar di kuping saya. Namun, karena saya lumayan cukup suka musik genre rock jadilah saya dengarkan sampai habis. Kedua, lirik-lirik band ini kok tidak seperti grup musik pada umumnya. Isinya aneh, “lagu cinta melulu, kita memang benar-benar melayu?” gumam saya waktu itu. Jadilah saya tanyakan ke teman saya, itu grup musik apa? Dia jawab namanya Efek Rumah Kaca. Saya ingat dan saya cari lain waktu.

Bermula dari lagu yang berjudul “Lagu Cinta Melulu”, saya mulai penasaran dengan lagu lainnya. Saya mulai mendengar “Di Udara”, “Bukan Lawan Jenis”, “Kenakalan Remaja di Era Informatika”, “Sebelah Mata”, “Desember” dan dari album terbaru seperti “Putih” dan “Pasar Bisa Diciptakan” yang benar-benar bikin saya pusing. Bisa-bisanya ada grup musik sebagus ini dan saya telat tahu.

Sebelum ada lagu “Peradaban” yang dikenal lirik-liriknya keras dan geram sampai kebas, Efek Rumah Kaca sudah membuat geram dengan cara saksama dalam tempo yang teramat baik. Efek Rumah Kaca yang sadar akan pengaruh musiknya cukup besar menjadikannya media untuk bersuara, baik kepada tatanan masyarakat, industri musik, atau kepada penguasa. 

Baca Juga:

Surakarta Menjadi Saksi Sejarah, Menyambut Kelahiran Kembali Lokananta

Payung Teduh Masih Tetap Teduh Didengar meski Ditinggal Mas Is

Seperti “Lagu Cinta Melulu” yang mendobrak kebiasaan grup musik kita, faktanya memang sangat mendayu-dayu dan penuh lirik-lirik cengeng. Sebuah lagu protes, yang menyatakan kita ini terlalu sendu dalam menikmati musik. Lalu ada lagu “Kenakalan Remaja di Era Informatika” yang sarat pesan moral, betapa banyak anak remaja utamanya di bawah umur mengekploitasi hal-hal seksual semata demi kesenangan, tanpa sadar akan risiko kehidupan saat birahi yang juara.

Tak hanya soal kritik semata, Efek Rumah Kaca juga membuat lagu yang penuh pesan akan kehidupan dan kematian. Contohnya, “Putih” dari album Sinestasia. Dari lirik pertama, kita sudah disodorkan dengan kalimat “kematian” dan bagaimana saat kita menghadapinya, sungguh lagu ini membuat merinding. Saya mendengarkan lagu ini beberapa kali dan tetap merinding saat mendengarkan. Tidak lebay dan jujur adanya.

Dalam lagu itu, digambarkan bagaimana kematian datang dan jika kita diberikan kesadaran saat bisa melihat kematian sendiri. Allahuma, ide yang sangat bikin diri saya sendiri bisa muhasabah. Bayangkan, kematian dibayangkan dan dijadikan lirik-lirik kata yang menegur kita. Cukup sudah cukup, saya nggak kuat bayangin.

Sampai saat ini, saya masih mengamini bahwa memang Efek Rumah Kaca dengan lagu-lagu miliknya adalah sebuah keniscayaan bahwa musik bukan sekadar musik. Ia dapat menjadi gambaran soal macam-macam hal yang tidak bisa kita bayangkan dalam imaji sendiri. Betapa kuat musik dan lirik jika ditempa sedemikian rupa.

Jadi, apa lagu Efek Rumah Kaca favorit kalian?

Sumber Gambar: Wikipedia

BACA JUGA Membayangkan Kehidupan dan Kematian dalam Lagu Putih-nya Efek Rumah Kaca dan tulisan Nasrulloh Alif Suherman lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 6 Oktober 2021 oleh

Tags: .feastefek rumah kacamusik indie
Nasrulloh Alif Suherman

Nasrulloh Alif Suherman

Penulis partikelir. Menulis di selang waktu saja.

ArtikelTerkait

Lagu 'Bertaut' Nadin Amizah Penuh Makna tapi Tidak Sesuai Kenyatannya terminal mojok.co

Lagu ‘Bertaut’ Nadin Amizah Penuh Makna tapi Tidak Sesuai Kenyataannya

31 Januari 2021
Bung Fiersa

Sementara Kita Sibuk Mencerca, Saat Itu Bung Fiersa Justru Sedang Giat-Giatnya Berkarya

4 Maret 2020
.Feast Lebih Baik Bermusik Aja, Nggak Perlu Nyenggol Genre Musik Lain! terminal mojok.co

.Feast Lebih Baik Bermusik Aja, Nggak Perlu Nyenggol Genre Musik Lain!

26 April 2020
Surakarta Saksi Sejarah, Menyambut Kelahiran Kembali Lokananta (Unsplash)

Surakarta Menjadi Saksi Sejarah, Menyambut Kelahiran Kembali Lokananta

30 Juni 2023
Jason Ranti Adalah Nasida Ria Versi Lite terminal mojok.co

Jason Ranti Adalah Nasida Ria Versi Lite

24 Januari 2021
Menjadi Music Snob Itu Nggak Ada Keren-kerennya!

Menjadi Music Snob Itu Nggak Ada Keren-kerennya!

27 Februari 2020
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Universitas Terbuka (UT): Kampus yang Nggak Ribet, tapi Berani Tampil Beda

Universitas Terbuka (UT): Kampus yang Nggak Ribet, tapi Berani Tampil Beda

26 Desember 2025
Tips Makan Mie Ongklok Wonosobo agar Nggak Terasa Aneh di Lidah

Tips Makan Mie Ongklok Wonosobo agar Nggak Terasa Aneh di Lidah

22 Desember 2025
5 Rekomendasi Kuliner Babi Surabaya untuk Kalian yang Menghabiskan Cuti Natal di Kota Pahlawan

5 Rekomendasi Kuliner Babi Surabaya untuk Kalian yang Menghabiskan Cuti Natal di Kota Pahlawan

22 Desember 2025
Derita Jadi Pustakawan: Dianggap Bergaji Besar dan Kerjanya Menata Buku Aja

Derita Jadi Pustakawan: Dianggap Bergaji Besar dan Kerjanya Menata Buku Aja

23 Desember 2025
Situbondo, Bondowoso, dan Jember, Tetangga Banyuwangi yang Berisik Nggak Pantas Diberi Respek

Situbondo, Bondowoso, dan Jember, Tetangga Banyuwangi yang Berisik Nggak Pantas Diberi Respek

25 Desember 2025
Harga Nuthuk di Jogja Saat Liburan Bukan Hanya Milik Wisatawan, Warga Lokal pun Kena Getahnya

Harga Nuthuk di Jogja Saat Liburan Bukan Hanya Milik Wisatawan, Warga Lokal pun Kena Getahnya

21 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Gereja Hati Kudus, Saksi Bisu 38 Orang Napi di Lapas Wirogunan Jogja Terima Remisi Saat Natal
  • Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha
  • Libur Nataru: Ragam Spot Wisata di Semarang Beri Daya Tarik Event Seni-Budaya
  • Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa
  • Sempat “Ngangong” Saat Pertama Kali Nonton Olahraga Panahan, Ternyata Punya Teropong Sepenting Itu
  • Pantai Bama Baluran Situbondo: Indah tapi Waswas Gangguan Monyet Nakal, Itu karena Ulah Wisatawan Sendiri

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.