Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Bagaimana Rasanya Jadi Santri yang Pondoknya Dekat dengan Rumah?

Saifir Rohman oleh Saifir Rohman
10 Januari 2020
A A
Share on FacebookShare on Twitter

Empat tahun saya menjadi santri salah satu pesantren di Madura. Empat tahun saya belajar menahan kangen terhadap kampung, rumah, dan orang tua. Sebab terpisah jarak lebih kurang 385,8 km dari mereka. Dan maha benar Jokpin dengan baris puisinya, “Kangen adalah jalan menuju senewen.” Saat dilanda kangen, sering saya senewan.

Ketika menyaksikan fakta yang berkebalikan dengan apa yang saya alami, saya tambah senewen. Kala itu, saya saksikan kakak kelas yang setiap hari bisa pulang sebab antara rumahnya dan lokasi pondok hanya dipisah aspal jalan raya. Setiap hari ia bisa berjumpa dengan orang tua. Menyantap masakan bunda. Serta mungkin menggunakan fasilitas rumahan lainnya. Sementara saya, yang kalau dari rumah numpang bis Akas IV butuh waktu sekitar 8-10 jam untuk tiba di depan gerbang pondok, mustahil melakukan hal yang sama. Dalam hati saya bergumam, “Duhai, betapa bahagianya jadi santri seperti dia!”

Masa-masa itu telah berlalu. Karena sejak tamat dari pondok itu, saya tak lagi ke mana-mana. Menetap sekampung bersama orang tua dan sanak keluarga. Alih-alih kuliah di luar kota, saya justru masuk kampus yang jaraknya kurang lebih hanya 300 meter dari rumah. Sebuah kampus yang berada di bawah naungan pesantren; yang mewajibkan seluruh mahasiswanya nyantri; yang karenanya mahasiswanya dijuluki mahasantri. Saya pun hampir tidak pernah lagi merasakan beratnya menahan rindu.

Hingga hari ini, sudah lebih satu tahun setengah saya terdaftar sebagai santri di lembaga tersebut. Hari-hari saya lalui sebagai mahasantri; nyantri plus kuliah. Hanya saja, pengalaman mondok kali ini amat berbeda dengan yang sebelumnya. Kali ini posisi saya nyaris sama dengan kakak kelas yang saya singgung di atas. Saya bisa setiap hari pulang. Bertemu orang tua. Makan masakan rumah dan menikmati fasilitas rumah lainnya. Bedanya, beliau adalah seorang Gus, putera Kiai pesantren tersebut. Sementara, saya adalah anak petani.

Seperti yang saya tulis dalam judul, pertanyaannya adalah bagaimana rasanya jadi santri yang pondoknya dekat dengan rumah?

Kamu boleh berspekulasi, sebagaimana saya dalam kisah di atas, jawabannya adalah “bahagia”. Di sini, penting saya kemukakan, semuanya saya lakukan dengan cara melanggar aturan pesantren. Kalau toh saya dibilang bahagia, tentulah hanya kebahagian semu belaka. Dan rasanya, kita akan sepakat, kebanyakan hal yang semu walaupun terasa manis di awal, tidak sedikit yang justru berakhir dengan kepahitan.

Boleh jadi, awalnya, kamu bahagia mendapat pasangan yang perhatian dan sayangnya melebihi induk ayam pada anaknya. Namun, bila suatu kelak, kau temukan si doi sedang berbuat serong dengan orang lain, lantas di hadapanmu dengan jujur ia mengaku bahwa perhatiannya padamu bukan karena ia mencintaimu, melainkan satu dua hal yang lain, niscaya kamu akan ambyar seambyar-ambyarnya. Cidro secidro-cidronya.

Bila sakit digigit serangga atau semut durasinya ibarat kasih anak yang hanya sepanjang galah. Maka sakit digigit cinta semu lebih mirip kasih ibu yang rentang waktunya sepanjang masa. Begitulah kepalsuan.

Baca Juga:

Mahasiswa UIN Nggak Wajib Nyantri, tapi kalau Nggak Nyantri ya Kebangetan

3 Hal tentang Perumahan Cluster yang Bikin Orang-orang Bepikir Dua Kali sebelum Tinggal di Sana

Saya merasa khawatir akan mendapat kepahitan serupa dalam bentuk yang berbeda. Hantu paling mengerikan yang sering gentayangan dalam kepala adalah surat pemberhentian dari pihak lembaga sebagai ganjaran atas ketidakpatuhan saya. Saya pun sering mengalami konflik batin. Bahasa kerennya, disonansi kognitif. Semacam perasaan tidak nyaman yang timbul karena sikap dan perilaku tidak konsekuen. Konon, gejala ini bila dibiarkan berlarut-larut bisa menyebab stres, bahkan depresi. (Saya tak tahu apakah Gus yang bersangkutan juga mengalami keadaan demikian. Namun, bila benar, salahlah spekulasi saya. Kepada Allah saya beristigfar. Kepada sang Gus, saya memohon pemaafan).

Betapa tidak, sampai catatan ini ditulis, saya masih yakin, perbuatan saya salah adanya secara aturan pesantren. Nyatanya, hingga saat catatan ini ditulis pula, saya masih sering pulang. Parahnya lagi, saya sering melakukan rasionalisasi atas tindakan saya yang jelas-jelas salah. Umpama dengan membisiki diri: “Wajarlah saya sering pulang. Lha, kan rumah saya dekat. Saya kira santri-santri yang lain akan melakukan perbuatan yang sama bila mereka berada di posisi saya.”

Ketika ada yang mengingatkan agar saya tidak sering pulang karena takut ketinggalan materi, absensi dan sebagainya, dalam hati terkadang saya menyangkal. “Nggak, kok. Walaupun sering pulang, nilai ujian saya masih standar. Saya tidak pernah berurusan dengan bagian akademik karena masalah absensi.” Termasuk saat ditanya kenapa saya sering pulang. Sering saya beralasan ini dan itu. Misalnya, “Di rumah, saya sedang menyelesaikan tulisan untuk Terminal Mojok.”

Konon, rasionalisasi yang berulang-ulang akan menimbulkan “norma baru” dalam diri pelakunya (moral disengagement). Pada gilirannya, ia sama sekali akan mengubah sikap pelakunya. Detik ini saya masih meyakini perbuatan saya salah. Akan tetapi besok, lusa, atau seterusnya, seiring dengan rasionalisasi yang terus diulang-ulang, bukan tidak mungkin saya akan menganggapnya sebagai kewajaran.

Pada titik ini, saya akan kehilangan alasan untuk merasa bersalah. Sialnya lagi, saya tidak sendiri. Saya punya 3 karib yang posisinya persis seperti saya. Kami sama dari segi sering pulang. Karena rumah masing-masing kami memang berada di sekitar kompleks pesantren. Lagi-lagi yang menjadi distingsi di antara kami adalah soal “pangkat”. Kawan yang satu adalah putera dosen senior yang disegani di pesantren. Dua orang sisanya adalah Gus (ahlul bait pesantren tempat kami mondok).

Kenapa sial? Karena keadaan ini memungkinkan kami bersinergi dan membetuk semacam organisasi. Organisasi adalah ladang gembur untuk menanam gagasan. Buah rasionalisasi tindak pelanggaran, berupa sikap yang menyimpang dari konsensus pesantren akan sangat subur bila terus dipelihara dalam lingkup komunitas orang-orang yang senasib sepenanggungan. Bila sampai ini terjadi, celakalah kami. Kami berlindung kepada-Mu dari godaan gagasan yang terkutuk.

Begitulah kira-kira rasanya jadi santri yang pondoknya dekat dengan rumah. Mengapa hanya kira-kira? Karena jarak antara rasa dan kata tidak lebih sederhana dibanding jarak antara mencintai dan dicintai. Soal selamat dari rindu, santri macam saya boleh dibilang lebih beruntung. Walakin, ia hanya satu dari sekian bekal menuju hidup yang lebih berbahagia. Masih banyak keselamatan lain yang mesti diperjuangkan.

Selamat dari bayang-bayang drop-out dan konflik batin yang tak berkesudahan, sudah barang tentu, sangat layak untuk diperjuangkan. Teruntuk kawan-kawan santri yang pondoknya jauh dari rumah, bersyukurlah. Mohon maaf kalau-kalau keseharian kami membuat kalian iri, ya. Terakhir dan terkhusus buat para redaktur, tegakah kalian menolak tulisan orang yang sedang mengalami konflik batin sedemikian rupa? Maka tayangkanlah. Hahaha.

BACA JUGA Sudah Lulus Kuliah, Kok Masih Harus Ikut Wisuda? atau tulisan Saifir Rohman lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 10 Januari 2020 oleh

Tags: MondokPesantrenRumah
Saifir Rohman

Saifir Rohman

Penyeduh kopi. Penyuka puisi. Tapi sorry, bukan anak indie.

ArtikelTerkait

Kalau di Kota Ada Kirim Parsel, di Desa Ada Ater-ater Tipe-tipe Orang saat Menunggu Lebaran Datang Terima kasih kepada Tim Pencari Hilal! Ramadan Sudah Datang, eh Malah Menanti Bulan Syawal Ramadan Sudah Datang, eh Malah Menanti Lebaran Buku Turutan Legendaris dan Variasi Buku Belajar Huruf Hijaiyah dari Masa ke Masa Serba-serbi Belajar dan Mengamalkan Surah Alfatihah Pandemi dan Ikhtiar Zakat Menuju Manusia Saleh Sosial Inovasi Produk Mushaf Alquran, Mana yang Jadi Pilihanmu? Tahun 2020 dan Renungan ‘Amul Huzni Ngaji Alhikam dan Kegalauan Nasib Usaha Kita Nggak Takut Hantu, Cuma Pas Bulan Ramadan Doang? Saya Masih Penasaran dengan Sensasi Sahur On The Road Menuai Hikmah Nyanyian Pujian di Masjid Kampung Mengenang Asyiknya Main Petasan Setelah Tarawih Horornya Antrean Panjang di Pesantren Tiap Ramadan Menjadi Bucin Syar'i dengan Syair Kasidah Burdah Drama Bukber: Sungkan Balik Duluan tapi Takut Ketinggalan Tarawih Berjamaah Opsi Nama Anak yang Lahir di Bulan Ramadan, Selain Ramadan Panduan buat Ngabuburit di Rumah Aja Sebagai Santri, Berbuka Bersama Kiai Adalah Pengalaman yang Spesial Panduan buat Ngabuburit di Rumah Aja Pandemi Corona Datang, Ngaji Daring Jadi Andalan Tips Buka Bersama Anti Kejang karena Kantong Kering Mengenang Asyiknya Main Petasan Setelah Tarawih Rebutan Nonton Acara Sahur yang Seru-seruan vs Tausiyah Opsi Nama Anak yang Lahir di Bulan Ramadan, Selain Ramadan Drama Bukber: Sungkan Balik Duluan tapi Takut Ketinggalan Tarawih Berjamaah Sebagai Santri, Berbuka Bersama Kiai Adalah Pengalaman yang Spesial Aduh, Lemah Amat Terlalu Ngeribetin Warung Makan yang Tetap Buka Saat Ramadan Tong Tek: Tradisi Bangunin Sahur yang Dirindukan Kolak: Santapan Legendaris Saat Ramadan

Malam Ramadan, Edukasi Seks di Pesantren dengan Ngaji Qurrotul Uyun

14 Mei 2020
3 Hal tentang Perumahan Cluster yang Bikin Orang-orang Bepikir Dua Kali sebelum Tinggal di Sana Mojok.co

3 Hal tentang Perumahan Cluster yang Bikin Orang-orang Bepikir Dua Kali sebelum Tinggal di Sana

11 November 2025
5 Aturan Tidak Tertulis di Rumah. Sederhana, tapi Bisa Bikin Runyam kalau Tidak Dipatuhi Mojok.co

5 Aturan Tidak Tertulis di Rumah. Sederhana, tapi Bisa Bikin Runyam kalau Tidak Dipatuhi

22 September 2024
5 Kerugian Punya Rumah di Pinggir Sungai

5 Kerugian Punya Rumah di Pinggir Sungai

16 Maret 2023
4 Tips Sukses Menyelenggarakan Resepsi Pernikahan di Rumah Terminal Mojok

4 Tips Sukses Menyelenggarakan Resepsi Pernikahan di Rumah

20 Juni 2022
Kata Siapa Punya Rumah Dekat Pasar Nggak Enak? Ngawur Itu. Banyak Keuntungannya, lho!

Kata Siapa Punya Rumah Dekat Pasar Nggak Enak? Ngawur Itu. Banyak Keuntungannya, lho!

7 September 2023
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Jogja Sangat Layak Dinobatkan sebagai Ibu Kota Ayam Goreng Indonesia!

Jogja Sangat Layak Dinobatkan sebagai Ibu Kota Ayam Goreng Indonesia!

1 Desember 2025
5 Alasan yang Membuat SPs UIN Jakarta Berbeda dengan Program Pascasarjana Kampus Lain Mojok.co

5 Alasan yang Membuat SPs UIN Jakarta Berbeda dengan Program Pascasarjana Kampus Lain

1 Desember 2025
Korupsi Masa Aktif Kuota Data Internet 28 Hari Benar-benar Merugikan Pelanggan, Provider Segera Tobat!

Korupsi Masa Aktif Kuota Data Internet 28 Hari Benar-benar Merugikan Pelanggan, Provider Segera Tobat!

3 Desember 2025
Feeder Batik Solo Trans, Angkutan yang Bikin Iri Orang Magelang Mojok.co

Feeder Batik Solo Trans, Angkutan yang Bikin Iri Orang Magelang

2 Desember 2025
Ketika Warga Sleman Dihantui Jalan Rusak dan Trotoar Berbahaya (Unsplash)

Boleh Saja Menata Ulang Pedestrian, tapi Pemerintah Sleman Jangan Lupakan Jalan Rusak dan Trotoar Tidak Layak yang Membahayakan Warganya

3 Desember 2025
3 Alasan Soto Tegal Susah Disukai Pendatang

3 Alasan Soto Tegal Susah Disukai Pendatang

30 November 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana
  • Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.