Kuah adhun merupakan makanan ayam bersantan khas dari Madura yang identik sekali dengan momen Lebaran. Saking identiknya, orang-orang Madura di perantauan sana kalau ditanya ngapain pulang pas Lebaran, jawabannya tentu saja: mau makan kuah adhun!
Selain itu, ada semacam mitos yang berkembang bahwa kuah adhun paling enak ya dimakan di rumah di Pulau Madura, bukan di perantauan. Katanya sih rasanya bakalan beda gitu. Padahal yang bikin beda sebenarnya bukan rasa kuah adhunnya, melainkan momen kebersamaannya saat Lebaran. Maklum, di Madura, sepulang dari salat Id sudah menjadi tradisi wajib untuk makan bersama di teras dengan lauk kuah adhun.
Akan tetapi, nggak banyak orang yang tahu kalau kuah adhun ini sebenarnya nggak cuma ada saat hari raya, ada juga di hari-hari khusus lainnya. Ia memiliki semacam keterikatan pada suatu peristiwa dan juga sebagai penanda hadirnya momen-momen tertentu. Di daerah saya, nggak ada istilahnya orang bikin kuah adhun kalau nggak punya maksud tertentu, apalagi kalau hanya dijadikan lauk pauk saat makan.
#1 Hari raya Idulfitri dan Iduladha
Seperti yang sudah saya bahas di awal, kuah adhun ini identik banget sama suasana Lebaran di Madura. Bahkan, kamu bisa dibilang belum berlebaran kalau belum makan kuah adhun ini. Selain untuk dimakan dan disajikan kepada para tamu, makanan ini juga merupakan sajian utama yang digunakan saat melakukan tradisi ter-ater (mengantarkan sajian) kepada tetangga, didampingi dengan tumpeng nasi putih kecil dan camilan atau jajanan pasar.
#2 Bulan Maulud
Saat merayakan bulan Maulud, selain bertabur uang dan buah-buahan, orang Madura juga turut menyambutnya dengan memasak kuah adhun. Kapan waktunya? Tergantung saat masing-masing rumah menyelenggarakan mauludnya. Entah itu bersamaan dengan keluarga lainnya saat maulud keliling atau merayakannya seorang diri di malam hari.
Sama seperti saat Lebaran, beberapa daerah di Madura juga masih melakukan tradisi ter-ater saat memasuki bulan Maulud. Mereka saling berbalas mengantarkan sajian dan panganan kepada tetangga.
#3 Di hari ke-3 dan ke-7 saat ada orang yang meninggal
Orang-orang di daerah saya biasanya menyajikan kuah adhun tepat pada hari ke-3 dan ke-7 saat ada orang yang meninggal. Makanan khas Madura tersebut biasanya diantarkan kepada sesepuh desa atau para guru ngaji bersamaan dengan tradisi arebba. Kuah adhun tersebut diantarkan bersamaan dengan tumpeng nasi putih kecil, minuman seperti teh/kopi dan jajanan pasar.
#4 Saat memperingati hari kematian seseorang
Selain di hari ke-3 dan ke-7, orang-orang di daerah saya juga menyajikan kuah adhun di saat memperingati hari kematian seseorang, seperti peringatan 40 hari, 100 hari, 1 tahun, dan 1.000 hari. Makanya, jika kebetulan nggak ada hari-hari besar semacam hari raya dan maulud, lalu tiba-tiba seseorang memasak kuah adhun, para tetangga biasanya bakalan bertanya, “Pad-neppadhin sapah?” (Memperingati hari kematiannya siapa?), atau, “Badha lalakon apah?” (Ada kegiatan apa?).
#5 Saat ter-ater
Kata ibu saya, ada daerah di Madura yang biasanya masih melakukan tradisi ter-ater (saling berbalas hantaran sajian ke tetangga) selain di bulan-bulan besar yang sudah saya sebutkan di awal (dua hari raya dan bulan maulud). Mereka melakukannya di bulan Muharram (Jhin Peddhis), Safar (Jhin Mera), dan Rabi’uts Tsani (Rasol). Iya, orang Madura punya nama bulannya sendiri, lho. Saat ter-ater, sudah menjadi semacam aturan tak tertulis bahwa salah satu lauk-pauk yang wajib ada tentu saja kuah adhun.
Nah, sekarang sudah tahu kan kapan saja makanan khas Madura satu ini muncul? Jadi, kalau mau mencicipi kuah adhun di Madura, datangnya pas sedang ada momennya, ya.
Sumber Gambar: Dokumentasi Penulis