Menikah dengan orang Magelang memang menciptakan seribu satu cerita. Salah satunya adalah perihal seserahan yang menurut saya berbeda. FYI, saya orang Pantura, jadi benar-benar tidak mengerti soal hal-hal sakral ala Magelang.
Jika di Demak serah-serahan menggunakan ayam duplikat (bisa baca “4 Hal Tak Biasa yang Ada dalam Pernikahan di Demak), ini orang Magelang menggunakan ayam asli. 100% ayam jago hidup.
Jadi pihak mempelai laki-laki akan membawa seekor jago terbaik yang mereka punya. Lalu, ayam tersebut akan diserahkan kepada pihak mempelai perempuan. Normalnya si pihak perempuan harus memelihara ayam jago ini dengan memberinya pasangan ayam betina. Itu normalnya, sayangnya itu tidak berlaku bagi sebagian dari kami.
Ayamnya malah kabur
Sehari setelah pernikahan saya terkejut karena ada seekor ayam jago di lantai dua rumah. Lantai dua memang masih hanya atap saja. Kemudian saya diberi tahu oleh ibu itu adalah bawaan dari Magelang.
Tiga hari kemudian saya dan suami harus ke Semarang untuk bekerja. Dan tinggallah si jago itu sebagai satu-satunya peliharaan di rumah. Lalu, untuk menemaninya, bapak yang ajaib membelikannya teman: sepasang burung perkutut.
Tiga bulan berada di rumah saya, si ayam jago memilih jalannya sendiri. Adik saya yang teledor membuka tali si jago. Jago lalu keluar rumah dan kabur entah ke mana. Saya yang diberi tahu cuma bisa maklum. Wong saya sendiri kalau jadi ayam jagonya juga akan murka kok. Sudah dibiarkan jomblo, masih disuguhi pemandangan perkutut bercinta tiap hari. Hehe.
Dengan berat hati saya kemudian menelpon mertua. Saya ceritakan apa adanya. Bapak mertua sempat agak sedih, mengingat itu adalah ayam jago terbaik dan penurut di kelasnya. Kata bapak, ayam itu tidak pernah melawan, dipegang saja nurut. Jadi, asumsinya ayam itu keluar dan ditangkap oleh orang lain. Ya, mohon maaf, Bapak.
Ayam yang jadi opor
Lain saya lain lagi teman saya. Teman saya orang Purbalingga dan kebetulan menikah dengan teman suami saya yang Magelang. Seperti adatnya, teman saya juga mendapatkan ayam jago.
Teman saya dan suaminya akhirnya LDR. Si suami di Magelang, sedang si istri di Purbalingga. Beberapa bulan sekali si suami akan menengok si istri. Nah, ayam jago yang diberikan pada istrinya adalah ayam jago peliharaan si suami.
Gagah banget ayam itu. Di hari itu ketika datang berkunjung, keluarga si istri tengah memasak opor ayam. Aromanya begitu menggugah selera. Si suami yang lelah, lalu mulai hendak makan. Ketika mau makan satu suap si suami ini bertanya, “Ayame kemana dik?”
“Kui Mas, wis dadi opor,” kata si istri kalem.
Si Suami langsung merasa tidak sanggup untuk melanjutkan makan. Hehehe terbayang muka si jago yang berkokok di depannya.
“Yo, maaf Dik, ra sanggup aku memakan peliharaanku sendiri,” ucap si suami.
Ayam yang menjadi simbol
Menurut cerita mertua saya, ayam jago itu adalah simbolisasi dari keluarga mempelai laki-laki menyerahkan pejantan mereka untuk si perempuan. Dan harusnya keluarga si perempuan memberikan betina sebagai pasangan.
Pemberian ayam betina ini mungkin sebagai simbol bahwa betina ini adalah pasangan dari si pejantan. Lalu diharapkan mereka akan beranak pinak. Sayang seribu sayang, bukannya beranak pinak, ayam-ayam jago ini menemukan keapesan di rumah orang yang tidak berasal dari Magelang.
Yo, saya mewakili segenap crew yang bertugas memberi pasangan untuk si ayam memohon maaf. Akibat kealpaan kami, jago-jago itu menjadi celaka. Ya, semoga ayam-ayam jago dari Magelang itu tenang di alam sana. Aaamiiin.
Penulis: Anisa Fitrianingtyas
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Pak Jokowi, Tolong Bikin Kunjungan ke Magelang pada Malam Hari!
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.