Kita sering mendengar celetukan ini: asisten dosen adalah jalan pintas menuju kelulusan. Dekat dengan dosen, berinteraksi secara intens membuat orang berpikir, jalan studi akan jadi lebih mudah dan lebih terbuka.
Mbahmu.
Realitas itu pahit. Asisten dosen nyatanya nggak dapet privilese sehebat yang orang kira. Mungkin ada yang lebih mudah lulusnya, tapi saya yakin betul orangnya memang dasarnya brilian dan disiplin, makanya bisa lancar. Perlu diingat, menyelesaikan studi seringnya perkara kedisiplinan, tak hanya nilai.
Daripada ngang-ngong, mending saya jelaskan dikit perkara jabatan ini, biar klean nggak punya pikiran yang tidak-tidak.
Tantangan super elit
Secara umum, tugas asisten dosen itu ya mirip dengan dosen. Jadi sudah terlihat seberapa berat tugasnya. Ditambah asdos itu jadi jembatan penghubung dosen dengan mahasiswa, tugas mereka jelas terlihat tidak mudah. Mereka kerap juga dapat tugas dari dosennya.
Duh, berat.
Tugas yang berat ini masih ditambah lagi dengan beratnya ekspektasi dari dosen dan mahasiswa. Jadi asdos memang isinya tambah-tambah kerja.
Asisten dosen pasti bisa lulus duluan
Nggak jarang, mahasiswa yang jadi asisten dosen diramalkan bakal jadi mahasiswa yang lulus duluan di angkatannya. Padahal mah, wkwkwkw.
Mahasiswa yang jadi asdos nggak jarang jadi anggota paguyuban lulus agak belakangan. Faktornya macem-macem sih, ada dosen yang belum rela “kehilangan” asistennya, ada yang terlalu sibuk, susah cari pengganti, yada, yada. Banyak lah halangannya, jelas nggak semulus yang kalian kira.
Memang, kelulusan mereka yang agak terlambat jelas bukan aib. Toh, benefitnya banyak, dan nggak ada juga larangan untuk lulus agak terlambat. Tapi, stigma lucu ini kadang ya bikin para asdos keki juga. Mending fokus ke diri sendiri yagaseh.
Ekspektasi yang (kelewat) tinggi
Tadi sudah saya singgung perkara ekspektasi, tapi saya mau bicarakan agak detil di sini. Hal yang saya ketahui setelah menjadi asdos adalah ekspektasi orang-orang kepada para asdos adalah orang yang cerdas dan unggul.
Oleh karena itu, terkadang dosen tiba-tiba jadi perfeksionis pada para asdosnya agar skripsi tersebut minim revisi. Jika mahasiswa lain bisa memiliki visi “sidang dahulu, revisi belakangan”, asdos nggak bisa. Sebab, dosen ingin asistennya memiliki standar tinggi seperti dirinya. Wajar nggak wajar sih, tapi ya gimana.
Menjadi asisten dosen adalah tugas yang membanggakan dan berharga, tapi jelas bukan jalan pintas menuju kelulusan yang mudah. Tugas ini membutuhkan dedikasi, kemampuan komunikasi yang baik, serta kemauan untuk belajar dan tumbuh dalam lingkungan akademik.
Jadi ya, kalau masih ada yang mikir ini tiket emas, salah besar. Ketimbang nyinyirin, mending situ kerjain skripsi yang baru kelar kata pertamanya. Skripsi yang baik, adalah skripsi yang selesai.
Penulis: Nurul Fauziah
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Jadi Asisten Dosen Memang Keren, tapi Nggak Gampang