Adalah tingginya ekspektasi yang pada akhirnya membunuh harapanmu. Kekalahan Arsenal dari Manchester City nampaknya mengguncang keseimbangan jiwa banyak fans The Gunners. Ekspektasi untuk meraih gelar juara musim ini seakan-akan sudah langsung runtuh. Sungguh, orang-orang yang malang.
Arsenal menatap laga super penting melawan Manchester City dengan hati yang terluka. Pertama, jajaran wasit baru saja mengecewakan mereka… untuk kesekian kalinya. Musim ini, The Gunners memang banyak dirugikan. Ini bukan lanturan semata, tetapi pihak wasit sendiri mengakui bahwa mereka membuat kesalahan yang merugikan Arsenal.
Arsenal kehilangan poin penting, setidaknya, di lima laga. Laga di mana The Gunners kehilangan poin adalah ketika melawan Manchester United (2 poin), Southampton (2 poin), Newcastle (2 poin), Everton (1 poin), dan Brentford (2 poin). Merasa selalu dirugikan wasit, The Gunners harus menang ketika melawan rival terdekat untuk saat ini: Manchester City.
Lelah secara mental
Poin kedua dari hati yang terluka dari skuat Arsenal adalah mental yang lelah. Sejak melawan Everton, skuat mereka sudah tidak lagi terasa segar. Seakan-akan tim paling muda di Liga Inggris begitu mudah kehilangan konsentrasi dan ketenangan. Dua hal ini membuat poin yang hilang di lima laga di atas menjadi tidak bisa dibantah. Alasan menjadi korban wasit menjadi sedikit terpinggirkan.
Kelelahan secara mental membuat segala alibi bahwa Arsenal selalu rugi karena wasit menjadi kurang terasa menggigit lagi. Kenapa bisa begitu? Karena pada akhirnya, tim besar, atau tim yang sedang berusaha besar, harus bisa keluar dari kesulitan dengan usaha sendiri. Bergantung kepada keajaiban itu sama saja seperti pecundang yang takabur.
Banyak fans yang langsung bermimpi bahwa Arsenal akan juara musim ini setelah tampil sangat apik sebelum jeda Piala Dunia. Mimpi seperti itu tidak salah, tetapi harus sadar juga dengan ukuran kemampuan tim ini. Masalahnya, banyak yang takabur dan lantas memandang rendah tim lain.
Hal yang sama juga ditunjuk oleh pemain, lho. Zinchenko, dalam sebuah wawancara, mengaku bahwa dirinya sudah memprediksi Arsenal bisa bersaing menjadi juara. Iya, itu pernyataan yang sangat baik dan tidak salah. Namun, tanpa didukung oleh kerja nyata di lapangan, pernyataan itu jadi semacam angin semilir di tengah gurun pasir.
Mental kerdil
Salah satu wujud ketidakdewasaan adalah mudah kehilangan konsentrasi di momen-momen terberat. Sebagai pemain sepak bola profesional, para pemain Arsenal harusnya sadar bahwa detail kecil selalu menentukan status menang atau kalah. Manchester City, juara bertahan, mengajari soal kedewasaan secara telak.
Babak pertama laga Arsenal vs Manchester City adalah panggung untuk anak-anak muda dari London Utara. Meski sempat kebobolan lebih dulu, Arsenal berhasil mengontrol laga, untuk kemudian menyamakan kedudukan. Babak pertama adalah taman bermain paling indah bagi fans The Gunners.
Manchester City bermain sangat buruk di babak pertama. Jack Grealish dan Pep Guardiola mengakui hal itu. Namun, ketika berada dalam tekanan, para pemain Manchester City paham harus bagaimana. Mereka sangat sabar meladeni agresivitas para pemain muda Arsenal. Mereka bermain dengan kepala dingin dan tidak kalah oleh berbagai tekanan.
Sebaliknya, di babak kedua, ketika Manchester City mencetak gol kedua, mood di tengah pemain Arsenal berubah. Jika babak pertama The Gunners bermain untuk mencari gol, di babak kedua, mindset yang terlihat hanya usaha untuk tidak lagi kebobolan. Ini mental pecundang, pikiran orang kerdil, yang akan membuat Arsenal terlempar dari statusnya sebagai title contender.
Blunder
Sekali lagi, saya ingin menegaskan bahwa menang dan kalah itu ditentukan oleh diri sendiri. Salah satu hal yang menentukan status pecundang adalah blunder. Fans Arsenal tidak bisa lari dari kenyataan bahwa dua dari tiga gol Manchester City berasal dari blunder pemain.
Ingat, di babak pertama, ketika bermain begitu buruk, Manchester City sama sekali tidak membuat kesalahan fatal. Mereka bertahan sekuat mungkin, baik dari sisi tim, maupun performa individu.
Arsenal sendiri sudah berada dalam posisi di antara nervous dan over confidence. Hasilnya, banyak blunder yang tercipta. Misalnya, Saliba yang selalu kalah duel udara dari Ivan Toney, Ben White mulai banyak salah memosisikan diri, Zinchenko terlalu lambat mengalirkan bola, dan Gabriel Magalhaes yang salah mengambil posisi ketika duel fisik dengan striker lawan.
Setelah semua penjelasan di atas, izinkan saya menyimpulkan bahwa posisi Arsenal saat ini adalah wajar. Gajah itu akhirnya jatuh dari ketinggian. Jatuhnya sakit dan tidak banyak fans yang bisa menerima kenyataan ini. Padahal, kekalahan itu bagian dari proses panjang menuju keseimbangan akhir. Kalau tidak terima dengan kekalahan, fans Arsenal hanya sekumpulan bocah tantrum yang sangat takabur.
Mengatur ekspektasi
Ekspektasi itu bukan monster yang tidak bisa dikontrol. Ia adalah sesuatu yang halus, berada di lubuk hati terdalam, namun bisa mematikan. Terutama jika kita sebagai yang memegang kendali tidak bisa mengontrol ekspektasi yang menyeruak dari kedalaman hati manusia. Oleh sebab itu, saya ingin mengajak fans Arsenal untuk tidak takabur dan punya nyali untuk mengontrol ekspektasi.
Mempunyai mimpi paling indah itu hal wajar. Bahkan sangat wajar mengingat mimpi adalah salah satu bahan bakar untuk mendorong kita memproduksi karya dan usaha. Namun, mimpi terlalu tinggi juga tidak terlalu baik. Manchester City mengajarkan kita bahwa jatuh dari ketinggian itu mematikan. Bagaimana caranya supaya tidak sakit?
Mari turun dari ketinggian. Rasakan kembali hangatnya tanah dengan telapak kaki kita masing-masing. Kenali lagi yang namanya kerendahan hati. Hangatnya tanah dan nyali untuk mengatur ekspektasi yang akan menjauhkan fans Arsenal dari sakit hati yang membunuh itu.
Dear fans Arsenal, kita berenang di lautan fakta. Inilah yang namanya progres menuju keseimbangan. Nampaknya banyak fans The Gunners yang sudah lupa bahwa kita masih di tengah jalan menuju kesempurnaan. Kita belum di hilir dari sebuah usaha. Masih banyak kekecewaan yang akan mendewasakan kita.
Namun, pegang erat-erat di dalam hati masing-masing satu hal ini: Believe!
Penulis: Yamadipati Seno
Editor: Yamadipati Seno