Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Kampus Pendidikan

Apa Urgensi Belajar Bahasa Portugis? Ketemu Bahasa Inggris Aja Masih Nangis!

Raihan Muhammad oleh Raihan Muhammad
27 Oktober 2025
A A
Apa Urgensi Belajar Bahasa Portugis ? Ketemu Bahasa Inggris Aja Masih Nangis!

Apa Urgensi Belajar Bahasa Portugis? Ketemu Bahasa Inggris Aja Masih Nangis!

Share on FacebookShare on Twitter

Baru-baru ini, Presiden Prabowo Subianto bikin pengumuman yang bikin guru bahasa di seluruh Nusantara spontan menatap papan tulis kosong: bahasa Portugis akan diajarkan di sekolah. Bahasa Portugis, saudara-saudara! Bahasa yang bahkan Google Translate pun masih sering salah kaprah menerjemahkannya. Sementara di sisi lain, murid-murid di pelosok masih bingung bedain antara “di” sebagai awalan dan “di” sebagai kata depan.

Tentu, niatnya bagus. Katanya biar hubungan Indonesia dan Brasil makin “new special relationship”. Tapi, bukankah hubungan baik itu bisa juga dimulai dari saling tukar resep kopi atau pemain bola, bukan langsung ganti kurikulum? Apalagi kalau jumlah pengajar bahasa Portugis di Indonesia katanya belum sampai lima orang. Lima. Itu pun sudah termasuk yang merangkap jadi penerjemah, dosen, dan kadang content creator kalau lagi sepi murid.

Yang bikin sedih bukan karena bahasa Portugis itu jelek, bukan. Bahasa apa pun mulia adanya. Tapi, ketika literasi kita masih terengah-engah di peringkat 70 dunia, kebijakan ini terasa seperti membeli kamus baru padahal buku pelajaran lama belum lunas. Sementara anak-anak masih berjuang membaca teks “Fulan membeli lima jeruk” tanpa tersesat di tengah jalan, negara sudah ingin mereka fasih bilang “A Fulan comprou cinco laranjas.”

Bahasa Inggris belum lulus, kini masuk bahasa Portugis

Masalahnya, kebijakan ini datang di saat kita bahkan belum beres dengan bahasa yang sudah lama diajarkan: bahasa Inggris. Data PISA 2022 bilang skor literasi kita turun, sementara survei EF English Proficiency Index menempatkan Indonesia di peringkat 80 dari 116 negara. Artinya, sebagian besar anak bangsa ini bahkan masih berpikir “grammar” itu nama minuman energi. Tapi, entah kenapa, pemerintah tampaknya yakin bahwa solusinya adalah menambah satu bahasa baru, seperti menambah beban PR supaya murid makin “termotivasi.”

Lebih parah lagi, guru yang bisa mengajar bahasa Portugis di Indonesia katanya belum sampai lima orang. Lima! Itu pun kalau belum ada yang pindah kerja atau ganti karier jadi barista. Jadi siapa nanti yang ngajar? Guru bahasa Inggris yang belum sempat fasih “tenses”? Atau guru IPS yang akan diberi pelatihan kilat sambil disuruh hafal “bom dia” dan “obrigado”? Rasanya seperti suruh chef warung tegal tiba-tiba bikin pastel de nata. Niatnya baik, tapi alat dan bahannya nggak nyampe.

Kalau logikanya karena “hubungan dengan Brasil semakin spesial”, ya tentu bagus. Tapi, bukankah hubungan spesial itu seharusnya dua arah? Jangan-jangan nanti anak-anak kita fasih menyapa dalam bahasa Portugis, tapi orang Brasil tetap bingung bedain “Jakarta” dan “Yogyakarta”. Di titik ini, bahasa bukan lagi soal diplomasi, tapi lebih seperti proyek spontan yang bisa dijadikan headline: keren di pidato, repot di pelaksanaan.

Diplomasi gengsi, logika pergi

Kalau mau jujur, kebijakan semacam ini lebih terdengar seperti diplomasi rasa gengsi ketimbang visi pendidikan. Soalnya, di negeri yang gemar mengganti kurikulum sesering ganti menteri, keputusan “masukkan bahasa Portugis” itu terdengar seperti kalimat spontan yang lahir dari ruang konferensi pers, bukan dari ruang kelas. Biar tampak internasional, kita kadang lupa: reputasi negara bukan dibangun dari banyaknya bahasa yang diajarkan, tapi dari kualitas anak-anak yang bisa berpikir kritis dalam bahasa apa pun.

Kita ini suka sekali mengejar simbol. Bahasa asing baru dianggap keren, proyek digitalisasi dianggap maju, padahal listrik di beberapa sekolah masih numpang dari rumah guru. Akhirnya, diplomasi jadi semacam pertunjukan: para pejabat tersenyum di podium, sementara di lapangan, guru masih bingung cari kapur. Mungkin inilah bentuk baru soft power—bukan untuk dunia luar, tapi untuk memoles citra ke dalam.

Baca Juga:

Tanpa Les, Tanpa Bimbel: Cerita Mahasiswa yang Selalu Dapet Skor TOEFL 500-an Berbekal Nonton Film dan Main Video Game

15 Lagu Bahasa Inggris yang Mudah Dihafal dan Dinyanyikan, Cocok buat Belajar

Lucunya lagi, setiap kali muncul kebijakan dadakan, yang paling repot selalu guru. Mereka disuruh “siap beradaptasi”, “belajar sepanjang hayat”, dan “mendukung visi presiden”. Padahal gaji masih segitu-segitu juga, modul pelatihan datangnya seminggu sebelum semester baru. Tapi ya begitulah, di republik ini, idealisme sering kalah oleh improvisasi. Dan tiap kali logika pergi, yang tinggal cuma gengsi yang berdiri tegak di depan bendera.

Dari bahasa ke bahasa, semoga akal tak hilang arah

Belajar bahasa memang penting. Tapi, yang lebih penting adalah tahu mengapa kita belajar. Karena sehebat apa pun murid mengucap “obrigado”, kalau kemampuan membaca petunjuk obat batuk saja masih bikin bingung, ya tetap bukan kemajuan, tapi keindahan semu. Pendidikan seharusnya membebaskan, bukan menambah daftar kebingungan baru atas nama kerja sama internasional.

Negara ini sudah kenyang dengan kurikulum dadakan dan jargon yang indah di podium. Semua katanya demi masa depan anak bangsa, padahal kadang hanya demi masa depan citra pemerintah. Kalau setiap momen diplomatik langsung diubah jadi pelajaran baru, jangan heran kalau sekolah makin mirip laboratorium percobaan kebijakan. Hari ini Portugis, besok entah apa lagi. Mungkin bahasa alien kalau nanti ada tamu dari luar angkasa.

Kita tidak menolak bahasa Portugis, sama sekali tidak. Tapi sebelum mengajarkan anak-anak bicara ke dunia, barangkali ada baiknya kita belajar dulu cara bicara dengan akal sehat. Karena tanpa itu, semua bahasa akan terdengar sama: indah di bibir, tapi kosong di isi kepala.

Pendidikan kita sering sibuk mengejar citra, bukan makna. Kita bangga menambah bahasa baru, tapi lupa memelihara nalar yang lama. Pemerintah senang bicara tentang visi global, tapi lupa bahwa fondasi berpikir justru dibangun dari kemampuan memahami kalimat sederhana di buku teks. Kalau logika terus dikorbankan demi gengsi, sekolah bukan lagi tempat belajar, melainkan panggung politik yang diisi janji-janji tanpa tata bahasa. Dan di tengah hiruk-pikuk itu, literasi tetap nangis pelan. Bukan karena tak bisa bicara, tapi karena tak lagi didengar.

Penulis: Raihan Muhammad
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Belajar Bahasa Inggris Adalah Tahap Awal untuk Memanusiakan Diri bagi Atlet Brain Rot seperti Saya

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 27 Oktober 2025 oleh

Tags: Bahasa Inggrisbahasa portugisbelajar bahasa portugiskurikulum sekolahskor pisa
Raihan Muhammad

Raihan Muhammad

Manusia biasa yang senantiasa menjadi pemulung ilmu dan pengepul pengetahuan.

ArtikelTerkait

3 Dosa Tempat Kursus Bahasa Inggris di Kampung Inggris Pare Kediri yang Bikin Kecewa

3 Dosa Tempat Kursus Bahasa Inggris di Kampung Inggris Pare yang Bikin Kecewa

20 Maret 2023
grammar yang baik code switching skor toefl 550 aplikasi belajar bahasa inggris grammar toefl bahasa inggris cara belajar bahasa inggris mojok.co

Hanya Orang Pemalas yang Bilang Kalau Ngomong Bahasa Inggris itu Nggak Perlu Grammar yang Baik

25 Agustus 2021
Kemampuan Bahasa Inggris Jadi Syarat Lulus Kuliah Itu Merepotkan, apalagi untuk Mahasiswa Angkatan Tua Mojok.co

Kemampuan Bahasa Inggris Jadi Syarat Lulus Kuliah Itu Merepotkan, apalagi untuk Mahasiswa Angkatan Tua

10 Juni 2024
Stop Glorifikasi Guru Bule: Native Speakerism dalam Industri Bahasa Inggris yang Nggak Ada Bedanya dengan Neo Rasisme

Stop Glorifikasi Guru Bule: Native Speakerism dalam Industri Bahasa Inggris yang Nggak Ada Bedanya dengan Neo Rasisme

30 April 2025
SpeakPal dan Fondi, Aplikasi Brilian untuk Belajar Speaking Bahasa Inggris

Nggak Cuma Krisis Baca Tulis di Jenjang Menengah, Indonesia Juga Krisis Bahasa Inggris di Jenjang Perguruan Tinggi

31 Agustus 2024
menu makanan

Harga Menu Makanan Berbahasa Inggris yang Selalu Lebih Mahal di Tiap Restoran

11 Juli 2019
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

5 Hal yang Bikin Orang Solo Bangga tapi Orang Luar Nggak Ngerti Pentingnya

5 Hal yang Bikin Orang Solo Bangga tapi Orang Luar Nggak Ngerti Pentingnya

29 November 2025
7 Fakta Surabaya yang Bikin Kota Lain Cuma Bisa Gigit Jari

7 Fakta Surabaya yang Bikin Kota Lain Cuma Bisa Gigit Jari

30 November 2025
Rekomendasi 8 Drama Korea yang Wajib Ditonton sebelum 2025 Berakhir

Rekomendasi 8 Drama Korea yang Wajib Ditonton sebelum 2025 Berakhir

2 Desember 2025
Dosen yang Cancel Kelas Dadakan Itu Sungguh Kekanak-kanakan dan Harus Segera Bertobat!

Dosen yang Cancel Kelas Dadakan Itu Sungguh Kekanak-kanakan dan Harus Segera Bertobat!

3 Desember 2025
Alasan Saya Bertahan dengan Mesin Cuci 2 Tabung di Tengah Gempuran Mesin Cuci yang Lebih Modern Mojok.co

Alasan Saya Bertahan dengan Mesin Cuci 2 Tabung di Tengah Gempuran Mesin Cuci yang Lebih Modern 

5 Desember 2025
3 Sisi Lain Grobogan yang Nggak Banyak Orang Tahu

3 Sisi Lain Grobogan yang Nggak Banyak Orang Tahu

4 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.