Pengalaman pertama kali yang saya rasakan ketika membuka angkringan adalah sepi. Namanya juga baru ya wajar kalau sepi. Makanya saya tidak menggerutu atau menanyakan keadilan tuhan seperti sinetron-sinetron Indosiar yang sedikit-sedikit menuntut tuhan, seolah tuhan sedang tidak berlalu adil padanya.
Untuk tempat, tempat saya tergolong luas dan strategis. Angkringan saya berdiri di pinggir jalan yang sering dilewati oleh orang-orang, atau bisa dibilang jalan utamanya kampung menuju jalan raya. Tetapi yah namanya merintis, mau bagaimana pun harus babat alas. Semuanya tidak ada yang instan.
Selain itu, orang-orang masih pada belum kenal atau tahu soal angkringan saya. mereka tahunya sepanjang jalan itu hanya ada dua angkringan, di perempatan pertama paling ujung sama di ujung jalan dekat dengan jalan raya (kalau punya saya di tengah-tengahnya).
Makanya orang pilih langsung lewat begitu saja tanpa menengok angkringan saya. Toh juga makanannya belum komplit karena orang-orang yang nitip dagangannya belum ada. Jujur ya, saya juga merasa agak gimana gitu ketika melihat angkringan saya. Modal gerobak tanpa ada makanannya di atas memang enggak ada gunanya. Masak di atas gerobak cuma ada ceret dan tatanan gelas.
Meskipun begitu, pelan-pelan ada yang beli kok. Yah walaupun hanya tetangga-tetangga sebelah, namun perlu disyukuri. Seiring berjalannya waktu, orang-orang mulai mengenal angkringan saya dan beberapa pedagang makanan juga turut menyemarakkan angkringan saya ini. Mereka nitip dagangan.
Semakin banyak yang nitip dagangan, semakin ramai pula orang-orang mendatangi angkringan saya. Ragam jenis makanan memang menjadi daya pikat tersendiri plus setiap malam saya selalu mengundang teman-teman agar nongkrong di lapak saya.
Angkringan saya semakin ramai seiring berjalannya waktu. Hingga di suatu malam saya tanya ke teman-teman apa yang kurang dari angkringan saya ini. Mereka mulai mengumbar pendapat-pendapat, dan pendapat yang paling banyak adalah pasang WI-FI dan colokan untuk ngecas.
Ide cemerlang itu saya terima. Saya mulai pasang WI-FI dan colokan. Tetapi eh tetapi, bukannya saya seneng tapi malah bengep. Memang sih ramai tapi ya senep juga rasanya. Memangnya kenapa kok sudah bengep ditambahi senep? Gini, gini, saya rinci saja penderitaan saya karena memasang Wi-Fi dan colokan di lapak saya saya. Baru kali ini lo ada orang yang mau memperinci derita yang dialami layaknya memperinci hutang-hutangnya.
Tempat mangkal ojek online
Ketika saya menulis itu, kalian jangan ngejudge kalau saya tidak senang jika angkringan saya digunakan untuk tempat kumpul atau tepatnya tempat mangkal para ojek online ya. Saya senang kok, wong kita sama-sama mencari nafkah kan seharusnya saling tolong menolong.
Lalu kenapa nulis itu di rincian penderitaan? Maaf maaf nih ya, bukannya pelit atau medit atau segala kerabat kepelitan yang ada di muka bumi, bukan itu. Saya juga manusia biasa dan juga perlu sambat. Begini, saya senang kalau angkringan saya dijadikan tempat mangkal ojek online. Tetapi ya mbok kalau nunut itu ra ketang beli teh atau nyomot gorengan satu saja sudah bikin seneng.
Sudah nunut ngecas hp, enggak beli, pakai minta parword Wi-Fi segala. Mau negur tapi takut dikira pelit dan mendit. Kalau enggak negur kok ya bengep dan senep.
Cuma beli teh dan gorengan satu, duduknya berjam-jam
Katanya cuma beli teh sama nyomot gorengan satu enggak papa. Iya sih enggak apa-apa. Tapi kalau duduknya berjam-jam ya bukan lagi bikin saya bersyukur saja tetapi juga beristigfar. Kan lapak saya luas, namun tempat duduknya kan pasti juga punya batasan. Kalau duduknya lama belinya cuma segitu, sama saja saya rugi.
Pembeli lain yang kepengen duduk dan menikmati Wi-Fi yang peluang belinya lebih besar, jadi enggan dan memilih cari tempat yang lain yang sepi andaikan kursi angkringan saya penuh. Memang sekilas terlihat penuh, tapi belinya cuma teh satu setiap mejanya, sama saja boong lah.
Bayarnya ngutang, makai Wi-Finya lama
Dari Indonesia belum merdeka hingga sekarang masih merdeka, pasti ada yang menghutang di angkringan. Entah mengapa, mungkin sudah menjadi budaya hutang di angkringan. Kampretnya, setiap kali ditagih mereka suka bilang besok besok besok. Sampai besoknya dia ngilang. Kan kurang ajar. Keparatnya lagi (maaf agak kasar tapi khususon orang yang sering ngutang tapi enggak pernah bayar itu termasuk kata paling halus) mereka makai Wi-Fi mulai dari saya bukak sampai saya tutup. Huft.
Itulah beberapa derita yang saya alami ketika angkringan saya pasangi Wi-Fi dan colokan. hanya beberapa lo, deritanya masih banyak lagi. Oh iya, buat kalian andai kata menemukan angkringan yang ada waifinya saya mohon jangan menjadi bagian dari golongan-golongan orang di atas.
BACA JUGA 3 Cara Orang Numpang Toilet di Alfamart dan tulisan Muhammad Khairul Anam lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.