Membaca data BPS, saya menemukan bahwa jumlah angkatan kerja pada Agustus 2022 mencapai 1,20 juta orang. Angka ini naik 34 ribu orang jika kita membandingkannya dengan Agustus 2021. Angka ini terbilang tinggi untuk sebuah daerah yang menyandang status kota industri seperti Karawang. Namun, mengapa angka pengangguran di Karawang masih tinggi juga?
Fakta ini menampar kita semua, khususnya Pemda yang seharusnya malu. Kota ini memiliki banyak potensi, sudah begitu posisinya strategis. Selain itu, daerah ini juga sempat menjadi lumbung padi nasional. Kekayaan laut? Sektor industri laut sedang menggeliat di daerah utara. Lantas, mengapa angka pengangguran di Karawang masih tinggi?
Salah satu masalahnya adalah segala kemajuan yang terjadi tidak diimbangi oleh kemajuan SDM. Banyak masyarakat Karawang yang hanya menjadi penonton dari kemajuan daerahnya sendiri. Misalnya, pendatang mempunyai usaha, sedangkan tukang parkirnya warga lokal.
Daftar Isi
Kesadaran warga lokal akan angka pengangguran di Karawang
Saya tidak mau melulu menyalahkan pemerintah yang kadang tidak membawa kemajuan yang berarti atas kebijakan-kebijakannya. Tapi, masyarakat sendiri juga perlu sadar soal pentingnya pendidikan, terutama mempelajari skill yang dibutuhkan oleh pasar tenaga kerja. Kalau tidak mempunyai bekal pendidikan dan skill yang baik, maka menganggur adalah pilihan bagi warga lokal.
Saat ini, pemerintah setempat sudah berusaha dengan meminta jatah persentase lebih banyak untuk menerima warga lokal. Namun, apabila warganya tidak kompeten, ya pasti akan tersingkir juga. Inilah salah satu alasan angka pengangguran di Karawang masih tinggi.
Baca halaman selanjutnya: Masalah calo pekerjaan yang belum teratasi…
Masalah calo pekerjaan yang belum teratasi
Jangan salah, untuk urusan lolos diterima jadi karyawan juga ada calonya. Keberadaan mereka membuat persaingan menjadi sangat tidak sehat. Mereka yang masuk tidak memiliki kompeten dan daya saing. Yang penting “Lo punya duit, lo berkuasa.” Makanya, angka pengangguran di Karawang tinggi karena banyak yang tidak mempunyai modal untuk “menembus” calo.
Lagian ini kondisi yang aneh. Mau mencari uang, kok malah dipalak uang dulu. Makin miris karena masalah ini seperti tidak mempunyai solusi. Saya belum melihat ada aksi nyata, tegas, dan berkelanjutan dari pihak-pihak terkait.
Apesnya, kebanyakan karyawan pabrik sekarang itu sistem kerjanya kontrak. Jarang sekali yang diangkat menjadi karyawan tetap. Karena SDM-nya overload jadi perusahaan bisa mengganti dengan sesuka hati karyawan yang lebih fresh. Kalau habis kontrak? Ya bayar ke calo lagi solusinya.
Peralihan ke sektor industri
Masalah lama yang belum selesai adalah peralihan sektor industri yang mengandalkan tenaga manusia menjadi tenaga robot. Hal ini menjadi PR besar bagi kita semua terutama pemerintah.
Kemudian, kita sering lupa soal sektor UMKM yang mengakibatkan minimnya dukungan. Padahal, sektor ini yang bisa menyerap tenaga kerja yang jauh lebih banyak bagi warga lokal. Selain itu, jika pemerintah lebih perhatian, perputaran ekonomi akan semakin kencang.
Banyak UMKM disini justru survive sendiri dan mirisnya bangkrut pun tak ada yg peduli. Coba jika pemerintah mau menyuntik dana atau membuat sistem pinjaman yang tidak rumit serta bunganya tidak tinggi. UMKM pasti bisa menjadi salah satu solusi akan tingginya angka pengangguran di Karawang.
Angka pengangguran yang tinggi di Karawang bukan masalah sederhana. Ini adalah hasil dari berbagai faktor yang saling terkait, termasuk pertumbuhan populasi, kualifikasi penduduk, akses ke pekerjaan, dan perubahan dalam sektor industri. Untuk mengatasi masalah ini, perlu ada upaya terkoordinasi antara pemerintah, sektor swasta, dan penduduk setempat untuk mencari solusi sesuai dengan konteks kota industri ini.
Penulis: Diaz Robigo
Editor: Yamadipati Seno