Analisis Kritis Makna Kata ‘Anjay’. Sebuah Perspektif Hermeneutika

Analisis Kritis Makna Kata 'Anjay'. Sebuah Perspektif Hermeneutika kata anjay dilarang merusak moral anjay KPAI terminal mojok.co

Analisis Kritis Makna Kata 'Anjay'. Sebuah Perspektif Hermeneutika kata anjay dilarang merusak moral anjay KPAI terminal mojok.co

Sebagai pembawa titah S. Ag Sarjana Anjay Guys  (Sarjana Agama), bukan Sarjana Abangan ya, saya adalah mahasiswa konsentrasi Ilmu Al Quran dan Tafsir. Mungkin terdengar asing, tapi percayalah, program studi itu memang ada. Kali ini kita bahas kata ‘anjay’ secara serius dan sejalan dengan keilmuwan, oke?

Hermeneutika adalah sebuah metode yang digunakan untuk memahami kitab suci bibel. Hermeneutika konon merujuk pada seorang tokoh dalam mitologi Yunani yakni Hermes. Ia adalah dewa yang bertugas untuk menyampaikan pesan kepada manusia. Dari kata inilah kemudian berkembang menjadi sebuah metode dalam memahami teks berdasarkan konteksnya, yang pada akhirnya juga1 berkembang sebagai aliran filsafat.

Para hermeneutis memegang teguh prinsip relativisme kontekstual, temporal dan personal. Dalam memahami sebuah teks sebagai produk dari akal manusia. Berikut ini saya sajikan sebuah analisa kritis terhadap pemaknaan kata ‘anjay’ berdasarkan perspektif ilmu hermeneutika:

1. Relativitas Kontekstual Kata ‘Anjay’ .

Sebuah bahasa, yang bukan berasal dari wahyu Tuhan, pada dasarnya hanyalah produk budaya (muntaj tsaqafi). Lalu berkembang sesuai dengan kondisi sosial masyarakat pengguna bahasa itu. Dalam hal ini, kata ‘anjay’ adalah sebuah kata yang berasal dari kata “anjing” kemudian juga menghasilkan turunan kata ‘anjrit’. Konteksnya digunakan untuk mengumpat.

Oleh karena itu, relativitas penggunaan kata ‘anjay’ dan ‘anjrit’ yang merupakan derivasi dari kata ‘anjing’ tergantung dari budaya pengguna bahasa atau kata itu. Apabila kondisi sosial budaya masyarakat pengguna bahasa tersebut menempatkan kata itu dalam konteks ucapan untuk menghina atau mencela, maka kata itu akan berkonotasi negatif. Sebaliknya jika budaya masyarakat penggunanya hanya menggunakan kata tersebut untuk menunjukkan kepada hewan tertentu, maka tak ada masalah dengan itu.

Sebagai contoh, saat saya menggunakan kata ‘sontoloyo’ untuk menyebut seorang penggembala itik, maka konteks kata itu adalah figure of speech untuk menunjukkan profesi penggembala itik, bukan untuk merendahkan apalagi mencela.

2. Relativitas Temporal Kata ‘Anjay’

Sebagai sebuah metode interpretasi, hermeneutika juga memperhatikan aspek temporal sebuah kata, yakni dengan mengkaji waktu penggunaan kata tersebut dan pemaknaannya berdasarkan konteks sosial masyarakat pada saat itu (siyaqul kalam).

Dalam perspektif ini, kita semua memahami bahwa kata ‘anjay’ sebelumnya tak pernah didengar sebagai umpatan. Kata ini mulai akrab sebagai kata untuk mencela di kalangan anak milenial. Sebelumnya kita hanya akrab dengan kata ‘anjing’ dan ‘anjrit’ yang kemudian semakin familiar setelah digunakan dalam dialog berbagai film Indonesia, baik yang bergenre action, komedi, hingga percintaan anak muda, salah satunya dialog Milea di film Dilan 1991. Kata ‘anjing’ dan ‘anjrit’ kemudian diperhalus dengan mengganti rimanya menjadi ‘ay’ meskipun tetap digunakan untuk mengumpat.

Namun demikian, kata tersebut dalam perspektif temporal hermeneutika, adalah sebuah kata yang terjebak dalam waktu tertentu. Berdasarkan pada konteks sosial masyarakat tertentu, ia pada dasarnya hanya bersifat relatif temporal. Entah kata apa yang digunakan oleh anak cucu kita kelak untuk mengumpat orang-orang jahat di generasi mereka?

3. Relativitas Personal Kata ‘Anjay’

Personal berasal dari kata person yang menunjukkan pada pribadi seseorang, dalam hal ini, relativitas sebuah kata berasal dari person tertentu yang menciptakan kata itu.

Sebagai contoh, sejarah penggunaan kata ‘jancok’, yang konon berasal dari nama seorang pelukis belanda Jan Cox yang lagi tenar. Kala itu tentara Belanda datang untuk menghabisi tentara Jepang dengan sebuah tank bertuliskan Jan Cox.

Sebagaimana dulu kebiasaan saya menulis ‘Naruto’ di buku catatan, demikianlah awak operator M3 A3 Stuart ini juga ngefans sama Jan Cox, sang pelukis. Berkembang dari seorang yang ngefans dengan pelukis, kata ‘Jancok’ dikalangan prajurit TKR kemudian digunakan sebagai idiom untuk menandai kedatangan Belanda dan sebagai peringatan bahaya, yang kemudian berakhir menjadi kata umpatan di kalangan orang Jawa Timur.

Serupa dengan kata ‘anjay’ yang entah siapa yang pertama kali menggunakan kata ini untuk mengumpat. Intinya relativitas kata ‘anjay’ pada dasarnya hanya sebatas kata biasa, sampai ada orang yang mengkonotasikannya ke arah negatif. Hmmm, siapa sih, anjay!

Sumber gambar: Unsplash.com.

BACA JUGA Yamaha Vega ZR, Melepasnya Adalah Kebodohan, Mempertahankannya Adalah Kebodohan yang Lain dan tulisan Muhammad Dzal Anshar lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Exit mobile version