Alun-alun Jember adalah tempat nongkrong asyik di Jember. Fasillitasnya cukup lengkap, mulai dari lapangan olahraga, trek jogging, dan deretan penjual makanan dan minuman ada di sana.
Selain itu, alun-alun ini juga representasi pusat kota yang baik. Lokasinya dekat dengan berbagai fasilitas publik. Mau ambil uang buat jajan di alun-alun nggak usah bingung, karena alun-alun ini dekat dengan bank dan mesin ATM. Pokoknya tinggal jalan kaki, ambil duit, beli kopi. Nongkrong deh di alun-alun sampai puas.
Arus lalu lintas menuju Alun-alun Jember juga nggak terlalu padat. Kayaknya saya jarang melihat kemacetan ke arah alun-alun, deh, nggak kayak di Jalan Jawa dan sekitaran kampus.
Akan tetapi, di balik itu semua, Alun-alun Jember punya kekurangan. Ya, tempat ini kurang hiburan. Nggak ada hiburan seperti pentas kesenian, panggung rakyat, atau bahkan musik peneman warga yang sedang menikmati alun-alun. Kendati tak ada hiburan, Alun-alun Jember punya pengamen yang siap menunjukkan kepiawaian petikan gitar dan nyanyian mereka. Sayangnya, para pengamen itu kadang bikin warga yang nongkrong di alun-alun terusik.
Pengamen datang silih berganti
Sekali lagi saya tegaskan, Alun-alun Jember sebenarnya tempat nongkrong yang asyik asalkan nggak ada pengamen yang mengusik. Sebelum lanjut membahas ini, saya ingin bilang kalau saya nggak ada keinginan atau niatan untuk merendahkan pengamen, ya. Saya malah bangga karena mereka berani tampil menunjukkan kemampuan mereka dan menghibur masyarakat. Padahal kadang kan mereka nggak dikasih uang dan hanya dikasih gestur minta maaf.
Balik lagi ke bahasan soal perasaan terusik ini. Pertama, gimana nggak mau terusik, berdasarkan pengalaman saya nih, selama 30 menit menikmati kopi seduhan ibu-ibu PKL di Alun-alun Jember, tak kurang dari belasan pengamen hilir mudik bergantian mendatangi saya dan teman-teman yang sedang asyik ngobrol.
Ada pengamen yang bilang terima kasih sambil senyum dan berlalu, ada juga yang merasa kesal dan memaki kami. Khusus yang saya sebutkan terakhir ini dilakukan oleh lebih dari separuh pengamen yang datang menghampiri saya dan teman-teman. Hal ini juga yang akhirnya membuat keseruan nongkrong kami jadi terusik. Didatangi belasan pengamen dan dapat makian karena nggak ngasih duit..
Sebenarnya saya dan teman-teman bukannya pelit nggak mau ngasih duit atau nggak menghormati mereka yang sudah menunjukkan kemampuannya. Masalahnya, uang kami memang udah nggak ada. Uang kami yang pas-pasan sudah habis diberikan kepada pengamen lain yang datang silih berganti tak sampai 5 menit.
Pengamen di Alun-alun Jember: nggak dikasih ngomel, dikasih Rp5 ribu malah ngumpul
Saya pribadi menilai nominal yang wajar diberikan kepada pengamen adalah Rp2 ribu hingga Rp3 ribu. Setidaknya dengan uang segitu si pengamen bisa beli minuman dan sebatang rokok. Tapi kalau kalian punya pandangan lain ya silakan aja.
Akan tetapi ketika saya dan teman-teman sedang nongkrong di Alun-alun Jember, dengan banyaknya pengamen yang datang silih berganti, tentu saja stok uang receh pecahan seribu dan dua ribu kami habis. Pecahan paling kecil hanya tersisa Rp5 ribu.
Akhirnya, mau nggak mau, uang itu kami berikan kepada salah satu pengamen “yang beruntung”. Sialnya, setelah memberikan uang itu, saya dan teman-teman malah didatangi pengamen lainnya. Kami sampai pusing saking cepat dan banyaknya pengamen yang bergantian datang. Giliran nggak dikasih uang malah diomelin, tapi dikasih uang banyak malah pada ngumpul.
Saran saya buat kalian yang pengin nongkrong di Alun-alun Jember kayak saya dan teman-teman, sediakan uang receh atau pecahan nominal kecil yang banyak. Kalau misalnya di tengah-tengah acara nongkrong kalian kehabisan uang tapi pengamennya masih berdatangan, mending akhiri acara nongkrong kalian terus pulang. Dah.
Penulis: Agus Miftahorrahman
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA 3 Rekomendasi Tempat Bersedih di Jember, Kota yang Katanya Paling Romantis.