Sungguh menyenangkan melihat kondisi Alun-alun Gunungkidul sekarang. Kawasan terbuka yang dulu ditumbuhi rumput hijau itu, kini diurug pasir sama pemangku kebijakan. Nggak cuma itu, beberapa pohon di pinggir alun-alun juga banyak yang lenyap akibat penataan taman kota bernilai ratusan juta.
Sebelum Pemkab Gunungkidul melakukan (((penataan))) kawasan terbuka yang dimulai sejak pertengahan 2022 lalu, sebenarnya alun-alun sudah tampak hijau dan tertata. Beberapa pohon yang mengelilingi alun-alun juga telah memberi suasana sejuk dan adem.
Setelah revitalisasi dilakukan, saya lihat-lihat dengan saksama alun-alun yang sekarang cenderung mirip padang pasir yang penuh kerikil. Ya, adanya pasir dan kerikil-kerikil ala skena coffe shop di kawasan Alun-alun Gunungkidul tentu semakin memberi kesan kalau Pemkab seolah serius ingin menjadikan tempat ini sebagai destinasi wisata baru.
Saya rasa dengan adanya konsep padang gurun ini bakal mendatangkan banyak wisatawan dari luar daerah. Terutama buat mereka yang ingin merasakan sensasi jajan es teh di padang pasir. Sungguh kebijakan dari Pemkab Gunungkidul yang layak diapresiasi setinggi langit!
Debu-debu beterbangan di Alun-alun Gunungkidul itu bagian dari keindahan!
Sayangnya, keputusan mindblowing dari Pemkab Gunungkidul terkait revitalisasi alun-alun ini mendapat protes cukup keras dari sebagian warga. Hal ini dipicu lantaran banyaknya debu-debu dari “padang pasir” itu berhamburan bin morat-marit tertiup angin. Kondisi ini dianggap mengganggu pemandangan para pejalan dan pedagang sekitar.
Saya pantau dari komentar-komentar di media sosial, sebenarnya warga nggak ada masalah dengan proyek penataan taman kota. Mereka menganggap, selama itu dilakukan demi kenyamanan bersama, tentu sah-sah saja. Tapi, yang masyarakat tanyakan, apa sih sebenarnya motivasi di balik revitalisasi ini? Dapat wangsit dari mana tiba-tiba punya ide revitalisasi konsep padang gurun itu?
Sebagai warga yang (((berpihak))) dan sangat mencintai setulus hati Pemkab Gunungkidul, izinkan saya menjawabnya. Begini dulur-dulur Gunungkidul, kebijakan mutakhir dari Pemkab ini sudah seharusnya kita dukung sepenuh jiwa, lho. Menurut saya, masalah banyak debu berhamburan itu bagian dari konsep keindahan.
Awalnya debu-debu itu mungkin mengganggu, tapi lama-lama bakalan terbiasa dan menjadi candu, kok. Selain itu, dulur-dulur juga bisa bikin konten ala-ala padang pasir di depan Kantor Pemkab Gunungkidul. Bukankah ini cukup menjanjikan buat engagement dan bisa menarik para wisatawan luar daerah?
Dari sekian ribu penduduk di Gunungkidul, saya cukup yakin (pasti) ada warga yang ingin merasakan sensasi gurun pasir. Nah, melalui proyek ini, diharapkan mampu memfasilitasi warga yang punya keinginan itu biar terwujud. Bukankah Pemkab Gunungkidul sudah sangat baik ingin mewujudkan cita-cita warganya? Bukankah ini amat sangat mulia, Lur???
Baca halaman selanjutnya: Nggak sedikit warga yang bilang penataan alun-alun semi mangkrak…