Stasiun Malang adalah stasiun paling sibuk di Malang Raya. Nah, oleh masyarakat, stasiun ini diberi nama Stasiun Malang Kotabaru. Ini bukan untuk membedakan dengan “Stasiun Malang Kotalama”. Ini usaha untuk membedakan dengan bangunan pertama di sisi timur yang dibangun pada 1879. Sementara itu, bangunan barunya berdiri sejak 1941 dengan nuansa art deco.
Sejak 10 Mei 2021, stasiun ini punya dua pintu setelah pintu timur muncul. Pintu ini lebih lega dan nyaman daripada pintu barat. Pintu barat itu bangunannya art deco era ala kolonial Belanda yang sumpek dari segi penataan bangunan dalam maupun parkiran. Selain itu, pintu barat sudah kadung dikuasai mikrolet dan taksi konvensional. Pintu timur, selain ramah taksi online, juga menjadi kawasan komersial dan parkir relatif lebih aman.
Ekspektasi saya, Stasiun Malang ini akan mirip dengan Stasiun Surabaya Gubeng (pengalaman sendiri) atau Stasiun Bandung (cerita netizen). Tapi, entah ekspektasi saya ketinggian atau konsepnya yang kurang sempurna, ini yang bikin saya kecewa.
Semua perjalanan dari Jalur 1-3 Stasiun Malang
Meskipun ada pintu baru, pelayanannya belum dipisah antara kereta lokal dan jarak jauh. Apa pun kelasnya, semua diberangkatkan dari Jalur 1, 2, atau 3, dihitung dari pintu barat. Padahal, stasiun ini memiliki 5 jalur aktif, tapi hanya 3 jalur yang sering digunakan. Otomatis, penumpang berbagai kelas menumpuk di pintu barat setelah menyeberangi skybridge. Beda dengan Stasiun Surabaya Gubeng yang terpisah antara kereta lokal dan jarak jauh.
Peron Stasiun Malang yang semakin mengenaskan karena penuhnya penumpang. Satu rel hanya memiliki satu peron. Bukan satu rel diapit dua peron. Jelaslah, yang mengantre penuh, belum lagi “bentrok” dengan penumpang yang turun dari kereta.
Terhalang depo lokomotif
Rumitnya penataan dan pengaturan penumpang di sini tidak lepas dengan masih adanya depo lokomotif yang bersinggungan dengan pintu timur. Makanya, kenapa di pintu timur tidak bisa melihat aktivitas kereta api secara leluasa hanya dengan duduk-duduk, seperti pintu timur Stasiun Surabaya Gubeng.
Perlu untuk diketahui, depo lokomotif ini berdiri kurang lebih di atas bekas bangunan awal Stasiun Malang. Fungsinya sekarang untuk perawatan lokomotif yang selesai berdinas jarak jauh. Keberadaan depo ini cukup menghalangi proyek pengembangan bangunan baru karena memiliki empat jalur.
Baca halaman selanjutnya
Wacana perpindahan depo