Cinta ini kadang-kadang tak ada logika, begitu kata Agnez Mo. Tapi, apa betul jatuh cinta sesederhana itu?
Siapa yang tak kenal dengan cinta? Cinta menjadi salah satu aspek penting dalam keberlangsungan hidup manusia. Tanpa cinta, hidup akan hampa.
Cinta juga tidak dapat tergantikan oleh segala sesuatu, termasuk oleh teknologi AI sekalipun. Manusia memang diberi anugerah istimewa untuk merasakan jatuh cinta dan memroses rasa cinta itu menjadi suatu kebahagiaan dan kesenangan. Kalau begitu, apa itu cinta?
Sebenarnya, definisi cinta itu sangat kompleks. Namun, seorang pakar psikologi Zick Rubin menjelaskan bahwa cinta merupakan sebuah emosi yang terbentuk dari tiga perasaan, yaitu perhatian, kasih sayang, dan keintiman.
Akan tetapi, terkadang cinta disalahartikan oleh sebagian orang sebagai perasaan yang timbul dari hati. Saya juga kurang setuju sama Agnez Mo yang mengatakan bahwa cinta ini kadang-kadang tak ada logika, karena sejatinya cinta itu berasal dari reaksi kimia otak kita. Kok bisa?
Cinta berasal dari reaksi kimia otak
Perasaan cinta berhubungan erat dengan hormon dalam otak manusia seperti VTA, oksitosin, vasopressin, dopamin, norepinefrin, serotonin, dan prefrontal cortex. Sudah merasa pusing melihat nama-nama tersebut? Sini saya kasih tahu.
VTA (Ventral Tegmental Area) adalah bagian otak yang memberikan rasa nyaman dan euforia yang luar biasa. Ketika perasaan jatuh cinta muncul, VTA ini akan menghasilkan hormon dopamin yang berpengaruh terhadap munculnya perasaan menyenangkan dan menyebabkan hati berdebar-debar. Namun, jika produksi dopamin berlebihan justru menyebabkan seseorang terobsesi pada sesuatu. Oleh karena itu saat kita mulai jatuh cinta, kita merasakan kenyamanan, kebahagiaan, dan obsesi kepada seseorang.
Jika hubungan semakin dekat dan intens, otak akan memproduksi hormon oksitosin dan vasopressin. Kedua hormon inilah yang meningkatkan ketergantungan emosional, keterikatan romantis, kepercayaan, dan menurunkan stres. Jadi, ketika kita sedang memiliki masalah dalam pekerjaan atau pertemanan, menghabiskan waktu dengan orang yang dicintai sangat ampuh meredakan stres.
Dopamin dan norepinefrin dilepaskan selama ketertarikan satu sama lain. Bahan kimia ini menjadikan kita energik, bahkan menyebabkan penurunan nafsu makan dan insomnia, serta mengarah pada penurunan serotonin. Serotonin adalah hormon yang berperan dalam nafsu makan dan suasana hati. Nggak heran deh kita bisa menahan lapar selama berjam-jam kalau lagi chatting sama si dia.
Eits, bukan berarti jatuh cinta itu hanya diliputi oleh kebahagiaan, kasih sayang, dan perhatian saja ya. Cinta juga dibangun dari kecemburuan, perbedaan pendapat, dan konflik antar kedua insan. Hormon dopamin juga menyebabkan emosi dan ketergantungan yang tidak sehat terhadap pasangan.
Manusia cenderung melakukan hal memalukan saat jatuh cinta
Lalu, mengapa manusia cenderung melakukan hal yang memalukan ketika jatuh cinta? Ternyata semua itu disebabkan oleh prefrontal cortex.
Prefrontal cortex adalah suatu bagian otak yang spesial pada manusia, yang berfungsi untuk mengatur fungsi eksekutif, yaitu kemampuan merencanakan sesuatu, membuat keputusan, memecahkan masalah, dan mengontrol diri. Peningkatan kinerja dopamin akan menurunkan fungsi prefrontal cortex. Artinya, saat jatuh cinta, kita sulit menggunakan akal sehat dalam melakukan sesuatu. Kita cenderung melakukan hal yang memalukan, berlebihan, alay, atau di luar kebiasaan kita untuk menunjukkan rasa cinta kepada seseorang.
Sejauh ini, ternyata proses jatuh cinta tidak sesederhana itu ya, dan berlogika tentunya. Perasaan cinta tidak timbul dari hati, apalagi dari mata, melainkan dari berbagai reaksi hormon di dalam otak manusia. Hebat ya!
Jadi, cinta itu dapat membawa dampak positif dan negatif bagi kita, tergantung cara kita memandang dan menyikapinya. Jika kita melihat bahwa cinta itu penuh sukacita, kita tidak akan belajar mencintai dalam suka dan duka. Jika kita memandang bahwa cinta itu penuh dengan luka, ingatlah bahwa luka itu tidak bertahan lama dan mengering, bahkan tidak berbekas jika diobati dengan obat yang tepat.
Penulis: Yessica Octa Fernanda
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Sudah Saatnya Memaklumi Jatuh Cinta lewat Medsos.