Anime Demon Slayer direkomendasikan oleh kekasih pada periode awal pandemi tahun lalu. Saya menontonnya secara maraton season 1 sebanyak 24 episode tak kurang dari 2 hari. Padahal, anime terakhir yang pernah saya tonton adalah One Piece pada 2013 lalu. Tapi, begitulah cinta, memang menimbulkan kebiasaan-kebiasaan baru.
Demon Slayer bukan sebuah judul yang asing d telinga penggemar anime. Beberapa orang juga menyebutnya Kimetsu no Yaiba. Mengisahkan tentang pembasmi iblis pemakan manusia dengan segala konflik dan intriknya. Anime ini bahkan sarat dengan kebudayaan Jepang yang kental. Selain manga dan anime, Demon Slayer juga hadir dalam format film dengan judul Demon Slayer: Mugen Train.
Film ini tayang perdana di bioskop 6 Januari lalu. Secara keseluruhan, visual anime yang dianggap paling joss ini tetap pada performa terbaiknya. Namun, plot yang berlangsung semakin menggila. Bikin saya makin kagum sekaligus penasaran dengan penulis Demon Slayer, Koyoharu Gotouge, yang sampai kini identitasnya masih misterius itu.
Satu hal yang membuktikan bahwa anime Demon Slayer menyuguhkan latar psikologi yang kuat adalah adegan pertempuran dalam kereta. Yang mana, Enmu, si iblis tingkat bawah mengeluarkan jurusnya dengan membikin tidur geng Tanjiro yang dipimpin oleh Hashira Rengoku. Hanya Nezuko yang masih terjaga karena tidak terkena jurus tersebut.
Gotouge memulai adegan ini dengan point view monolog si Enmu yang cukup deterministik, “…karena titik kelemahan manusia berada pada hatinya yang rapuh.” ujar Enmu di atas gerbong kereta yang dikuasainya.
Maka, selanjutnya Enmu memperdaya geng pemburu iblis dengan memberi mimpi indah dalam tidur mereka. Dalam mimpi itu, semua pemburu iblis terasa seperti mengalami kenyataan. Enmu sangat cerdik. Ia menciptakan mimpi sebagai penampung angan-angan mereka yang tak mungkin terjadi di dunia nyata.
Tanjiro bermimpi bertemu dan hidup bersama kembali dengan keluarganya yang telah tewas. Zenitsu bermimpi yang-yangan dengan Nezuko. Inosuke bermimpi menjadi ketua geng pemburu iblis. Juga Rengoku yang bermimpi menemui ayah dan adiknya dengan baju kebesarannya sebagai seorang Hashira. Mereka pun hampir dibuat terlena. Tidak menyadari jika semua itu cuma mimpi. Kenyataan sebenarnya yang terlupakan adalah mereka sedang tidur di kereta di mana si iblis bersiap membantai. Sebelum pada akhirnya mereka berhasil terbangun dengan caranya masing-masing.
Dari situlah saya mencurigai bahwa Gotouge dekat dengan ilmu psikologi. Tebakan saya, minimal, ia telah tuntas melahap teori kesadaran Freud bahwa mimpi adalah hasrat bawah sadar yang tak bisa terwujud pada kenyataan. Mimpi juga bisa sekumpulan dari kehendak masa kecil atau trauma-trauma. Bahkan mungkin ia sampai pada Derrida Lacan yang menganggap bahwa realitas atau kenyataan ini merupakan tempat pelarian orang dari mimpi-mimpinya.
Apalagi suguhan adegan transformasi mereka dari alam mimpi ke kesadaran atas kenyataan. Misalnya, Tanjiro melakukan teknik penyadaran yang sangat ekstrim. Dalam mimpi itu, ia melawan keraguan dengan menebas kepalanya sendiri agar segera terbangun dan kembali ke dunia nyata. Dari adegan itu saya langsung ingat satu quote dari Sayyidina Ali, “Semua manusia selama hidupnya seperti bermimpi, kemudian saat kematian datang baru mereka terjaga.”
Selain itu, Gotouge memetakan dengan visual yang epik sekali wilayah-wilayah antara bawah sadar manusia dan inti jiwa atau hatinya. Presisi suasana bawah sadar setiap pemburu iblis juga ditampilkan sangat representatif. Watak Tanjiro yang sangat lembut, misalnya, digambarkan dengan indahnya sabana biru diliputi langit tak terbatas. Hashira “Api” Rengoku yang kuat dan lembut digambarkan dengan suasana padang penuh api terbakar, tetapi kesadarannya telah menyatu dengan inti jiwanya. Inosuke seorang berkepala babi hutan yang frontal dan arogan digambarkan dengan suasana yang gelap dan bau. Zenitsu seorang penakut yang mudah jatuh cinta digambarkan dengan suasana hati yang ia jaga ketat dan hanya Nezuko lah yang bisa memasukinya.
Barangkali, saya lamat-lamat yakin, Koyoharu Gotouge adalah seorang penulis yang ahli psikologi dan mendefinisikan itu semua dalam karyanya yang berjudul Demon Slayer.
Sumber gambar: YouTube Aniplex USA
BACA JUGA Jawaban untuk Semua Orang yang Tidak Tahu tentang Kabupaten Lumajang atau tulisan Khotib Nur Mohamad saya lamat-lamat yakin, Koyoharu Gotouge adalah seorang penulis yang ahli psikologi dan mendefinisikan itu semua dalam karyanya yang berjudul Demon Slayer.lainnya.