Kalian pernah nggak, lagi asyik-asyik rebahan sambil scroll lini masa, lalu tiba-tiba sedih dan hampa. Apa lagi kalau bukan karena melihat unggahan kawan-kawan seumuran yang terlihat bahagia dengan pencapaian masing-masing.
Sebagian dari mereka membagikan foto dempel-dempelan bersama ‘pasangan halal.’ Sebagian lain bercerita betapa menggemaskannya anak pertama dan bagaimana teknik parenting mereka. Ada yang terlihat bahagia bersama rekan kerja sedang makan siang di restoran ternama. Ada yang bercerita kalau baru saja dapat beasiswa S-2. Ada juga yang aktif dengan kegiatan sosial yang bermanfaat bagi sesama.
Sementara kamu, entah apa sebutannya, yang jelas selalu menganggap diri sendiri ‘gini-gini aja’. Kamu merasa ketinggalan.
Merasa diri jauh tertinggal soal pencapaian dari teman-teman lain. Padahal, kita nggak lagi balapan. Mungkin kalimat semacam “Tiap orang ada jalan nya masing-masing,” atau “Semua akan indah pada waktunya,” terdengar sangat memuakkan. Sudah sejauh ini bertahan dan hidupmu seakan hanya perpindahan dari satu kegagalan ke kegagalan lain alias “Asemik, kapan aku iso koyok liyone?”
Padahal kamu nggak harus jadi ‘koyok liyone’. Kamu nggak harus mencapai apa yang teman-teman lain capai. Kamu nggak harus secepat orang lain, nggak harus sesukses orang lain. Kamu hanya perlu bertanggungjawab atas keputusan yang kamu ambil dengan tetap berjalan dan bertahan.
Hidup bukan lintasan balap yang membentuk barisan siapa paling depan siapa paling belakang. Ada banyak jalur dan jalan, dan menyebar. Tidak menuju satu titik yang sama, tidak punya garis finish yang sama. Lagipula, yang disebut finish itu apa? Bukankah pada akhirnya semua akan ‘diberhentikan’ oleh-Nya? Entah pada kilometer ke berapa.
Jadi, jangan merasa diri paling malang dan paling tertinggal. Sadness is not a competition, katanya. Kalau hari ini kamu gagal, percaya saja kalau esok mungkin akan gagal lagi masih ada banyak kesempatan yang dapat kamu ambil, dengan bahagia dan bertanggungjawab. Tidak perlu mengukur pencapaian orang lain dan membandingkannya dengan milikmu.
Pencapaian bukan tentang kalah menang. Hidup juga bukan perlombaan. Tidak ada yang mengharuskanmu terpandang lebih baik dibandingkan yang lain. Media sosial hanyalah sebuah gambaran kecil kehidupan orang lain yang mungkin kamu yakini mereka lebih bahagia. Padahal, kita tidak pernah tahu apa yang sudah mereka lalui, apa yang sudah mereka korbankan dan perjuangkan. Berkecil hati tidaklah membantu.
Tidak apa-apa jika masa pandemi ini tidak berhasil membawamu pada skill baru. Tidak apa-apa jika kamu hanya diam dan tidak bisa turut mencapai garis finish. Sebagian temanmu mungkin punya usaha baru yang sukses. Sebagian yang lain jadi atlet dadakan yang kemudian menyadari hobi baru mereka dan merasa bahagia.
Tulisan ini mungkin dari awal terdengar sangat membosankan dan memuakkan tapi haaa mau gimana lagi, awake dhewek lak yo mung iso nglakoni opo sing dikarepke Gusti. Percoyo wae Gusti Allah mboten mblenjani janji. Selow ajalah.
Sumber gambar: Unsplash.com.
BACA JUGA Haruskah Meraih Sukses sampai Mengorbankan Waktu Tidur? dan tulisan Terminal Mojok lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.