Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Kuliner

Nasib Kedai Kopi di Bulan Ramadan

Erwin Setia oleh Erwin Setia
7 Mei 2019
A A
kedai kopi

kedai kopi

Share on FacebookShare on Twitter

Saya memperhatikan kedai-kedai sepanjang perjalanan dari kampus UIN Sunan Gunung Djati sampai Alun-Alun Kota Bandung. Kebanyakan kedai tutup dan bertirai, termasuk kedai kopi. Kecuali kedai (Eh, pas enggak sih pake kata ‘kedai’? Kios aja kali ya. Oke kios)—maksud saya kios—yang menjual non-makanan. Tentu saja kita segera menduga penyebab kedai-kedai tersebut tutup. Karena saat itu adalah hari pertama puasa Ramadan.

Kedai-kedai itu sepi. Bahkan, ketika hari beranjak malam, saat tirai-tirai mulai disingkap, kedai-kedai itu masih pula sepi. Saya tak menemukan orang-orang yang berkumpul di kedai sebagaimana hari-hari biasanya. Sepertinya pada momen puasa ini orang-orang lebih menyukai kekhidmatan menyantap makanan di rumah. Atau di kursi darurat penjual makanan bergerobak di pinggir jalan.

Kedai-kedai yang sebelumnya menjadi simbol kebanggaan dan kegengsian mendadak ditinggalkan pelanggannya. Tidak ada antrean. Tidak ada foto-foto pamer tempat makan. Tidak ada asap kopi yang mengepul.

Dari sekian macam kedai, saya menaruh perhatian khusus pada kedai kopi. Sejenis kedai yang sejak ratusan tahun lalu hingga sekarang memiliki fungsi sampingan sebagai tempat kopdar, diskusi, hingga menuliskan puisi-puisi berat—berat di perasaan, maksudnya.

Kedai-kedai kopi yang saya temui sepanjang jalan sunyi belaka. Hanya ada bangku-bangku kosong dan pelayan-pelayan yang termangu—mungkin sambil merenungi kemalangan nasibnya yang harus bekerja ketika orang-orang lain bercengkerama bersama keluarga.

Tempat yang biasanya memikat diri untuk disambangi itu kehilangan keseksian dan daya tariknya. Buat apa menghabiskan waktu berbuka puasa di kedai kopi nan mewah. Kalau di masjid-masjid terdekat tersedia takjil gratis, plus kehadiran saudara seiman dan sebangsa  yang membuat situasi berbuka menjadi menenangkan dan menyenangkan. Kalau di rumah masing-masing sajian kolak dan kudapan terhidang begitu menggoda. Dan senyum-tawa anggota keluarga membuat dada terasa lega.

Namun, jangan buru-buru mengklaim bahwa sepanjang Ramadan kedai kopi akan melulu sepi order pembeli. Tidak. Bagaimana pun semua kekasih akan kembali ke haribaan cintanya masing-masing. Bagaimana pun pencinta kopi akan kembali ke kedai kesayangannya masing-masing.

Persoalannya hanyalah waktu. Orang-orang selalu menyukai momentum. Pada momen pembukaan Ramadan, kebanyakan orang ingin menjalaninya dengan cara yang khusus. Dengan cara yang berbeda dari hari-hari selain Ramadan.

Baca Juga:

4 Alasan Saya Lebih Memilih Ice Americano Buatan Minimarket ketimbang Racikan Barista Coffee Shop

5 Hal yang Jarang Diketahui Orang di Balik Kota Bandung yang Katanya Romantis 

Yang biasanya menantikan senja di kedai kopi, akan setia menanti senja—terutama ketika senja perlahan surup dan azan Magrib terdengar sayup-sayup—di depan televisi. Yang biasanya menghabiskan waktu dengan main PUBG (baca: pabji), akan tekun mentadabburi kitab suci. Oh, alangkah kuat efek Ramadan ini!

Tapi, biasanya itu hanya pada hari-hari awal. Sebagaimana penuhnya saf salat Tarawih juga ramainya hanya pada hari-hari awal. Bukan pesimistis atau suuzhan, nih, tapi memang begitulah realitanya.

Setelah momentum tersebut sudah bisa dicecap, maka kembalilah orang-orang pada rutinitas masing-masing. Yang sebelumnya libur berjualan kembali berjualan. Yang sebelumnya rehat berdebat online kembali memburu lawan debat. Yang sebelumnya pensiun berghibah, kembali menjalani profesinya (Eh, tapi kalau sudah berubah ke arah lebih baik, mending enggak usah balik lagi ke yang buruk-buruk, deh. Sayang lho, mumpung Ramadan.). Dan yang sebelumnya tak pergi ke kedai kopi, kembali mengunjunginya.

Kemudian kedai-kedai kembali ramai. Kendati mungkin hanya pada sore dan malam hari. Tak ketinggalan foto-foto selfie kembali diunggah. Kata-kata galau kembali dibuat. Cangkir-cangkir kopi kembali diteguk. Sambil mengutip kata-kata Joko Pinurbo, “Kurang atau lebih, setiap rezeki perlu dirayakan dengan secangkir kopi.” Atau mengutip cerpen Filosofi Kopi: “Sesempurna apa pun kopi yang kamu buat, kopi tetap kopi, punya sisi pahit yang tidak mungkin kamu sembunyikan.”

Semua akan kopi pada waktunya.

Jadi, begitulah kiranya nasib kedai kopi pada bulan nan suci ini. Mulanya memang sepi. Tapi lihat saja nanti. Terlebih pada akhir-akhir bulan ini. Niscaya kedai-kedai akan kembali ramai. Barangkali juga ada sebagian orang yang ingin mendapatkan lailatul qadar (malam kemuliaan) di sepuluh malam terakhir Ramadan dengan cara anti-mainstream. Alih-alih berdiam di masjid, dia malah pergi ke warung kopi.

Jangan buruk sangka dulu. Mungkin dia pengen ngopi sambil ngaji. Setiap seteguk  sekali, dibacalah olehnya ayat-ayat suci. Mungkin dia sesederhana ingin menikmati pahitnya kopi sambil mencecap manisnya iman. Uwuwuwu~

Para pencinta ngopi memang luar biasa. Akhirul kalam: selamat ngopi (asal jangan pas siang hari, ya, My Luv!)

Terakhir diperbarui pada 19 Oktober 2021 oleh

Tags: BandungKopiRamadan
Erwin Setia

Erwin Setia

Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

ArtikelTerkait

4 Cara Penyajian Kopi di Aceh, Cermati agar Kalian Tidak Kaget ketika Ngopi di Sana Mojok.co

4 Cara Penyajian Kopi di Aceh, Cermati agar Kalian Tidak Kaget ketika Ngopi di Sana

10 November 2023
Akhir-akhir Ini Bandung Lebih Layak Disebut sebagai Kota Pengemis Dibandingkan Kota Romantis

Akhir-akhir Ini Bandung Lebih Layak Disebut sebagai Kota Pengemis Dibandingkan Kota Romantis

10 Agustus 2024
ngabuburit

Ngabuburit di Pasar Ramadan yang Menggerus Perasaan

17 Mei 2019
pak RT

Merindukan Tarhim Pak RT

21 Mei 2019
Cicendo Daerah Paling Superior di Kota Bandung, Fasilitasnya Komplit dan Nyaman Mojok.co

Cicendo Daerah Paling Superior di Kota Bandung, Fasilitasnya Komplit dan Nyaman

18 Maret 2024
7 Orang yang Sebaiknya Nggak Ngopi di Starbucks Terminal Mojok

7 Orang yang Sebaiknya Nggak Ngopi di Starbucks

20 Agustus 2022
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Madiun, Kota Kecil yang Banyak Berbenah kecuali Transportasi Publiknya Mojok.co

Madiun, Kota Kecil yang Sudah Banyak Berbenah kecuali Transportasi Publiknya

2 Desember 2025
Angka Pengangguran di Karawang Tinggi dan Menjadi ironi Industri (Unsplash) Malang

Ketika Malang Sudah Menghadirkan TransJatim, Karawang Masih Santai-santai Saja, padahal Transum Adalah Hak Warga!

29 November 2025
Indomaret Tidak Bunuh UMKM, tapi Parkir Liar dan Pungli (Pixabay)

Yang Membunuh UMKM Itu Bukan Indomaret atau Alfamart, Tapi Parkir Liar dan Pungli

6 Desember 2025
Feeder Batik Solo Trans, Angkutan yang Bikin Iri Orang Magelang Mojok.co

Feeder Batik Solo Trans, Angkutan yang Bikin Iri Orang Magelang

2 Desember 2025
6 Hal Sepele, tapi Menyebalkan Saat Zoom Meeting Mojok

6 Hal Sepele, tapi Menyebalkan Saat Zoom Meeting

30 November 2025
Desa Ngidam Muncar, Desa Terbaik di Kabupaten Semarang (Unsplash)

Desa Ngidam Muncar, Desa Terbaik di Kabupaten Semarang dengan Pesona yang Membuat Saya Betah

4 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lagu Sendu dari Tanah Minang: Hancurnya Jalan Lembah Anai dan Jembatan Kembar Menjadi Kehilangan Besar bagi Masyarakat Sumatera Barat
  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.